[26]. LUMINESCENCE

5.3K 248 39
                                    

Happy reading!

***

Seharian kemarin Cesha sama sekali tidak membalas pesan atau pun menjawab panggilan dari Zevesh, hal tersebut semakin membuat cowok itu uring-uringan tidak jelas.

Maka dari itu, hari ini ia berniat akan menjemput Cesha lebih pagi dari biasanya. Namun, sialnya Zevesh kesiangan. Padahal ia sudah menyiapkan boneka berukuran besar serta buket bunga mawar yang tak kalah besar.

Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, dan ia baru sampai di sekolah yang tampak sepi lantaran jam pelajaran telah dimulai.

Zevesh berjalan santai menuju rooftop di mana teman-temannya berada, saat berpapasan dengan seorang guru tak ia hiraukan. Lagi pula siapa yang berani menegur atau menghukumnya?

"Lama banget lo Zev!"

Zevesh yang baru saja membuka pintu rooftop tidak menghiraukan Fabio, ia mendudukkan bokongnya di samping Arthur lantas mengeluarkan sebungkus rokok di saku celana seragamnya.

"Jangan ngerokok kalo lagi sama Cesha," tegur Arthur sedetik setelah Zevesh menghembuskan asap rokoknya.

"Hm," dehem Zevesh. Tanpa diberitahu pun ia tidak akan merokok di depan gadisnya, hal itu tidak baik untuk kesehatan Cesha, pikirnya.

Zevesh mendongak sembari memejamkan matanya, memikirkan beberapa hal yang belakangan ini membuatnya tidak puas.

Dia gagal menghancurkan perusahaan Damian. Perusahan itu hanya mengalami penurunan sedikit, dalam otaknya memikirkan berbagai rencana agar perusahaan itu hancur hanya dalam kurun waktu sedetik.

Jika saja ia tidak berjanji kepada gadisnya untuk tidak membunuh orang-orang yang berhasil membuatnya kesal, sudah dapat dipastikan jika saat ini seluruh keluarga Damian tidak bisa lagi menghirup udara segar.

Sayangnya, Zevesh tidak ingin menghancurkan kepercayaan Cesha. Pemuda itu sungguh mencintai gadisnya lebih dari apa pun.

"Cari tahu kelemahan perusahaan Damian," celetuk Zevesh tiba-tiba.

Edgard di seberang sana mengernyit, "maksud lo Damian bokap Nes?"

Zevesh mengangguk, sementara bibirnya mengeluarkan decakan. Mendengar nama wanita jalang itu membuat mood-nya semakin buruk.

"Nggak semudah apa yang lo bayangin Zev," ketiganya lantas menoleh ke arah Arthur. "Perusahaan bokap Nes hampir setara sama perusahaan keluarga kita. So, kuasa lo yang masih di bawah kuasa bokap lo nggak bakal mempan buat perusahaan itu hancur dalam waktu dekat."

Arthur menginjak rokok yang tersisa sedikit sebelum melanjutkan, "cuman bokap kita yang bisa buat perusahaan itu hancur. Tapi lo harus ingat, kalo lo minta bantuan mereka, bokap gue bakal tau kejadian kemarin. Dan gue pastiin, bokap gue nggak bakal biarin Cesha deket sama lo lagi," paparnya memperingatkan.

Zevesh menatap Arthur serius, "gue nggak sengaja—"

"Gue tahu lo," Arthur mengangguk memaklumi. Sebenarnya kemarin ia hanya berusaha mengompori adiknya, seru saja rasanya ketika melihat Zevesh tersiksa karena didiami Cesha.

"Lagian gue heran sama Nes, nggak dapet Rico malah pindah ke Zevesh," Edgard geleng-geleng kepala mengingat kejadian waktu itu.

Arthur sontak terkekeh, kedua tangannya terlipat di depan dada, "bokap Nes yang nyuruh Nes buat deketin Zevesh."

"Hah?! Gimana-gimana, lo tau dari siapa Tur?" cerca Fabio penuh penasaran.

"Apa yang nggak gue tau emang?" sombongnya membuat Fabio memutar kedua matanya, malas bertanya lebih jauh lagi.

LUMINESCENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang