Rumah Pohon

195 7 0
                                    

Arman pun kemudian mengajak Anjani menaiki buggy car untuk menunjukkan sesuatu. Tentu saja gadis itu melihat pemandangan yang sama saat buka puasa bersama kemarin, yaitu rumah-rumah lain dan juga fasilitas-fasilitasnya.

"Loh, Mona juga ada di sini?" Tunjuk Anjani saat melihat sahabatnya dan Burhan berenang.

"Iya, dibawa ke rumah Burhan berarti tadi." Arman terkekeh.

"Anjani!" Mona yang melihat mereka pun langsung berteriak kemudian melambai.

Anjani langsung tertawa dan balas melambai.

"Kok siang-siang begini renang, sih?" Anjani tertawa.

"Ya, mungkin karena dia bule dan pengen berjemur siang-siang." Celetuk Arman asal. "Itu Burhan juga sok-sok mau ngikutin bule."

Mereka berdua hanya tertawa.

Arman kemudian membawa buggy car tersebut melintasi lapangan golf, lalu di belakang lapangan golf tersebut ternyata terdapat lapangan rumput yang dibiarkan kosong yang sangat luas. Arman kemudian menghentikan buggy car nya.

"Yuk turun, kita jalan kaki dari sini." Ujar Arman.

"Oh, oke." Anjani langsung turun dan masih bingung apa yang hendak ditunjukkan oleh pria tersebut.

Mereka pun berjalan berdampingan melintasi lapangan rumput.

"Ini memang dibiarin kosong begini, Mas?" Tanya Anjani penasaran sambil melihat sekeliling.

"Jadi ... semua anak dan cucu-cucu di sini dapet jatah tanah dari Oma. Nah, ini tanah aku dan boleh dibangun rumah kalau nikah nanti."

Anjani hanya mengangguk. Ia bisa membayangkan betapa luasnya rumah Arman nanti kalau sudah jadi. Mereka terus berjalan sambil terdiam. Berjalan cukup jauh sampai akhirnya Arman menghentikan langkahnya tepat di sebuah pohon tinggi.

"Ini pohon kita yang baru." Ujar Arman sambil tersenyum kepada Anjani.

"Hah?" Anjani melihat pohon tersebut dengan mulut tergangga hingga mendangak ke atas. Namun ada sesuatu yang tak biasa di atas sana, terdapat rumah pohon.

"Sekarang, kalau kita manjat ke atas, kita langsung masuk ke rumah pohon itu biar nggak kepanasan."

"Mas ..." Anjani sampai tak dapat berkata-kata. "Ini Mas yang bikinin rumah pohon itu? Untuk kita?"

"Yang bikin sih tukang." Arman terkekeh. "Aku cuma konsep aja."

Anjani hanya memandangi kagum rumah pohon dari kayu coklat tersebut.

"Ingat 'kan yang Mas bilang mau cari pohon baru untuk kita?" Lanjut Arman juga sambil melihat ke atas. "Ini dia."

Arman jeda sejenak kemudian kembali menoleh ke belakang melihat lapangan rumput kosong yang mereka lintasi tadi.

"Aku sengaja pilih pohon di tanah ini ... karena ini ... lahan ini, yang nantinya akan dibangun rumah kita, istana kita yang luas. Area ini akan dijadikan backyard."

"Ru ... rumah kita?" Anjani tersentak.

Arman mengangguk. "Nanti saat kita menikah, terus lagi santai libur kerja ... Kita refreshing di backyard sama anak-anak. Terus nanti kita naik ke rumah pohon itu sama-sama. Kita bisa main monopoli atau melakukan kegiatan apapun di atas sana."

"Nikah?" Tanya Anjani tak percaya. Gadis itu masih belum berani membayangkan itu, karena ia saja belum dikenalkan kepada kedua orang tua dan juga Omanya. Belum tahu nanti reaksi mereka akan seperti apa.

Arman pun mengangguk mantap sambil melihat rumah pohon tersebut. "Selama ini, aku punya banyak pacar termasuk Clara, tapi aku nggak pernah kepikiran mau nikahin mereka. Beda sama kamu, kamu satu-satunya perempuan yang nggak mau aku selingkuhin, dan ... yang mau aku nikahin."

NeglectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang