[29]. LUMINESCENCE

4.6K 266 41
                                    

Happy reading!

***

Pagi ini Cesha bangun terlambat. Biasanya ia bangun pukul lima namun hari ini ia baru bisa membuka mata saat jam sudah menunjukkan pukul enam pagi.

Jantungnya langsung berdetak bukan main. Sebelumnya ia tidak pernah bangun kesiangan, alhasil pagi ini kecemasan seketika melandanya. Ia takut terlambat datang ke sekolah.

Sebagai siswi yang rajin, Cesha selalu memprioritaskan kedisiplinan. Ia akan merasa tidak tenang jika hari-harinya tidak berjalan seperti biasa. Baginya kesempurnaan dalam hidup adalah yang utama.

Butuh setidaknya tiga puluh menit untuk Cesha bersiap. Hari ini ia sengaja memakai cardigan berwarna biru laut untuk menutupi lengan seragamnya yang pendek. Sedangkan rambutnya ia biarkan tergerai indah. Jika Zevesh melihat, pemuda itu pasti akan terpesona.

Setelah memasukkan beberapa buku ke dalam tas, Cesha mencabut ponsel yang ter-charger. Ekspresi kecewa seketika tergambar di wajahnya ketika tidak mendapati satu pesan pun dari Zevesh.

Sungguh aneh, biasanya setiap pagi cowok itu tidak pernah telat memberi pesan atau menelponnya hanya sekedar untuk mengucapkan selamat pagi.

"Kenapa sayang?" Cinthya yang tak sengaja melihat Cesha menuruni tangga mengernyit ketika mendapati wajah muram putrinya.

Cesha tersenyum, "nggak papa Mom." ia menarik kursi lantas duduk di sana, "Zevesh belum dateng?"

Arthur menggeleng, "tumben banget. Biasanya tuh bocah udah nangkring di sini," ujar Arthur setelah menggigit sepotong roti di tangannya.

"Mungkin dia kesiangan," tutur Cinthya.

Cesha mengangguk. Benar, bisa saja Zevesh bangun terlambat sepertinya.

"Udah mau jam tujuh. Dek, mau berangkat bareng nggak?"

"Sebentar kak-" Cesha yang tengah mengunyah menjawab tak jelas. Setelah menelan semuanya ia melanjutkan, "aku telepon Zevesh dulu."

Arthur mengangguk, menunggu Cesha yang sedang menelepon Zevesh sembari menghabiskan sarapannya. Namun, sudah terhitung tiga kali Cesha menelepon tak ada tanda-tanda Zevesh mengangkatnya.

"Nggak diangkat?" Arthur bertanya memastikan.

Cesha mengangguk lesu. "Ya udah sayang, berangkat aja sama kakak kamu. Nanti kalo Zevesh ke sini biar Mommy yang bilang kalo kamu udah berangkat."

Daripada terlambat akhirnya Cesha setuju. Arthur yang tadi sudah mengeluarkan motor sport-nya alhasil harus kembali memasukkan ke dalam garasi. Teringat akan petuah Zevesh yang melarangnya membawa Cesha menggunakan motor. Karena jika sampai melanggar dan ketahuan bisa-bisa ia diterkam oleh singa itu sampai tak tersisa.

"Mom, kami berangkat!" pamit Cesha ketika sudah masuk ke dalam mobil.

Cinthya yang ada di ambang pintu mengangguk, "iya. Hati-hati sayang, jangan ngebut!"

Tidak butuh waktu lama untuk keduanya sampai. Setelah memastikan mobilnya terparkir dengan sempurna Arthur keluar lebih dulu untuk membuka pintu penumpang. Baru saja Cesha keluar, pekikan Leona yang sangat nyaring menyambut keduanya.

"CESHA!"

"ANJIR! Bisa nggak jangan teriak-teriak Na, malu-maluin banget lo!"

Leona tak menghiraukan Arthur, "Ces kenapa lo baru dateng?"

"Aku kesiangan Na. Aku juga nunggu Zevesh tapi-."

"Bangsat! Ayo Ces ikut gue." Leona menarik Cesha tak sabaran.

LUMINESCENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang