Sebuah Pelajaran Berharga

68 2 0
                                    

Anjani berinisiatif ke rumah Oma Lidya terlebih dulu untuk meminta maaf sebelum pulang ke rumahnya. Di depan, kebetulan ia bertemu dengan Burhan yang baru keluar dari rumah tersebut.

"Eh, Anjani. Mau ketemu Oma?" Sapa kakak sepupu iparnya itu.

Anjani pun tersenyum. "Iya, nih, Mas. Oma lagi sibuk ga, ya?"

"Nggak, kok. Lagi ada di ruangan kerjanya."

Anjani pun mengangguk. "Ya udah, aku masuk dulu ya, Mas."

"Oh iya, Anjani sebentar." Cegah Burhan. "Mau minta tolong bisa?"

Anjani mengangguk. "Minta tolong apa, Mas?"

Burhan pun tampak ragu bertanya. "Ini ... Clara 'kan butuh teman perempuan buat temenin dan kasih dia saran soal gaun pengantin yang bagus, MUA, pokoknya segala urusan pernikahan. Kira-kira ... kamu bisa bantu Clara, nggak?"

"Oh bisa kok, Mas." Sahut Anjani mantap sambil mengangguk cepat. "Bisa ... bisa."

"Ya sudah, nanti biar Clara yang kontak kamu ya. Sama satu lagi, Anjani." Burhan jeda sejenak. "Clara 'kan nggak punya teman perempuan ... nah, soal bridesmaid ... kira-kira kamu bisa bantu bujuk Atiqah, Putri dan Mila nggak ya?"

"Oh, kalau soal itu ..." Anjani pun bingung harus menjawab apa mengingat bagaimana mereka bertiga membenci Clara. "Aku coba ngomong dulu sama mereka ya, Mas."

"Tolong banget ya, Anjani." Sepupunya itu tampak memohon. "Kasian Clara kalau nggak ada bridesmaid."

Anjani mengangguk. "Iya ... iya, Mas. Aku usahain."

"Terima kasih banyak ya, Anjani. Ya sudah kamu cepetan masuk gih sebelum Oma mandi."

"Baik, Mas, permisi."

**********

"Permisi, Oma." Sapa Anjani begitu baru memasuki ruangan kerja Omanya. Beliau tampak sedang melakukan sesuatu di meja kerjanya.

"Masuk, Anjani." Sahutnya lantang. "Duduk."

Anjani pun langsung menuruti permintaan Omanya itu. Begitu sudah duduk di depannya, ia langsung membuka pembicaraan.

"Oma, aku mau minta maaf soal ..."

Omanya itu langsung memberi isyarat dengan tangannya agar Anjani berhenti bicara.

"Saya mau dengar dulu soal Kab. Bogor."

"Oh." Anjani langsung mengambil tab-nya dan menjelaskan semua hasil pekerjaannya saat di Kab. Bogor tadi. Oma Lidya terlihat puas.

"Oke bagus, Anjani." Puji Oma Lidya. "Kamu menebus kesalahanmu tadi pagi dengan pekerjaan di Kab. Bogor. Kamu benar-benar membantu pekerjaan Arman."

"Ini juga karena bantuan Fajar dan karyawan lainnya, kok. Oiya, soal tadi pagi ... Anjani benar-benar minta maaf ya, Oma. Maaf juga Anjani ga angkat telepon."

Oma Lidya menghela napas.

"Saya nggak mau ya ada kejadian seperti ini lagi. Hari ini kita beruntung, lho, Arman berhasil meredakan kecaman di sosial media. Monita Monita itu, akhirnya juga nggak berkutik sekarang."

"Maaf, Oma." Sesal Anjani.

"Menjadi seorang pengusaha itu, harus punya sikap yang tenang, jangan mudah terpancing dengan musuh. Biasakan belajar berpikir apa yang harus dilakukan jika menghadapi serangan seperti tadi. Belajar mencari tau kelemahan lawan. Padahal banyak sekali tadi kelemahan dia yang harusnya bisa kamu balas."

"Iya, Oma."

"Ingat, karena kamu sudah memasuki dunia property, kedepannya kamu akan banyak menghadapi masalah yang lebih berat dari ini. Kamu akan berhadapan dengan banyak mafia, penjahat, diintimidasi, diancam, diteror. Jadi persiapkan mental kamu mulai dari sekarang. Banyak tanya-tanya sama suami kamu soal itu."

NeglectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang