[25]. LUMINESCENCE

5K 262 22
                                    

Happy reading!

***

Cahaya matahari yang menembus tirai gorden perlahan mengusik tidur Cesha, gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum kedua netranya terbuka sempurna.

Cesha mengernyitkan dahinya, merasa asing dengan interior kamarnya. Ia lantas menghembuskan napasnya sebelum merutuki kebodohannya yang baru mengingat jika ia masih berada di rumah Zevesh.

Acara yang diadakan kemarin malam ternyata berlangsung hingga pukul setengah dua belas malam, tadinya mereka berencana akan pulang tanpa Cesha. Namun, entah kenapa Nes memaksa mereka untuk menginap juga di rumah Zevesh lantaran gadis itu takut pulang di tengah malam. Karenanya, mereka semua memutuskan untuk menginap di sana.

Cesha menggelengkan kepalanya berulang kali saat mengingat hal tersebut, ia segera membalikkan tubuhnya menghadap Zevesh saat merasakan hembusan napas panas di tengkuknya.

"Zevesh sakit?" gumamnya.

Tangan kanannya terangkat menyentuh dahi cowok itu, dan benar saja sengatan panas serta keringat dingin terasa di telapak tangannya.

"Zevesh, bangun dulu," perintahnya seraya menepuk sebelah pipi Zevesh.

Laki-laki itu bergerak gelisah, bukannya membuka mata ia malah semakin mengeratkan rengkuhannya dengan kepala yang semakin ia telusupkan di tengkuk gadisnya.

"Sayang, hug me. I'm sick," pintanya dengan suara serak.

"Jangan pergi," lanjutnya dengan mata yang masih tertutup sempurna.

Cesha memijat kepala Zevesh pelan, "I'm here."

Satu hal yang harus kalian tahu, Zevesh akan bertingkah manja sekaligus menyebalkan dikala sakit dan Cesha akan kewalahan menghadapi tingkahnya.

Setelah sepuluh menit berada di posisi yang saling memeluk membuat Cesha tidak nyaman, ia kepanasan. Wajah panas Zevesh yang menempel di tengkuknya membuat ia juga turut berkeringat.

Dengan gerakan pelan Cesha berusaha melepaskan tangan yang melilit di pinggangnya, namun baru saja menyentuh Zevesh mengerang keras karena merasa terganggu.

Tidak ada toleransi lagi, jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi pasti yang lain sedang menunggu dirinya serta Zevesh untuk sarapan bersama.

"Zevesh," Cesha mengguncang bahunya, "aku mau ke bawah dulu ambil makanan sama obat buat kamu."

"No!" mata yang terlihat sayu itu menatap tajam, "stay with me."

Cesha menggulirkan kedua bola matanya lantas segera melepaskan tangan Zevesh dengan kasar, ia bangkit dari posisi berbaringnya. Setelah memakai sandal, gadis itu menatap datar Zevesh dengan kedua tangan yang ia silangkan di depan dada.

"Nurut atau aku pulang?!"

Melihat Cesha yang melotot seketika membuat cowok yang tengah duduk dengan badan bersandar itu menundukkan kepalanya, tangannya bergerak memilih selimut dengan mata memerah berkaca-kaca yang berusaha ia sembunyikan.

Tidak menyadari jika gadis yang tengah menatapnya datar itu tengah melipat bibir berusaha menahan tawanya.

Tanpa menunggu balasan dari Zevesh, Cesha segera keluar dari kamar itu dengan pintu yang sengaja dibanting keras. Setelahnya tawa gadis itu seketika meledak, ia yakin saat ini di dalam kamar Zevesh pasti tengah menangis dengan wajah yang dibenamkan di balik bantal.

LUMINESCENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang