[76] Hak🌷

9 1 0
                                    

🌷🌷🌷

Pukul 02:00, terdengar dering ponsel dari kamar sebelah. Raga mendekat dan mengecek kamar itu. Untungnya tidak di kunci.

"Raa, David udah bebas? Lo dimana sekarang? Dia gak kasar kan sama lo?" celoteh Alka begitu panggilan tersambung. Raga mendengarkan sampai Alka selesai.

"Lo ngapain nelepon cewek gue?" sahut Raga bertanya. "Minimal lo liat jam. Gak usah ganggu waktu Dhyra tidur!"

Alka kaget mendengar suara Raga dari balik teleponnya. Dia kira itu Dhyra. "Raga? Dhyra sama lo?" tanya Alka.

Raga membalas dengan lugas, "Iya. Napa? Cemburu lo?"

Tuuuuut~ Raga mengakhiri panggilan itu, tanpa menunggu Alka menjawabnya. Setelah itu, Raga kembali meletakan ponsel Dhyra di atas nakas.

Ngiiiik~ di susul bunyi pintu tertutup rapat, krek! Raga keluar dari dalam kamar itu. Seketika dia terpaku, mematung, terdiam di tempatnya. Raga seolah pindah ke alam lain, dia melihat keadaan rumah yang gelap, berubah jadi sangat terang. Seperti siang hari.

Tak lama kemudian, Raga melihat anak kecil dalam mimpinya berlarian kesana kemari di depan matanya. Lelaki itu menoleh ke bawah, melihat dia berlarian.

Seketika tangannya mulai gemetaran, di tambah matanya yang membulat. Di susul dengan peluh yang membasahi tubuhnya.

Seorang bapak-bapak mendekat ke arahnya. Sambil dia merapikan kemejanya dan berkata, "Sagha, ayo kita berangkat ke bandara!"

Raga terdiam tidak mejawab. Tidak tahu ajakan itu di tujukan pada siapa. Pria itu mendekat, "Ayo! Dhyra udah pergi, kamu harus bisa move on, ya!" tuturnya lagi.

Seseorang terdengar menyaut, "Ayo." katanya dengan nada pilu. Raga menoleh ke belakangnya, dia mendapati lelaki itu lagi. Lelaki dalam mimpinya yang membawanya terjun.

Raga tercengang. Lelaki itu berjalan mendekat ke arahnya, dengan wajah tertunduk murung. Bukannya menembus, ternyata dia meresap ke dalam tubuh Raga. Sontak Raga celingukan mencari anak itu setelah melewatinya.

Bukan hanya rasa takut dan cemas, kini rasa sedih dan kecewa kian menggebu di dalam hatinya. Ah sial, Raga merasakan sakit kepala yang luar biasa itu lagi.

Brakk! Tubuhnya kehilangan keseimbangan, dan akhirnya terjatuh. Pandangannya gelap, hanya goresan hitam dan putih yang ada di hadapannya.

Matanya terasa sangat berat. Hingga akhirnya terpejam. Entah berapa lama dia berbaring. Kini ia mulai membuka kembali matanya dengan perlahan. Di dapati sebuah uluran tangan, disertai senyuman manis dari seseorang di depannya.

Raga masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Siapa orang-orang itu? Kenapa anak itu mirip sekali dengannya? Apa yang dia inginkan darinya? Raga terus bertanya-tanya.

Seseorang yang mengulurkan tangan di hadapannya, kian mendekat. "Ayo, lanjutin perjalanan kita yang terhenti!" ucapnya. Dengan senyum yang kian menguat.


"Raga! Kamu kenapa tidur disini?! Ih ayo bangun!" Dhyra menggoyangkan tubuh Raga dengan dalih membangunkannya.

Lelaki itu masih terkapar diatas lantai yang dingin. "Hmmh.." Raga mengerang pelan.

"Ayok balik ke kamar!" titah Dhyra sambil menggandeng dan menuntunnya kembali.

Kembali pada kamar bernuansa putih, yang sementara menjadi kamarnya. Dhyra memimpin masuk ke dalam, Raga menyusul di belakang.

Brug! Pintu tertutup rapat. Dhyra reflek menoleh ke arah pintu yang tertutup. Mungkin Raga yang menyenggolnya, atau mungkin sengaja menutupnya.

Raga membuka matanya sedikit lebih lebar. Walau berat rasanya. "Dii..," sapa Raga hangat memanggil.

Lelaki itu merangkul Dhyra ke dalam pelukannya yang hangat. Perlahan, Dhyra bisa merasakan tangannya naik turun membelai rambutnya. Sesekali Raga mencium aroma rambut hitam Dhyra.

Entah kenapa rasanya jadi canggung. Dhyra masih terdiam tak berkutik. Terutama panggilan Raga yang tidak biasa. Raga kian mendekatkan wajahnya pada sisi kepala Dhyra.

Kemudian tangan Raga terangkat membenahi rambut Dhyra yag menghalangi. Raga membawa helaian rambut itu dalam satu kesatuan, lalu dia sampaikan ke depan.

"Lo udah ninggalin gue, lo harus di hukum, dear..," bisik Raga pelan di telinganya. Pergerakan Raga membuatnya merinding.

Dhyra hendak menyaut, "Mー" namun Raga tidak memberinya kesempatan. "Ssssthh!!" Raga menyela.

Raga beralih menarik wajahnya kembali ke hadapan Dhyra. Dhyra merengek, "Agaa, jangan gitu! Aku takut! "

●●●

🛎 Ting Nong! Dentungan bel beriringan terus berbunyi. Menggema di dalam bangunan yang sepi. David baru saja bangun dari tidurnya.

Entah siapa yang datang di pukul delapan pagi begini. Di hari minggu? Tumben sekali. Yang jelas itu bukan Ferry. Sebab dia bisa langsung masuk ke dalam tanpa membunyikan bel yang berisik.

David membawa langkahnya setelah sedikit merapikan dirinya. Berjaga kalau mereka orang-orang dari Winatamotion.

Gerbang hitam besar terbuka setelah David memasukkan kata sandi. Bukannya orang, David malah mendapati buket besar di depan matanya.

Tak lama, buket itu bergeser, David bisa melihat siapa orang di baliknya. "Ciee bebas! Selamat!! " ujarnya dengan penuh semangat. "Nih buat lo! Yeyyy!" Ternyata dia Bunga.

Kemudian Bunga meletakan buket yang dia bawa pada dudukan tembok yang ada tak begitu jauh dari sana. David masih terdiam, tak sedikit pun dia bersuara. Bunga mendongak sambil terus menatap David dengan senyuman di wajahnya.

Tiba-tiba, Bunga memberikan pelukan hangat untuk David. Sontak lelaki itu berontak, "Gak usah peluk-peluk gue! " ujarnya kasar menolak.

Bunga tetap bersikeras, "Gue tau lo suka. " katanya. "Maaf ya, gue sempet bikin lo di tahan. Awalnya kata Daddy itu cuma ancaman, tapi ternyata beneran. "
"Maaf ya David. "

David tidak peduli, dia hanya ingin Bunga melepaskan pelukannya. "Gak usah peluk!" pintanya sekali lagi.

Kali ini, Bunga menurut. Segera ia melepaskan tangannya dari David. Lelaki itu langsung memalingkan wajahnya. "Mau apa lo kesini?" tanya David.

Bukannya menjawab, Bunga malah mengangkat langkahnya masuk ke dalam. "Lo gak usah masuk ke rumah gue!!!" David menyela.

"David. Gue suka lo. Jangan keseringan nolak! " balas Bunga. Entah bagaimana dia bisa tersenyum pada David yang kasar padanya.

Kemudian David membalas, "Gue benci lo, Bunga." katanya.

Bunga tak peduli dengan apa yang dikatakan David. Dan lagi dia menuturkan maaf, "Maaf ya, gue udah jahat sama keluarga lo. Daddy bunuh Papa lo, gue rebut Mama lo, gue jahatin Dhyra, gue bikin lo di penjara."
"Maaf..,"

Ocehan panjang Bunga hanya mengganggu David. Lelaki itu berdecak kesal menggerutu. "Gue ga butuh. Mending lo pergi!" timpalnya.

Bukannya menurut Bunga masih terus bersikeras. "Tapi gue sayang sama lo, David!" aku Bunga memaksa.

David membalas dengan lugas, "Ya, terserah. Itu hak lo. Gak usah maksa buat di cintai balik. Lo ga berhak!" katanya menekankan.

Namun Bunga masih belum menyerah. "Gue bakal lakuin apapun buat lo. Please, let me be yours!" ujar Bunga meminta.

David mendengus kesal, "Berenti ngemis, jijik!" katanya. Bunga malah tertawa mendengarnya.

"Gue gila, Dav! Gue pengen lo!" katanya bersikeras. David masih belum berubah. Tatapannya yang tetap datar, hatinya yang tetap tertutup rapat.

Bunga melanjutkan, "Selama ini, gue selalu dapetin apa yang gue mau. Tapi kenapa lo gak bisa jadi milik gue?!" keluh Bunga.

Dengan singkatnya, David menjawab, "Karena gue punya otak." balasnya savage. "Sana, pergi!"

🌷🌷🌷

Memories Of Us [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang