Social Media Lead

486 24 0
                                    

Keesokan paginya, para karyawan Aftive langsung heboh bergosip di kantor di meja resepsionis. Mereka tak peduli jika sedang berpuasa.

"Itu beneran kemarin Anjani nekat ke rumah Pak Arman?" Tanya Irene sang resepsionis tak percaya.

"Jadi gue 'kan diceritain dong sama pembantu di rumah Pak Arman," ujar Ujang sang OB, "yah, gue kenal lah sama pembantu dan satpam di sana karena bolak balik sering disuruh antar barang. Intinya pembantu itu awalnya lihat dari rekaman CCTV, kalau ada salah satu karyawan yang ngikutin Pak Arman. Nah, begitu pembantu mau cegat, udah keburu masuk ke ruang kerja Pak Arman."

"Hah, sumpah demi apa lo?" Pekik Selvy.

"Terus pembantu itu nguping 'kan, kali aja Pak Arman butuh bantuan buat ngusir dia. Tebak dong informasi berharga apa yang gue dapat?" Ujang langsung menyengir lebar.

Mereka semua mengggeleng dan tak sabar menunggu kelanjutannya.

"Eh tapi ini bisa jadi tuh pembantu salah dengar, ya, karena kata dia suaranya samar-samar." Ujang berdeham sejenak. "Intinya, Anjani dan Pak Arman sudah saling kenal lama. Mereka sudah pernah ketemu sebelumnya."

"Oya? Di mana?" Tanya mereka semakin penasaran. "Gimana kenalnya?"

"Dulu waktu Pak Arman masih kecil, katanya sering datang ke panti asuhan tempat Anjani tinggal. Beliau sama orang tuanya jadi donatur di sana. Kan memang jaraknya dekat juga. Nah, begitulah Anjani dan Pak Arman saling kenal. Nah begitu Pak Arman SMA, udah nggak pernah datang lagi ke sana dan nggak ngabarin Anjani. Terus beliau juga kuliah di Amerika, 'kan?"

"Oh gitu."

Ujang berbohong. Ia tahu cerita yang sebenarnya, namun ia memilih untuk menutup aib soal keluarga Febriansyah. Meskipun dirinya tukang gosip, ia enggan menceritakan gosip bos besar.

"Jadi panti asuhan Anjani tuh yang di Benhill - Benhill itu?" Tanya Maya.

Ujang mengangguk.

"Dia pernah bilang, sih," ujar Sonia. "Tapi waktu itu gue nggak terlalu peduli, jadi lupa-lupa ingat."

"Nah, Anjani minta penjelasan lah ke Pak Arman, kenapa tiba-tiba ngilang nggak ada kabar." Lanjut Ujang. "Ya jelas aja langsung disemprot sama beliau sampai dikatain beda level. Makanya kemarin tuh anak yatim nangis-nangis, 'kan?"

Mereka semua langsung tertawa cekikikan.

"Ya lagian jawaban udah jelas di depan mata, pakai nanya lagi kemana aja nggak ada kabar." Celetuk Sonia.

"Kalau gue jadi Anjani sih minimal tahu diri, lah," timpal Selvy, "hanya karena ada orang kaya baik mau jadi donatur dan main sama anak panti, bukan berarti naksir. Masa dia nggak ngerti kalau beda kasta."

"Terus jadi ngaruh ke kerjaan, dong, nanti?" Tanya Dicky khawatir, "mana dia langsung lapor ke Pak Arman, 'kan?"

"Yah, mudah-mudahan semuanya tetap profesional deh," sahut Michelle sang HRD, "jadi lancar pekerjaan."

Mereka kemudian melihat Anjani yang baru keluar dari lift. Sontak mereka langsung diam dan berpura-pura melakukan hal lain. Gadis itu tampak menggunakan kaca mata hitam dan membawa segelas ice americano.

"Dih, dia nggak puasa?" Celetuk Damar.

"Psstttt ... bubar bubar."

Geng ghibah langsung membubarkan diri. Anjani pun terus berjalan memasuki kantor. Yah, ia masih terus menangis hingga pagi tadi. Meski semalam Mona sudah menghiburnya, tetap saja ia sulit move on. Matanya kini masih sembab, makanya ia tutupi dengan sunglasses. Namun ia tetap berjalan mantap dan siap bekerja dengan posisi dan gaji barunya.

"Pagi." Sapa Anjani tetap ramah, meski ia tahu seisi kantor baru membicarakannya di belakang.

"Pagi, Kak Anjani." Sapa yang lain pura-pura ramah.

"An, lo nggak puasa?" Celetuk Sonia dari tempat duduknya di Divisi IT.

"Iya nih, tiba-tiba ada tamu," Anjani terkekeh sambil terus berjalan menuju mejanya. "Padahal tadi gue sempat sahur."

Ia meletakkan barang-barang di meja barunya yang kemarin diduduki oleh Sonia.

"Pagi, Anjani." Sapa Selvy dan Sarah. "Pagi, Kak Anjani." Timpal Dicky dan juga Damar.

Sebelum duduk, Anjani memerhatikan mereka berempat sejenak. Dilihatnya Sarah sudah duduk rapi di meja bekas dirinya. Ia pun maju sedikit mendekati mereka.

"Guys, jadi gini, ya." Ujar Anjani. "Mulai hari ini, untuk Social Media Strategist dipegang oleh Selvy dan Dicky. Untuk Social Media Planner dan Admin berarti dipegang Damar dan Sarah, ya. Gimana?"

Mereka berempat hanya mengangguk tampak tak keberatan. Tidak tahu nanti omongan di belakang seperti apa.

"Iya, gue nggak masalah kok di mana saja." Ujar Sarah.

"Oke, berarti untuk Sarah dan Dicky duduknya di switch, ya." Perintah Anjani.

"Siap."

Sarah dan Dicky pun langsung bertukar meja. Kini Dicky yang duduk di bekas meja Anjani kemarin. Selesai mereka berdua bertukar meja, Anjani pun langsung membahas pekerjaan dengan mereka.

"Oke, gue harus remind lagi nih untuk collab DaintieXMischa Alexander." Anjani mengambil sepidol hitam kemudian menuliskan sesuatu di papan tulis depan mereka. "Untuk Sarah nanti dengerin dulu aja ya, kalau ada yang nggak ngerti bisa ditanyakan saja nanti."

Sarah pun mengangguk. Masing-masing divisi memang disediakan papan tulis.

"Jadi dua minggu lagi, line skincare mereka 'kan akan launching," ujar Anjani sambil menuliskan sesuatu pada papan. "Namanya Hydrating & Barrier Series. Ini kalian wajib pelajari product knowledge dan filosofi mereka, ya, terutama Damar dan Sarah yang megang akun social media Daintie. Supaya nanti kalau customer Daintie tanya, kalian bisa langsung jawab."

"Baik." Sahut mereka berdua.

"Kemarin 'kan kita sudah upload foto teaser dan tebak-tebakan mereka 70% hampir benar." Ujar Anjani. "Antusiasmenya juga tinggi."

Anjani jeda sejenak.

"Selama dua minggu ini jangan lupa jadwal posting untuk teaser-teaser baik foto maupun video. Nah begitu H-3, boleh di umumkan siapa nama artis yang berkolaborasi dengan Daintie. H-2 teaser product line, H-1 informasikan nama produk, jelaskan product knowledge. Hari H saat launching, kita juga harus ngeliput event offline mereka."

Anjani terus menjelaskan plan mereka, sampai tak sadar Arman datang didampingi oleh Fajar. Mata Arman langsung tertuju kepada Anjani yang tampak sibuk memimpin meeting.

"Fajar," Arman pun memanggil asistennya sambil matanya tak lepas dari Anjani.

"Iya, Pak."

"Setiap pagi, tolong buatkan saya hot americano, ya."

"Baik, Pak."

"Selesai buatin hot americano, kamu langsung suruh semua team leader ke ruangan saya. Saya mau meeting."

"Baik, Pak."

NeglectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang