Paradisa City

59 2 0
                                    

Meski sudah beberapa kali ke Paradisa City, Anjani terpukau begitu memasuki area kota buatan tersebut. Rasanya berbeda memasuki area ini begitu semuanya sudah lengkap, meski masih ada pembangunan kloter kedua.

Ingat saat pertama kali dirinya menginjakkan kaki di tempat ini bersama suaminya, masih dalam bentuk tanah rata. Tepatnya dua tahun yang lalu. Lalu ia sesekali datang ke tempat ini untuk melihat progress-nya. Tak percaya rasanya sekarang sudah rapi dan cantik karena didekor sedemikian rupa.

Ia kini sedang di dalam mobil bersama suaminya, putrinya, Lisa, seorang baby sitter dan tentu saja supir. Anjani yang sedang memangku putrinya, langsung membuka kaca jendela dan membuat putrinya berdiri di atas pangkuannya sehingga bisa melihat langsung keluar. Putrinya itu tampak senang sambil tertawa-tawa.

Suaminya yang sedang sibuk membalas pesan langsung protes. "Sayang, itu kepala Dara jangan boleh keluar-keluar jendela begitu." Ujarnya kesal. "Lagian bahaya nanti kalau rem mendadak. Sudah kasih Lastri, biar ditaruh di baby seat."

Suaminya itu dari semalam memang terus bad mood sejak bertemu Mona kembali, maka Anjani bisa mengerti dan pelan-pelan menjelaskan alasannya.

"Sayang, Dara itu 'kan di rumah terus dan jarang keluar, ini bagus lho buat stimulus dia. Dia juga belum pernah ke sini. Lumayan bisa lihat mini zoo, danau ..."

"Bisa nanti habis acara pembukaan, 'kan?" Potong Arman. "Nanti juga ada waktu buat keliling, kok. Bahkan bisa masuk ke semua tempat itu."

"Lagipula ini sudah mau sampai dan ga perlu di baby seat." Anjani masih mengeyel. "Kita waktu masih kecil juga ..."

"Sekarang kita bukan orang susah!" Nada Arman tiba-tiba saja meninggi. "Aku ... kamu, kerja keras supaya Dara hidup jauh lebih nyaman. Kamu ngerti ga bahayanya bayi kalau ga ditaruh di baby seat?"

Anjani pun kaget suaminya semarah ini. Lisa yang biasanya cerewet juga hanya diam ketakutan di bangku depan samping supir.

"Udah tutup jendelanya!" Ketus Arman lagi. "Kasih Dara ke Lastri. Gara-gara kamu, aku jadi lupa mau balas apa ke klien."

Anjani pun akhirnya mengalah. "Maaf, Mas." Ia langsung menutup jendelanya, dan menyerahkan putrinya kepada suster yang duduk di baris ketiga. Susternya itu langsung meletakkannya di baby seat di sampingnya.

Anjani kemudian hanya melempar pandangan keluar jendela. Begitu baru memasuki area itu, ia melewati hutan buatan rindang untuk memberikan kesan sejuk. Jalan sedikit ke depan, terdapat mini zoo ala-ala Taman Safari. Anjani bisa melihat beberapa binatang dari dalam mobilnya.

Lalu jalan lagi ke depan terdapat danau dan rumput buatan. Nantinya tempat tersebut bisa dijadikan tempat piknik untuk penghuni maupun pengunjung dari luar. Ia pun tersenyum sendiri melihat pemandangan yang seindah itu.

Baru kemudian mereka melewati area perkantoran ala Silicon Valley, namun tentu saja di sini tak hanya perusahan berbasis teknologi yang berada di sana. Bahkan di sana juga ada cabang kantor Febriant Group. Anjani tersenyum, sepertinya akan enak jika bekerja di sini, lalu sorenya duduk-duduk piknik di taman bersama suami dan putrinya.

Di antara sekian perusahaan, ada satu gedung yang paling menonjol yang merupakan Management Office Paradisa City, tempat Burhan dan Bu Susanti akan berkantor nanti.

Lalu jalan lagi ke depan, terdapat sekolah American School dari jenjang kindergarten hingga university. Sayang, belum ada program pasca sarjana. Jika ada, mungkin Anjani akan melanjutkan kuliah di sini saja.

Lalu jalan lagi ke depan, akhirnya tiba juga di area perumahan. Area perumahan ini tentu menjadi yang paling luas, karena terdiri dari banyak cluster. Cluster-cluster tersebut juga banyak jenisnya, mulai dari yang level menengah hingga yang paling elit. Area perumahan inilah yang masih ada pembangunan tahap dua.

Lalu area tempat tinggal selain rumah, ada juga apartemen. Sehingga mereka bisa memilih sesuai preferensi ingin tinggal di rumah atau apartemen. Tower pertama kemarin sudah habis terjual, dan kini juga sedang dilakukan pembangunan tower kedua.

Baik area perumahan maupun apartemen, semuanya tentu dilengkapi dengan fasilitas kolam renang dan juga sport club. Jika sudah tiba di area ini, itu artinya sebentar lagi akan tiba di venue acara.

Lalu supir sedikit berbelok, dan sekarang mereka melewati area pusat perbelanjaan seperti mal, pasar modern dan juga ruko-ruko. Sejak di pintu masuk hingga tempat mereka sekarang, mereka beberapa kali melihat iklan hampir seluruh perusahaan Febriant Group dan juga Pang TV. Mulai dari iklan dalam bentuk billboard hingga megatron. Vibes Paradisa City seperti Orchad Road Singapore. Di mana ada jalur mobil, terdapat traffic light seperti jalan umum, jalur pejalan kaki yang nyaman dan tak lupa jalur sepeda.

Petugas keamanan juga tersebar di berbagai sudut. Jika ada yang membuat onar, para sekuriti ini tak segan menegur dan memberikan sanksi kepada para pembuat onar tersebut. Untuk penghuni Paradisa City, disediakan sticker mobil khusus agar petugas keamanan bisa membedakan dengan kendaraan pendatang. Mobil keluarga pemilik Febriant Group dan juga Pangestu mendapatkan sticker yang berbeda lagi.

"Sayang, nanti aku 'kan sibuk mondar mandir," Arman membuyarkan lamunannya, "nanti kamu tolong urusin wartawan, ya. Sekalian info kalau sekarang kamu VP Febriant Land, tapi Fajar sama Irene sih harusnya gerak cepat." Pria itu masih sibuk dengan ponselnya.

"Iya, Mas."

Anjani langsung bersiap karena sebentar lagi akan tiba. Venue tempat acara pembukaan akan diselenggarakan, yaitu di theme park. Theme park yang vibes nya akan mirip dengan Disneyland maupun Universal Studio, yang diberi nama Pang TV Studio. Wahana di dalam sana mayoritas berisi beberapa karakter yang berada di Pang TV. Luas theme park sendiri saja sudah 40 hektar, yang terdiri dari indoor dan outdoor.

Akhirnya mereka bisa juga melihat logo Pang TV Studio dari kejauhan. Anjani pun tersenyum lebih lebar dari sebelumnya dan sontak menoleh ke belakang untuk memberitahu putrinya.

"Dara, kita udah sampai theme park nya Dara, tuh!" Anjani sambil menunjuk ke depan.

Arman akhirnya melepas pandangannya dari ponselnya dan ikut melihat ke depan. Wajahnya kini bisa tersenyum dan ikut menimpali.

"Dulu Papa buat ini, inspirasinya dari Mama kamu yang suka banget sama Disneyland." Ujar Arman kepada putrinya.

Sontak semuanya menjadi cair dan saling tertawa.

"Jadi, kalau Mama tiba-tiba ngidam mau ke Disneyland, ga usah jauh-jauh ke Amerika atau Jepang," kelakar Arman. "Ajak aja ke sini."

Anjani dan Lisa pun tertawa lagi, sedangkan putrinya yang belum mengerti hanya asyik sendiri.

"Hampir sama, kok. Sampai Papa dan Om Bara ciptain banyak karakter baru buat Pang TV. Biar banyak kayak di Disney." Lanjut Arman lagi sambil melihat istrinya mesra.

"Ah, so sweet." Pekik Lisa. "Duh, beruntung banget sih Kak Anjani, disayang banget sama suaminya sampai dibikinin Disneyland segala. Ada nggak ya nanti cowok yang mau buatin aku candi?"

"Makanya!" Timpal Arman. "Jadi perempuan itu harus kayak Kak Anjani, baik, sabar, lemah lembut, nggak dikit-dikit ngambek, nggak dikit-dikit marah, nggak posesif, terus pintar juga bisa diajak diskusi, lucu, imut, menggemaskan."

Anjani pun langsung tersipu sampai tak dapat berkata-kata.

"Buset, banyak amat syaratnya." Celetuk Lisa. "Nggak sekalian aja bisa membelah lautan?"

Mereka semua tertawa.

"Udah, kamu fokus aja masuk ke perguruan tinggi yang bagus dua tahun lagi." Ujar Arman kepada adiknya. "Cepetan lulus terus kerja bantuin kita. Nggak usah mikirin cinta-cintaan."

Tak terasa mereka sudah tiba di area theme park tersebut.

NeglectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang