42

1.4K 76 2
                                    

"Apa yang ingin kamu bicarakan?" Tanya Raka pada Mona yang saat ini duduk di hadapannya.

Iya, Mona lah yang mengubunginya beberapa jam yang lalu. Sulit menjelaskan bagaimana perasaanya saat ini, disatu sisi, ia malas untuk berhubungan lagi dengan Mona karena kejadian saat malam reuni. Dimana ia menyatakan cinta namun wanita itu sudah bertunangan, padahal saat Prom dia sendiri yang mengatakan akan kembali pada Raka setelah kuliahnya selesai.

Raka tentu sangat sakit hati, dia merasa penantiannya selama ini hanya janji palsu belaka.

"Aku hanya ingin bertanya tentang kabarmu, ku dengar berita dari anak-anak kamu sedang berpacaran dengan Dekara ya?" Tanya Mona hati-hati. Wajahnya tidak bisa bohong, ada guratan cemburu serta ketidak sukaan disana. Mengetahui kenyataan dimana Raka berhasil berpaling darinya membuatnya merasa tidak puas. Apalagi berita tentang Raka yang akan di promosikan menjadi tim nasional, membuatnya semakin gelisah membayangkan Raka akan menjadi idola para wanita lain.

Raka sudah kaya sedari lahir, uang bulanan yang ia dapat dari kedua orang tuanya bahkan lebih banyak dari gaji dan bonus yang ia dapat dari kemenangannya kemarin. Ditambah lagi peringainya yang mudah bergaul dan akrab dengan semua orang, membuat Mona semakin terbakar cemburu dengan kemungkinan-kemungkinan di masa depan.

Dan lagi, sekarang saingannya adalah seorang Pertakaza. Semua orang pasti berpikir mereka serasi, sepasang Dewa-Dewi yang bersatu. Negara ini pasti akan sangat heboh jika suatu hari mereka menyebarkan berita pernikahan. Pikiran Mona tidak salah, di masa depan, pernikahan keduanya akan sangat megah hingga di liput oleh berita Asia. Pernikahan mereka bahkan dihadiri oleh konglomerat-konglomerat dari berbagai negara tetangga.

Dan ya, semua kemegahan itu akhirnya hancur dengan berita kecelakaan yang dialami oleh Raka. Banyak media yang ingin tau bagaimana perkembangan sang Atlet, namun para keluarga menutup mulut mereka rapat-rapat. Tidak ada yang boleh tau bagaimana keadaan Raka, karena itu permintaannya.

Posisi Deka yang saat itu tersisa beberapa langkah lagi untuk dapat promosi pun ikut tertunda karena harus fokus menjaga Raka dibeberapa bulan pertama. Niatnya, jika saat itu ia dapat di promosikan, dia akan membangun usahanya sendiri dari nol. Membangun Brand dan Perusahaannya sendiri, tapi semua kini hanya mimpi.

"Benar, aku berpacaran dengannya. Kenapa memang?" Jawab Raka acuh. Walaupun bibirnya berkata ketus, namun jauh di dalam hatinya ia sedang gugup.

Mona tersenyum kaku. "Kau mencintainya?" Tanyanya straight to the point, menatap Raka penuh selidik.

Mendengar itu Raka mengepalkan tangannya di bawah meja. Mengapa pertanyaan itu terdengar seolah dia sedang di introgasi oleh istri yang memergoki suaminya selingkuh?

"Kenapa kamu bertanya begitu? Tentu saja aku mencintainya, dia yang membuat hari-hariku lebih hidup setelah dibuang olehmu! Dia yang mengisi waktuku agar aku tidak selalu memikirkanmu, dan dia berhasil. Jadi tidak ada alasan untukku tidak mencintainya."

"Bohong." Sahut Mona santai, Raka menatap Mona tajam.

"Perasaan itu hanya perasaan nyaman yang kau dapat ketika dia menempati tempat yang seharusnya milikku, Adam." Mona mulai terisak, ia tidak bisa dan tidak mau mengakui jika Raka sudah tidak mencintainya lagi. "Kamu masih mengharapkanku kan? Tidak bisakah sekarang aku mengambil posisiku lagi?" Ucapnya penuh isakan.

"Jangan konyol! Sudah tidak ada lagi tempat untukmu disisiku, Mona. Kau sudah bertunangan so live you best life with him, aku tidak mau lagi merasakan sakit hati untuk ketiga kalinya!"

"You won't, Adam! You won't! Aku sangat ingin bersama denganmu sedari awal kita dekat."

"Jangan membual hanya untuk mendapatkan simpatiku! Aku tidak mau dan tidak akan percaya pada semua omongan manismu lagi!"

"I'm sorry." Raka mendengus mendengar ucapan maaf yang sering kali keluar dari mulut Mona. Sedangkan Mona menatap Raka dengan penuh kesedihan.

"Dia.. he cheated on me. Seharusnya, seharusnya aku tidak mendengarkan kata ayah." Ucapnya setelah beberapa menit mereka terdiam. Mona menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Matanya sudah sangat sembab dan ia tidak ingin memancing perhatian publik.

"Maksudmu?" Kini perhatian Raka teralih, Raka menatapnya penuh selidik. Mona mengusap sisa air matanya dengan tisu yang Raka berikan. Dia terdiam beberapa menit untuk mengatur nafanya.

"Ayah yang memintaku untuk bertunangan dengan Caleb, untuk meringankan beban perekonomian dan hutang keluarga. Saat itu ayah terancam di pecat karena anak-anak didikannya belum juga ada yang dilirik oleh tim nasional. Tapi dia tetap bertahan dengan segala janji yang ia berikan pada direktur, karena dia yakin satu dari anak didiknya akan berhasil sebentar lagi, dan itu adalah kamu, Dam. Dia sangat bergantung dengan bagaimana nasibmu ke depannya. Dan hal itu akan terwujud sebentar lagi, aku tau kamu pasti akan mendapat posisi itu. Karena itulah, saat mengetahui Caleb berselingkuh, dan dia sering memukulku, aku-"

"Dia apa?!" Potong Raka saat mendengar sepenggal kata itu keluar dari mulut Mona.

"Dia sering memukulku karena aku masih menyimpan foto-foto kita di ponselku, bahkan saat kamu mengantarku pulang di malam reuni dia membenturkan kepalaku ke setir mobil. Aku sudah menceritakan kekerasan yang aku dapat ke ayah, tapi dia hanya menyuruhku untuk bersabar dan jangan memancing amarah Caleb, I just.. I can't hold on any longer, Adam. Take me with you, I'm begging you." Ucapnya kembali menangis.

Raka terdiam sejenak, mengapa respon hati dan pikirannya pada masalah Mona tidak bisa ia palingkan, atau berusaha menutupnya dengan rasa sakit hati karena tertolak dua kali. Entah sebagaimana ia memikirkan sakit hatinya, perasaannya tetap menolak, hatinya terketuk. Raka pun menyodorkan sapu tangan untuknya, dan menepuk pelan kepala Mona yang sedang tertunduk.

Mendengar pengakuan Mona entah mengapa membuat Raka sangat marah, pada Caleb juga pada Coach Andre.

Apa yang dia harus lakukan sekarang? Mengapa ia merasa sedang berada di tengah dilema yang seharusnya tidak pernah ada sebelumnya.

Sementara di ujung ruangan itu, ada sepasang mata yang memerah menahan marah.

"Bajingan! Kalian sama saja!"

LealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang