Nasib Mona

121 13 0
                                    

Sejak tadi, Arman terus menelepon dan mengiriminya pesan permintaan maaf serta permohonan jangan cerai, namun Anjani tak menggubris. Dalam kondisi seperti ini, suaminya pasti mau mengabulkan segala permintaannya. Maka ia pun memanggilnya dengan panggilan video call.

"Anjani, sayang," wajahnya tampak bahagia menerima panggilan tersebut, "kamu mau maafin aku, 'kan? Kita ga jadi cerai?"

"Kita ga jadi cerai kalau kamu mau penuhi permintaan aku, Mas." Sahutnya mantap.

"Apa ... apa?" Tanya Arman penuh semangat.

"Aku butuh bantuan."

"Kamu butuh bantuan apa? Apapun yang kamu minta, aku pasti bantu." Ujarnya cepat.

"Aku apa boleh pinjam ..."

Anjani tampak ragu-ragu melanjutkannya.

"Pinjam apa, Sayang? Uang? Uang kamu habis? Ya udah aku transferin lagi, ya," ucap Arman sok tahu, "atau mobil? Tadi kamu disuruh bawa mobil ga mau."

Anjani menggeleng.

"Aku mau pinjam helikopter, Mas," ujarnya cepat.

"Wah, kamu dikepung wartawan ya di sana? Jadi ga bisa lewat?" Arman langsung khawatir kemudian mengomel, "ini security Paradisa City gimana, sih, kok biarin wartawan masuk? Ya udah, kalau gitu aku aja yang jemput kamu pakai voorijder, sekalian kasih tahu Burhan biar wartawan-wartawan itu diusir."

"Bukan buat aku, Mas," ujarnya pelan. "Aku ga dikepung wartawan, tapi buat ... Mona."

Arman langsung mengernyitkan dahi. "Gimana?"

Anjani menghela napas lagi. "Kondisi Mona sekarang terjepit, Mas," ujarnya memohon, "sekarang yang dia mau ... dia bisa kabur ke negara lain sama anaknya."

Anjani jeda sejenak.

"Apa bisa bantu mereka, Mas? Heli mendarat di rumah Mona dulu terus nanti jemput Amanda di panti ... lalu nanti antar mereka ke bandara. Bisa lakuin itu untuk aku?"

Arman yang tadinya penuh semangat langsung terdiam kemudian menghela napas panjang.

"Aku ngerti kamu pasti keberatan, Mas," ujar Anjani sebelum suaminya berkomentar, "Mona itu ga bunuh orang tuanya, tapi Dwi Adiguna yang melakukannya. Mona memang ga sempurna." Anjani terisak, "dia banyak salah ... banyak dosa sama kita, tapi ... dia ga akan seperti itu kalau dunia ga kejam. Dunia itu kejam buat kami orang miskin, Mas, apalagi yang ga punya orang tua."

Anjani terisak. "Mona cuma punya aku ... satu-satunya orang yang bisa bantu dia. Tolong ya, Mas."

"Masalahnya ... kamu tau sendiri 'kan, pemakaian helikopter itu harus seizin Oma?" Ujar Arman.

"Atau pakai voorijder juga bisa, Mas." Anjani memohon. "Nanti aku bilang Mona dan Bu Dewi supaya cepat buka pagar kalau ada voorijder polisi datang."

Arman menghela napas lagi. "Pertama, Mona itu tidur dengan para investor termasuk Bara ... bukan karena dia butuh dana, diancam atau ga berdaya. Dia itu hypersex, Anjani. Dia yang pertama kali merayu pria-pria itu. Bara sendiri yang barusan cerita. Kondisi Bara juga lagi susah sekarang dan berantem sama Atiqah."

"Mas ..."

Arman memotongnya. "Terus kedua, aku dapat info dari orang kepolisian, kalau Mona itu akan ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan, perselingkuhan dan tersangka kasus video porno. Clara dan Dwi Adiguna sudah membayar kepolisian untuk mengkasuskan masalah ini. Nanti yang ada kita yang bersalah karena membawa kabur buronan."

"Kalau gitu bantu Mona carikan pengacara, Mas, Mona itu ga membunuh, tapi dia memang melakukan kesalahan lainnya. Apa mungkin bisa minta bantuan Ethan, Mas? Untuk meringankan hukuman dia. Clara dan Dwi Adiguna juga harusnya di penjara, Mas."

NeglectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang