Saat Anjani Harus Memilih

359 13 0
                                    

Anjani hanya mampu memejamkan mata usai Fajar bercerita. Ingin rasanya ia tak percaya, atau berharap Mona diancam, namun bukti video menunjukkan sebaliknya. Entah bagaimana Fajar bisa mendapatkan video rekaman CCTV saat Dwi Adiguna dan Mona pertama kali bertemu, hingga hubungan sex mereka.

Sahabatnya yang ia percaya selama ini, ternyata membohonginya. Dia adalah seorang ... pelacur? Jenis pekerjaan yang paling membuat Anjani jijik. Ia sendiri tak tahu apa yang dirasakannya sekarang. Ia tak bisa marah, namun tak bisa meninggalkan sahabatnya begitu saja.

Sejak tahun 2019 itu, memang Anjani bisa melihat perubahan sikap pada Mona. Namun, ia tadinya berpikir kalau itu hanya fase perubahan dari dunia kuliah ke dunia kerja. Saat itu, tiba-tiba saja Mona enggan satu kos dengannya lagi dan tiba-tiba saja ia ingin kos di Radio Dalam dan berkata ingin magang dulu di Daintie, tempat kerjanya sekarang.

Harusnya ia sudah curiga saat Mona melarangnya setiap dirinya ingin main ke kosannya, saat Mona memiliki mobil mahal, dan saat Mona mengenakan barang branded.

Bahkan Sonia dan Selvy pernah berspekulasi kalau Mona adalah sugar baby. Anjani yang saat itu tak sengaja mendengar, langsung memarahi mereka, karena saat itu Anjani pikir mereka hanya julid, dan alasan mereka berspekulasi demikian karena Mona terlalu cantik untuk ukuran orang miskin. Itulah awal mula Anjani dibenci oleh geng ghibah dan tak menyangka ternyata mereka benar.

Ia sekaligus kesal. Saat diirinya harus jungkir balik mengorbankan semua keinginannya untuk anak-anak panti, sahabatnya itu malah merelakan kehormatannya demi bisa bersenang-senang. Jumlah yang diberikan Mona untuk panti saja sama dengan dirinya, padahal seharusnya bisa lebih. Membeli barang-barang kebutuhan untuk anak panti saja juga seringnya patungan.

Semuanya itu berawal dari Mona memutuskan berangkat casting ke AD Entertainment, yang Anjani sendiri tak diberi tahu.

"Saat itu Mona seharusnya bisa bermain film bersama Mischa Alexander." Lanjut Fajar membuyarkan lamunannya. "Dia lolos casting meskipun ga bisa akting, karena blasteran. Dan meskipun hanya mendapat peran pendukung, rencananya dia juga akan banyak muncul di layar."

"Film itu akhirnya box office." Timpal Burhan. "Kalau saat itu Mona memilih untuk menjadi artis, mungkin sekarang dia sudah terkenal. Dia bisa sukses dan kaya dengan cara halal. Terbukti artis yang menggantikan peran Mona, sekarang jadi terkenal."

Anjani masih terdiam kaku.

"Kamu nggak bisa tetap berteman dengan dia kalau mau masuk ke keluarga ini Anjani." Ujar Oma Lidya. "Kalau bisa, semua foto-foto kamu di social media yang sama dia, kamu hapus semua. Pokoknya jangan meninggalkan jejak pertemanan kalian."

"Lagian kamu juga terlalu baik untuk jadi temannya dia, Anjani." Timpal Bu Susanti. "Kami di sini mau kasih kamu kesempatan karena kami percaya, kamu itu nggak kayak mantan suami saya dan juga Mona."

"Apa rekaman itu ... semuanya asli?" Tanya Anjani lirih. Itulah kalimat pertama yang akhirnya dikeluarkannya.

"Kamu bisa cek sendiri keasliannya kalau nggak percaya." Sahut Oma Lidya.

"Fajar menugaskan orang buat ikutin Mona." Timpal Bu Susanti. "Fajar juga sampai harus menyogok sekuriti apartemen di Pondok Indah untuk mendapat informasi, dan menyogok pengelola juga supaya bisa masuk unit penthousenya saat tak ada orang, lalu Fajar meletakkan kamera tersembunyi di sana. Oh, kami juga menyogok petugas control room di kantor AD Entertainment, supaya bisa mendapatkan rekaman yang tadi kamu lihat, saat Mona sepakat dijadikan simpanan."

"Kamu harus memilih antara Arman atau Mona, Anjani." Tegas Oma Lidya. "Kamu juga nggak harus jawab sekarang. Pikir-pikir saja dulu. Yang jelas ... kalau kamu memilih kami, selain bisa bersama Arman, kamu bisa saya angkat menjadi CEO Aftive untuk permulaan, bisa kami biayai lanjut kuliah di Amerika, bisa tinggal di sini, di atas tanah yang sudah saya siapkan untuk Arman, dan kami juga akan rutin mendanai panti."

Oma Lidya jeda sejenak.

"Tapi kalau kamu memilih Mona ... kamu nggak hanya akan kehilangan Arman, tapi kamu juga akan kami larang menemui anak panti. Karena mulai besok, panti akan resmi berada di bawah naungan Yayasan Febriant. Bu Dewi juga akan kembali mendapatkan gaji dan tunjangan per bulan."

"Saya tidak bisa jawab sekarang." Ujar Anjani akhirnya. "Saya akan pikirkan dulu."

Oma Lidya pun mengangguk. "Oke, Anjani."

Anjani pun langsung bangkit dari kursinya dengan wajah tertunduk lemas. "Kalau begitu saya permisi."

Gadis itu langsung keluar dari ruangan tersebut. Ia kemudian menuruni tangga dan terus berjalan keluar rumah Oma Lidya dengan pikiran berkecamuk. Ia sampai tak sadar Arman yang sejak tadi mengikutinya, hingga Lisa yang memanggil-manggilnya.

Begitu sudah keluar rumah dan sedang berjalan menuju gerbang rumah, ia baru sadar Arman yang mengikuti dan terus memanggilnya.

"Sayang."

Anjani pun langsung menghentikan langkah kemudian membalikkan badan. Ia menatap pria itu datar.

"Kamu mau ke mana? Ayo aku antar." Ujar pria itu memelas. "Kamu pasti butuh mencerna ini semua, 'kan? Ayo aku temenin."

Anjani menatap pria itu cukup lama tanpa berkedip kemudian menyahutinya dengan suara lirih. "Anjani sudah memilih, Mas."

"Oya? Kamu milih siapa? Kenapa tadi nggak disampaikan saja ke Oma?"

Anjani menggeleng. "Nggak perlu! Mas saja yang nanti sampaikan sendiri, karena Anjani ... pilih Mona."

Air mata gadis itu malah langsung menetes. Mulut Arman pun menggangga.

"Sayang, kamu tadi 'kan lihat sendiri kalau ... "

"Udah cukup, Mas!" Potong Anjani sambil menatap pria itu tajam. "Lima belas tahun ... 15 tahun, Mas! Mas Arman pergi nggak ada kabar, dan begitu kita ketemu lagi ... Mas malah pura-pura nggak kenal. Saat itu ... cuma Mona yang nemenin, dengerin curhat dan hibur Anjani."

Anjani jeda sejenak sambil terisak.

"Mas menghina Anjani dan bilang kalau kita nggak selevel, sedangkan Mona ... nggak pernah sekalipun menghina. Harusnya dari awal Anjani nggak pernah maafin, Mas. Nggak pernah mau jadi pacar, Mas, hanya karena selamatin aku di Snake Club. Harusnya Anjani juga nggak perlu peduli rahasia Mas terbongkar ke publik. Toh itu bukan masalah Anjani."

"Sayang, jangan kayak gini ..."

"Kalian semua yang ada di rumah ini ... pernah menginjak-injak, merendahkan dan menuduh Anjani memeras kalian! Anjani masih ingat jelas, baru saja kemarin ... diusir sama Oma di rumah ini. Terus kenapa aku harus lebih milih kalian dibanding Oma?"

"Kami semua akhirnya menyesal." Arman mencoba menjelaskan. "Kami minta maaf. Aku dan Oma juga akan menebus semuanya dengan memberikan fasilitas."

"Mona pasti nggak bahagia mengambil jalan ini!" Sahutnya. "Jadi Anjani sebagai sahabat, nggak akan pernah tinggalin dia. Kita putus ya, Mas. Bye, Mas Arman."

Anjani pun membalikkan badan, berjalan menuju gerbang dengan air mata mengalir deras. Itu artinya, ia harus kehilangan Arman lagi dan kali ini untuk selamanya. Tak hanya Arman, tapi juga Bu Dewi dan anak-anak panti. Ah, tapi nasib mereka 'kan juga akan jauh lebih baik.

NeglectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang