🌷🌷🌷
Hujan yang turun, kian bertambah deras. Jatuh menderu-deru berlabuh ke permukaan. Bentala akan jadi tempat jatuh ternyaman hujan.
Sebagai tempat untuk berteduh, Dila mengajak Raga dan Dhyra untuk mampir ke rumahnya. Raga berjalan sambil menggendong Dhyra. Dila membuka pintu dengan cepat, membawa kedua remaja itu masuk ke dalam.
Bersamaan dengan pintu yang perlahan tertutup rapat, Dila menghela nafas dalam. Duh, kaya dikejar zombie saja.
Keheningan yang mengisi waktu diantara mereka, memancing Dila untuk bercerita, "Duluu, Dhyra sering banget main kesini. Hampir setiap waktu dia disini. Pagi, siang, sore, malem, kadang gak pulang." katanya. Terselip tawa di ujung kalimatnya.
Tampak Dhyra tersenyum. Gadis itu telah beralih duduk di sofa bersampingan dengan Raga. "Dia deket banget sama anak saya. Sampe dia saya anggap anak saya sendiri. " kata Dila lagi. Sepertinya ucapan itu ditujukan pada Raga.
"Anak Tante? Siapa? " celetuk Raga bertanya.
Dila pun menjawab dengan cepat, "Sagha." katanya. Deg! Mendengar nama yang di sebutkan, sekujur tubuh Raga merinding. "Sekarang dia lagi di London sama ayahnya." tambah Dila memberi info.
Mendengar informasi itu, Dhyra mengerjap. "Sagha di London, Bunda?" celetuknya menyauti Dila.
Dila mengangguk. "Iya. Sama Om Iwan. Kamu inget dia kan?"
Akhirnya, ada kepastian dari penantiannya selama ini. Dhyra tersenyum dengan sendirinya. Kemudian dia mengangguk sebagai respon dari pertanyaan Dila.
Raga mendelik Dhyra dengan tatapan dalam. Sayangnya Dhyra tak kunjung membalas lirikan matanya. Dhyra tertunduk, sambil dia bertanya dengan ragu. "Sagha kapan pulang, Bun?"
Pertanyaan Dhyra kali ini, menyita waktunya sedikit untuk menjawab. Dila tertunduk pilu, sambil menatap kosong meja di depan matanya.
"Entah. Udah lama Bunda kehilangan kontak mereka. " katanya menjawab Dhyra.
Glek! Jawaban Dila membuat ketegangan mengalir dalam tubuh mereka. Keduanya reflek saling beradu pandang.
Dila memberikan keterangan, "Tapi, terakhir kita sempat saling kirim email. Yahh, mungkin sampai dua bulan terakhir." katanya. Meski masik syok, Dhyra dan Raga sedikit lega mendengarnya.
Kini mereka bisa kembali bernafas dengan lega. Dila tiba nyeletuk, "Kalau diliat-liat, Raga mirip banget ya sama Sagha. Beda gayanya aja." kata Dila. Raga tampak mengarahkan matanya sambil tersenyum pada Dila.
Do you get dejavu?
"Aku sempet ngira dia itu Sagha waktu pertama kali ketemu. Tapi ternyata bukan." aku Dhyra turut mengadu.
Dila tersenyum lebar. Sambil menggoda Dhyra, "Tapi dia jadi pacarmu, toh?" katanya. Dhyra tersenyum mendengar itu. Pacar ya? Dhyra sendiri tidak yakin.
Do you get dejavu?
Isi pikiran Dhyra dan Dila saat ini sama. Dila mengutarakannya mewakili Dhyra.
"Dulu juga kalian sering dikira pacaran. Dhyra selalu bilang, 'Sagha bukan pacar aku, tapi dia punya aku'. Haha. Kamu inget gak?"
Dhyra tak mampu menyembunyikan senyumannya untuk fakta itu. "Mana mungkin aku lupa?" balas Dhyra dengan tanya yang sudah jelas jawabannya.
Tak hanya tentang Sagha, Dila juga menyeret David sebagai topik. Dia tidak ingin terlalu menyudutkan Raga.
"Oh ya, abangmu gimana Dhyra? Dia ikut kamu sama mama?"
Sayangnya, David bukanlah topik yang enak di bahas saat ini. Pasalnya, tadi siang, tepat saat Dhyra mengetahui kalau abangnya masuk penjara. Rasanya tidak enak memberitakan hal buruk pada Dila.
"Iya. Dia ikut. Tapi, kita kabur dari rumah. Kita gak suka sama suami baru mama. Dia bukan orang yang baik. Sekitar satu bulan ini, Dhyra tinggal di kota ini sama abang." papar Dhyra panjang bercerita. "Dhyra juga sekarang sekolah di SMA Kindergreen. Dhyra ketemu Raga disana."
Do you get dejavu?
Mendengar nama sekolah ternama itu, Dila kembali teringat dengan Sagha. "Mimpi kamu sama Sagha dulu ya..., sayangnya dia gabisa sekolah bareng kamu disana. " sahut Dila. Dhyra hanya bisa menguatkan senyum sambil tertunduk.
Raga terdiam di sudut sofa. Wajah dan rambutnya tampak berantakan. Bukan karena disudutkan, tapi sebab dia mengacaknya berkali-kali berkali-kali sambil memendam.
"Arghhh! Shit!!! Kenapa harus sekarang??" batinnya meronta kesakitan.
Raga membawa tangannya menjama wajahnya. Berangsur dari mata, hidung, berulang seraya mencak-mencak yang tertahan.
Banyaknya pergerakan itu membuat Dhyra menyadari kegelisahan dari Raga. Gadis itu menoleh cepat dan memeriksa lelakinya. "Aga, kamu kenapa?" tanya Dhyra.
Walau nafasnya jelas terengah-engah, Raga tersenyum ke arahnya dan berkata tanpa suara. "Gapapa."
Deg!
Pandangannya hilang lagi, gelap, nafasnya turut sesak dan berat. Raga menyandarkan dirinya pada sandaran sofa di belakangnya. Sambil memejamkan matanya.
Sebelah tangannya terangkat dan mendarat di sebelah pipi Raga. Memberikan belaian pelan. Seketika Dhyra panik saat mendapati darah di telapak tangannya. Ternyata itu berasal dari Raga.
"Aga, mata sama hidung kamu berdarah! Raga, kamu kenapa?" tanya Dhyra dengan amat sangat tanya.
Raga mengankat tangannya, meletakkannya di sebelah pipi Dhyra, sama seperti yang Dhyra lakukan padanya."Gapapa, dear. Lo tenang aja. " bisiknya. Tak terdengar suara, hanya suara yang terbentuk dari bisikan dan nafasnya.
Dila ikutan panik melihat Raga. Segera dia berlarian ke dapur, mengambil ice cube dari kulkas, dan membalutnya dengan sapu tangan. Dia berikan pada Dhyra.
Dengan perlahan dan hati-hati, Dhyra mengompres area kelopak mata dan pangkal hidungnya Raga. Sambil berharap Raga baik-baik saja seperti ucapnya.
Beberapa menit kemudian, tidak ada lagi darah dari mata ataupun hidungnya. Perlahan Raga membuka matanya. Dia melihat seorang gadis cantik di depannya. Menatapnya dengan wajah was-was.
"Gimana keadaan lo sekarang??" tanya Dhyra begitu Raga membuka matanya dengan sempurna.
Raga tersenyum tipis dan menjawab, "Gue gapapa. "
Bukannya senang, Dhyra malah makin marah. "Kamu jangan bilang gapapa mulu! Aku jadi gak tau itu bener apa bohong." katanya berceloteh marah-marah.
Dengan entengnya Raga terkekeh, "Bener Dhyra." katanya. Beralih pada Dila yang baru datang dengan segelas air dingin. Raga berucap pelan, "Maaf ya Bunda, jadi ngerepotin."
Deg! Do you get dejavu?
Tak sengaja berlinang air mata memenuhi kantung matanya. "Bunda jadi kangen Sagha." gumam Dila pelan. Sambil menyeka air matanya yang jatuh di pipinya, Dila berucap, "Duh, maaf ya. Jadi emosional gini."
"Saya ngerti kok, Tante. Dua bulan jauh tanpa komunikasi, ga semua orang kuat. " balas Raga.
Dhyra menambahkan, "Bukan tentang sabar, tapi ini tentang rindu." Lalu keduanya saling bertatapan manis.
"Bunda boleh gak minta di temenin malem ini? Malmingan di rumah Bunda." cetus Dila menawarkan.
Dhyra berpikir panjang, David tidak akan memcemaskannya karena dia tidak di rumah. Melihat sorot mata bingung Dhyra, Raga mewakili, "Saya ga keberatan Tante. " katanya.
Dhyra menolehkan pandangan sengit ke arahnya. Hingga kamudian Dhyra ikut mengangguk menerima.
"Makasih ya kalian. Anggap aja rumah sendiri. " ucap Dila berbahagia.
Perlahan, hujan yang deras menghantam permukaan kian berubah jadi rinai yang samar. Wujudkan swastamita di langit yang kembali cerah. Dan, siang berganti malam.
Suasananya menang dingin, terbalut kenangan yang terulang. Ciptakan dejavu yang mengundang haru.
🌷🌷🌷

KAMU SEDANG MEMBACA
Memories Of Us [TAMAT]
Novela JuvenilKetika kita kembali bertemu, tapi ternyata, itu bukan kamu. Mungkin memang aku yang gila. Beranggapan bahwa, banyaknya orang yang hadir dikehidupanku adalah kamu. ーDhyra Anantasya. Perpisahan tanpa pamit, yang tidak disengaja, telah memisahkan dua...