41

1.9K 85 0
                                    

Rasa sakitnya nyata.

Bagaimana darah itu mengalir pelan membasahi pergelangan tangannya, membuatnya sadar, apa yang saat ini terasa berat pada dadanya, ternyata lebih sakit dari luka gores yang ia ciptakan.

Tanpa sadar, untuk mengalihkan rasa sesak itu, ia lantas melanjutkan goresan itu pada lengan yang satunya. Rasa sakitnya teralihkan.

Entah bagaimana ia sedikit merasa lega, namun matanya semakin berat, ia mengantuk. Ternyata tidur bisa sedamai itu, dia tidak memimpikan apapun yang membuatnya terbangun di tengah malam lagi. Sempat merasa dirinya munafik, namun apa yang bisa ia lakukan? Ia tidak ingin rasa sesaknya kembali ia rasakan esok paginya, jadi hanya satu jalan keluarnya, bukan?

Tapi anehnya, ia terbangun.

Di tengah remangan cahaya lampu downlight, air matanya menetes karena sebuah tamparan telak yang membuatnya ingin kembali tertidur.

"Ternyata aku salah" gumamnya.

--

"Morning" Sapa Liam pada Deka yang sedang berbaring lemah di atas brangkar. Pria itu baru saja selesai mandi dan tengah merapikan kancing polo shirt nya. Ia hendak kembali ke kantor, hanya untuk mengambil berkas dan mengerjakannya disini.

Malam itu, saat Deka mendengar obrolan Kehan dan Bita, ia tak langsung menunjukkan bahwa ia sudah sadar. Alih-alih bertanya dan menuntut jawaban yang sejelas-jelasnya, ia hanya diam. Dapat Deka dengar juga Liam datang bertepatan ketika Bita mengatakan "Jauhi Raka dari Hannah, jangan beritau dia apapun!" Disana Kehan ingin kembali mempertanyakan sikap dingin Bita yang tiba-tiba, namun ia urungkan karena Liam.

Bita pun pamit dan meminta Liam saja yang menemani Deka disini, ia masih belum sanggup untuk bertemu dan tatap muka dengan sahabatnya kita ketika ia siuman.

"Morning. Apa kau melihat ponselku?"

"Bita yang bawa, jika kau butuh akan ku ambilkan saat di kantor"

'Dia tidak bohong' batinnya. Deka tau, dia dengar saat Bita meminta ponselnya pada Liam, entah apa yang akan ia lakukan dengan ponsel itu.

"Tidak, tidak perlu. Aku hanya bosan, pulangnya belikan Kindle, ya?" Liam menatapnya dalam. Sejak tadi, ia ingin sekali membahas tindakan nekat yang telah Deka lakukan, namun ia tau, justru itu hanya akan membuatnya semakin tertekan. Liam mengalihkan tatapannya pada kedua pergelangan tangan yang masih terbelenggu besi itu, Deka sama sekali tidak mengeluh perihal itu sedari tadi. Dan yang membuatnya merasa semakin aneh adalah, Deka tidak menyebut nama Raka sama sekali.

"Tentu, anything else?"

"Bawakan diffuser, oil nya lavender, sage dan rosemary." Liam tersenyum tipis.

"I'll be back as soon as possible. Aku sudah menaruh bel darurat di dekat tanganmu, jika butuh apapun suster akan membantumu, jangan melakukan hal yang tidak aku suka, Hanah, aku mohon." Deka membuang pandangannya, menghindari tatapan tajam dari Liam. Melihat itu Liam berjalan mendekat, mendudukkan dirinya di pinggir brangkar. Liam menggenggam pelan pergelangan tangan Deka yang terbalut kain kasa, mengelusnya pelan dengan ibu jari.

"Aku sangat ingin tau apa yang membuatmu melakukan hal itu out of nowhere begini. Apa yang menyakitimu? Siapa yang menyakitimu? Aku ingin tau dan sesegera mungkin mengakhiri hidupnya, tapi aku hanya akan menerima aduan itu keluar dari mulutmu tanpa aku yang memaksanya. You're my princess, Hannah. Tapi mengapa kau seperti ini? Hanah-ku bukan wanita yang lemah. Kau sendiri yang menolong dan memarahiku untuk tidak pernah melakukan hal itu dan ironisnya, kau juga melakukannya, dan aku yang menolongmu. Aku benar-benar ingin menebus kesalahanku, Hanah. I hate the fact that I've hurt you, dan itu sudah menjadi pukulan telak untukku. I've been so protective over you all this time, I thought maybe it might make you uncomfortable, but turns out, you really need to be treated like that. Aku menjagamu selama ini, bahkan duri pun tidak ku izinkan menyentuh kulitmu and you? How dare you hurt yourself in front of me. Aku bahkan tidak sanggup mengeluarkan kata-kata jahat untuk menyadarkanmu dari dosa yang sudah kau lakukan, dan aku memang bukan orang yang berhak berbicara perihal dosa. Jadi disini aku hanya bisa memohon padamu, Don't lure my dark side with something I hate, rabbit. Please." Deka menatap raut wajah sayu Liam dan mulai mengangguk kecil.

"Thank you"

"Be careful."

"I will, princess, bye."

--

Raka terbangun dengan kenyataan yang sama, tidak ada balasan apapun dari Deka sejak kemarin. Ia sempat mengirim pesan pada Bita, menanyakan dimana gerangan kekasihnya, namun Bita pun tidak juga membalas pesannya dan membuatnya semakin semerawut.

Apa ini karma? Karma karena Raka selalu sibuk dan jarang ada waktu untuk Deka? Apa Deka sengaja membalasnya seperti ini? Jika iya, dia sungguh kekanakan! Ia kan sibuk karena harus mengejar mimpinya. Beberapa minggu terakhir ia kerap datang ke akademi untuk mendekatkan diri dengan pemain dan pelatih tim nasional karena ia punya firasat baik perihal jenjang karirnya dan ingin membaginya pada Deka sesegera mungkin, namun wanita itu malah menghilang.

"Hallo, Key? Apa Bita ada bersamamu?" Raka pun memutuskan untuk bertanya ada Kehan, mungkin saja dia mengetahui sesuatu.

"Oi, Ka. Umm, tidak. Memangnya kenapa?"

"Aku tidak dapat menghubungi Kara dari kemarin, dia juga tidak membalas pesanku. Aku penasaran dan bertanya padamu karena mungkin saja kau tau, kan Bita sahabtnya Kara. Apa dia tidak ada cerita apapun?"

"Umm, yang aku tau Bita sedang sibuk dengan urusan kantornya, dan terakhir yang ku dengar sepertinya dia meminta bantuan Kara untuk itu." Suara Kehan terdengar template, seakan dia sedang mengikuti kata-kata seseorang, namun Raka tidak mencurigai apapun.

"Benarkah? Mengapa dia tidak mengabariku ya?"

"Sepertinya memang sibuk, Ka. Pesanku juga belum di balas oleh Bita. Aku pun tau dari satpam di rumahnya."

"Hmm, baiklah. Kau sibuk? Aku senggang hari ini, ayo hang out, kabari Angga."

"Okay, siap!"

Panggilan itupun berakhir dengan Raka yang merasa kesepian. Biasanya jam-jam segini dia akan menemukan banyak pesan text dari Deka yang menyemangatinya, mengingatkannya makan, menanyakan kegiatannya dan Raka akan merangkum semuanya dengan lengkap untuk Deka.

"I miss you" Gumam Raka.

Ting!

Sebuah pesan masuk muncul di layar ponselnya. Disana tertera sebuah nomor asing yang ia tau persis, siapa pengirimnya.

"Hi, apa kau ada waktu? Bisa kita bertemu?" Raka menatap lurus pesan itu, berbeda dengan raut wajahnya yang datar, tangannya justru menggengam ponsel itu kuat, entah apa yang sedang ia rasakan.

LealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang