🌷🌷🌷
David kembali setelah menyimpan piring bekas makan tadi. Dhyra sedang terduduk di tepi ranjang, sambil sedikit termenung mengingat Raga. Raga atau Sagha ya? Entah.
"Dhyra...," sapa David setelah memposisikan duduk di tengah kasur. Searah dengan Dhyra.
Dhyra memutar pandangannya, lalu menyaut, "Iyaaa?" katanya.
David menatap Dhyra dengan manis, membuat Dhyra lekat menatap matanya. "Kamu suka Raga?" tanya David dengan santai.
"Engga." jawab Dhyra. Diiringi gelengan kecil.
David tersenyum, sambil tangannya mengudara, menolehkan Dhyra yang memalingkan wajahnya. "Your eyes never lie, Raa." kata David.
Melihat sang abang yang sepertinya sangat penasaran, dan bagi Dhyra, saat ini David hanya menunjukkan kepeduliannya. Bukan kepo atau ingin ikut campur urusannya. Padahal, mungkin saja David cemburu. Dhyra mengangkat pantatnya mundur, sejajar dengan David di tengah kasur.
"Sebenernya, dia itu mirip sama Sagha. Cowok yang dari kecil nemenin aku. Tapi kan, dia bukan Sagha." jelas Dhyra bercerita.
David tampak mengangguk, Dhyra pun melanjutkan, "Aku juga ga akan suka sama dia cuma karena dia mirip Sagha."
David agak penasaran usai dia melihat foto Dhyra dan David yang seolah berpelukan di tengah lapangan. Jadi dia rasa tidak apa untuk bertanya pada adik manisnya. Ternyata alasannya adalah Sagha. Nama itu sepertinya tidak asing bagi David.
"Sagha Chandra Alkenzo?" celetuk David setelah mengingat keseluruhan.
Dhyra tampak terbelalak, "Ko tau?" ujarnya.
David menjawab, "Buku diary lo isinya itu semua. Gue nemu ga sengaja pas beresin kamar lo."
"Ihhh! Abang buka buku diary akuuuuu??" sahut Dhyra sewot.
David pun kembali membalas, "Gak sengaja, maaf. Gue penasaran, 'kenapa tiap lembar pasti ada nama itu?' Sagha." katanya.
Tadinya, Dhyra ingin tetap ngamuk, tapi kemudian David tiba-tiba bertanya. "Lo lebih sayang gue atau dia?" katanya.
Dhyra terdiam. Pandangannya curi-curi kesempatan untuk mendelik David di dekatnya. Sampai akhirnya, Dhyra menjawab, "Jujur, aku lebih sayang Sagha. Maaf," jawabnya dengan pelan.
Meski sedikit berat menerimanya, David harus lapang dada. Bisa jadi, Sagha memang sudah memiliki tempat di hatinya sebelum David hadir dalam hidupnya. Pikir David.
"Hm. Mau gue bantu cari dia?" usulnya menawarkan.
Tampak gadis itu menggeleng. "Ga usah, bang. Itu bukan sesuatu yang penting, kan. Hehe," katanya, terselip kekehan ringan dalam ucapannya.
Perlahan dengan penuh kelembutan, David merangkul Dhyra menyandarkan kepala di pangkuannya. Lalu sebelah tangannya mulai mengelus lembut, sambil membelai rambutnya. "Kalau sesuatu itu bisa buat lo bahagia, berarti penting." tutur David.
"Yang penting, abang selalu ada di sisi aku. Aku gamau sendirian." balas Dhyra tetap menolak.
"Duluu, mama papa sibuk, abang ga ada, aku sendiri. Untungnya ada Sagha. Terus sekarang, Sagha udah pergi. Untungnya ada abang." sambungnya bercerita."Maaf ya. Gue bikin lo kesepian." tutur David, lagi.
Sambil tangan David memberikan belaian lembut di pipinya. Gadis itu tersenyum. Sentuhan David terasa menenangkan, Dhyra nyaman dalam sentuhannya.
David kembali bertanya, dengan pertanyaan yang tidak lagi menimbulkan kontroversi. "Gimana sekolah di Kindergreen?"
"Seruuu, aku bisa kenal Grace, Ela, Ratu. Gurunya juga asik. Kecuali bu Yuni sih." jawab Dhyra spontan. Padahal baru beberapa hari dia sekolah di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories Of Us [TAMAT]
Genç KurguKetika kita kembali bertemu, tapi ternyata, itu bukan kamu. Mungkin memang aku yang gila. Beranggapan bahwa, banyaknya orang yang hadir dikehidupanku adalah kamu. ーDhyra Anantasya. Perpisahan tanpa pamit, yang tidak disengaja, telah memisahkan dua...