39 ⚠️

4.1K 107 1
                                        

⚠️Blood warning⚠️

Liam mengendarai mobilnya dengan ugal-ugalan. Kedua tangannya gemetar dan wajahnya pucat. Kedua matanya sesekali mengarah ke sepion tengah, melihat keadaan Deka yang terbaring lemah di sana.

Sesampainya di apartemen, Liam langsung berjalan cepat menuju unit Deka dengan perasaan bersalah karena terlambat 2 jam. Jakarta sangat macet malam ini, padahal waktu sudah hampir pukul 10 malam. Dia terus merutuki dirinya sendiri selama perjalanan, sesekali ia menelpon Deka hendak menjelaskan, namun wanita itu tidak mengangkat panggilannya. Hal itu membuat Liam semakin khawatir dan mulai berpikiran yang bukan-bukan.

Lantas benar saja. Sesampainya ia di unit apartemen Deka, dia langsung mendobrak pintu kayu berkunci ganda itu karena setelah 15 menit menekan bel, Deka tidak juga muncul. Tidak mudah, dia bahkan harus mengulangnya hingga 4 kali, dia yakin saat ini bahunya memar. Tapi bukan itu yang menjadi kekhawatirannya sekarang. Liam masuk dan langsung memanggil-manggil nama Deka, mencarinya di seluruh tempat di lantai satu, tidak menemukan siapapun, dia langsung berlari menaiki tangga menuju kamar wanita itu.

Sesampainya disana, ia langsung menegang melihat penampakan di depan mata. Deka tengah terkapar dengan beberapa luka sayat pada kedua lengannya. Genangan darah menghiasi hampir setengah alas tidur berwarna putih itu. Wajah Liam memucat, kakinya sudah sangat lemas saat itu, namun ia harus kuat. Dengan sekuat tenaga ia berlari dan langsung menekan luka-luka sayat yang cukup dalam itu.

"Pumpkin? Hei! Kau mendengarku!?" Liam langsung mendekatkan jari yang berlumur darah itu ke hidung Deka, masih bernafas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pumpkin? Hei! Kau mendengarku!?" Liam langsung mendekatkan jari yang berlumur darah itu ke hidung Deka, masih bernafas. Ia dengan asal langsung membongkar lemari Deka dan meraih apapun yang dapat membalut luka itu, menahan darahnya sebisa mungkin. Setelahnya, ia langsung membopong tubuh kecil itu dan berlari menuju tempat mobilnya terparkir.

"Apa yang terjadi, apa yang terjadi. Kenapa kau melakukan ini!?" gumamnya marah. Dia tidak bisa tidak takut, ia takut, sangat takut. "Jangan dia, Tuhan. Aku mohon jangan dia" Lanjutnya dengan mata yang sudah berair. Mengatakan permohonannya untuk kedua kali, tapi akankah itu terkabul? Dia bukanlah umat yang baik.

 Mengatakan permohonannya untuk kedua kali, tapi akankah itu terkabul? Dia bukanlah umat yang baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sesampainya di rumah sakit, ia langsung membawa Deka ke dalam gendongannya menuju IGD. Disana, ia sudah ditunggu oleh dokter Jessica, dia adalah kerabat jauh dari Mama Kesya, dia menjabat sebagai direktur dan dokter terbaik di rumah sakit milik A's Company. "Disini, Liam!" Dokter Jessica dan beberapa suster sudah siap dengan brangkar di depan pintu masuk UGD ketika melihat sosok yang menghubunginya beberapa saat lalu telah tiba. Liam langsung merebahkan tubuh Deka di sana, dan ia di arahkan untuk menunggu di luar.

Disini lagi, batinnya miris.

Liam mendudukan dirinya di kursi besi itu. Kemeja dan tangannya masih bernoda darah Deka. Dia memperhatikan warna pekat itu dan langsung mengepalkan kedua tangannya, berdoa dengan tulus. Bila perlu mendesak Tuhan untuk menyelamatkan wanitanya.

Dari arah samping dapat ia lihat Bita berlari dengan wajah sembab dan khawatir, dia juga sudah menghubunginya tadi. Di belakangnya terlihat sosok lelaki yang Liam yakini adalah calon suami masa depan adiknya kelak, mereka akan hidup bahagia.

"Kakak? Apa yang terjadi? Bagaimana Hanah?" Tanyanya sesampainya di hadapan Liam yang sedang menatap kosong bercak darah pada telapak tangannya. Bita mendekap mulutnya terkejut melihat begitu banyak bercak darah yang menghiasi kemeja Liam. Dia bahkan sudah berpikir Deka pasti kritis karena kehilangan darah sebanyak itu dan ia mulai menangis.

"Suicide" ucapnya lemah. Bita langsung kehilangan keseimbangannya jika saja Kehan tidak menahan tubuhnya. "Ini salahku, ini salahku.." gumam Bita. Liam mengangkat pandangannya, menyadari sesuatu. Adiknya itu telah memutuskan untuk tinggal bersama Deka sejak beberapa hari lalu, yang artinya dia adalah orang terakhir yang bertemu dengan Deka malam ini.

Liam beranjak dari duduknya dan langsung menatap nyalang adik perempuan satu-satunya itu.

"Apa yang telah kau lakukan, Bitana?" Tanyanya dengan nada geram yang tertahan, Bita menatapnya takut. "Bro, easy. Dia juga sedang terguncang" ucap Kehan yang dengan perlahan menyembunyikan Bita di pelukannya. Liam menatapnya dingin, seakan terganggu dengan panggilan yang Kehan layangkan padanya. "Aku menunggu jawabanmu setelah Hanah stabil, dan kau, Don't cross the line." Ancam Liam dan seketika Kehan menyadari kesalahannya.

"Tetap disini, aku akan menelpon ayah Andres dan kak Seze"

"Tunggu, kakak!" Bita menahan lengan Liam. "Jangan beritahu mereka" lanjutnya.

"Apa maksudmu? Mereka harus tahu keadaan Hanah, ini sudah masuk tahap percobaan bunuh diri, Bita. Dia tidak hanya butuh dokter, tapi juga terapi mental, bahkan aku bisa saja memasukkannya ke rumah sakit jiwa agar hal ini tidak terjadi lagi. Tidak ada yang tau setelah ini dia akan melakukan apa lagi, selanjutnya akan lebih sulit karena dia tidak menunjukkan tanda-tanda akan melakukan self-harm sama sekali, dia sudah berada di titik yang sangat rentan. Andai saja aku menyelesaikan kuliahku.."

"Kakak.." Bita menatap nanar sosok Liam, dia baru saja kehilangan dan sekarang dia hampir saja kehilangan lagi. Dapat Bita lihat, sebesar apa rasa khawatir dan sayang Liam pada Deka.

"Kak, dengarkan aku. Mereka akan menanyakan alasan mengapa Hanah mengambil tindakan ini dan kita tidak memiliki jawabannya, akhir-akhir ini dia sangat tenang tanpa ada tanda-tanda yang menunjukkan itikad bunuh diri, bahkan dia tidak menderita penyakit apapun, dia bersih. Sementara obrolanku dengannya malam ini tidak boleh diketahui oleh siapapun karena itulah alasan dia seperti ini." Liam menatapnya dalam, tidak boleh diketahui oleh siapapun? Apa mungkin? Mungkinkah? Hanah, dia sudah mengatakan situasinya pada Bita? Liam bertanya-tanya dalam benaknya.

'Jika benar, maka hal ini benar-benar tidak boleh diketahui oleh siapapun'

Liam kembali menatap sang Adik, berusaha menemukan jawaban atas rasa penasarannya pada manik hazel itu. Liam membuang nafas pelan. "Termasuk aku?" Dan Bita pun mengangguk lemah. Liam meraup wajahnya frustasi, dia ingin tau tapi jika ia mendesak Bita untuk berkata jujur maka akan sangat merepotkan nantinya.

"Beritahu kekasihmu untuk tidak memberi kabar pada lelaki itu juga" ucapnya mengalah.

"Tidak akan pernah" desis Bita dengan nada suara yang teramat marah.

Jadi benar, jika begini akan sangat mudah, tentu saja dengan Bita yang berada dipihakku. Batin Liam.

"Keduanya" lanjutnya dan berlalu pergi dari sana, meninggalkan Bita yang tengah kebingungan, siapa maksud Liam yang satunya?

LealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang