Happy Reading!
***
Sudah terhitung satu minggu Cesha dan Arthur tidak berangkat sekolah. Dan selama itu pula tidak ada kabar apa pun dari mereka. Ponsel keduanya tidak dapat dihubungi oleh siapa pun.
Keadaan mansion mereka pun sangat sepi, bahkan tidak ada tanda-tanda satu penghuni pun di sana.
Hal itu semakin membuat Zevesh kembali dilanda kegundahan. Belakangan ini jantungnya selalu berdebar tidak tenang. Berbagai pikiran negatif muncul dalam benaknya. Ia sungguh takut Cesha benar-benar akan meninggalkannya.
Tidak ada yang bisa Zevesh andalkan. Kedua orang tuanya bersikap seakan tidak tau apa-apa. Padahal, Zevesh yakin mereka pasti tahu di mana keberadaan Cesha dan Arthur.
Zevesh menghembuskan asap rokoknya. Wajahnya mengadah, menatap langit yang sedikit mendung pagi ini. Hatinya terasa hampa.
"Zev, lo nggak coba cari ke luar negeri? Lo udah tau alamat rumah Cesha yang ada di sana kan?" saran Edgard. Menatap Zevesh yang duduk di sampingnya dengan prihatin.
Fabio mengangguk setuju. Kedua tangan yang sedari tadi dimasukkan ke dalam saku ia silangkan di depan dada, "kalo lo butuh bantuan, kita pasti bakal temenin lo ke sana."
"Besok,"
Zevesh memang sudah berencana akan menyusul ayahnya ke luar negeri jika sampai hari ini tidak ada kabar apapun mengenai gadisnya.
Akan tetapi, rencananya buyar begitu saja ketika matanya tidak sengaja menangkap seseorang yang tengah berjalan di sudut lapangan.
Zevesh berdiri, semakin menajamkan penglihatannya dari atas rooftop.
"Zev, itu si Cesha bukan sih?" tanya Edgard memastikan.
Fabio menyipitkan mata, "iya njir. Sama siapa tuh bocah, nggak mungkin Arthur oplas jadi tambah tinggi kan?""
Tak menghiraukan kedua temannya, Zevesh berlari. Menuruni setiap anak tangga dengan tergesa. Wajahnya merah padam, penglihatannya tidak salah. Di bawah sana Cesha tengah berjalan dengan seorang laki-laki yang tidak pernah Zevesh lihat sebelumnya.
Zevesh memelankan langkah, menatap tajam seorang laki-laki yang tengah menggandeng Cesha.
Bugh!
Tanpa aba-aba Zevesh menendang laki-laki itu hingga tersungkur.
"Galen!" Cesha berjongkok. Sorot wajahnya terlihat sangat khawatir, "kamu nggak papa?"
"Cesha jangan sentuh dia!" Zevesh menggeram. Menarik lengan Cesha agar berdiri, tapi gadis itu dengan cepat menyentaknya.
"Kamu apa-apaan sih Zev?!"
"Kamu yang kenapa?! Kenapa bisa berangkat sama dia!" Zevesh menunjuk Galen yang baru saja berdiri.
"Kamu nggak tau kan seberapa frustasinya aku cari kamu selama seminggu ini?" Napas Zevesh memburu, kedua tangannya yang ada di sisi tubuh mengepal erat. "Kenapa nggak kasih tau aku kemana kamu pergi? sayang, aku harus apa supaya kamu maafin aku?" suara Zevesh berubah lirih.
"Pergi Zevesh, aku cuman mau kamu pergi dari hidup aku. Kamu lupa? Kita udah putus,"
"KENAPA SELALU KATA PUTUS YANG KELUAR DARI MULUT KAMU!!" Zevesh mencengkram bahu Cesha agar mau menatapnya, "tatap mata aku dan ucapkan lagi kata sialan itu!" paksanya.
Cesha melengos. Hal itu membuat Zevesh berdecih, "kenapa? Nggak berani?"
"Lepasin, cewek gue kesakitan!" Galen menyentak tangan Zevesh.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUMINESCENCE
Teen FictionZevesh tegaskan gadisnya itu LUMINESCENCE untuknya. Zevesh percaya bahwa poros hidupnya hanya berpusat pada gadisnya. Zevesh berani bersumpah bahwa tak ada yang lebih berharga daripada gadisnya di dunia yang fana ini. Gadis Zevesh segala-galanya un...