[67] Hitam🌷

6 1 0
                                    

🌷🌷🌷

Hitam, menjadi satu warna yang dominan di antara kerumunan yang berkumpul di pemakaman. Sebuah lapang penuh rumput, dengan beberapa bagian yang menggunduk. Dengan batu nisan sebagai pengenal dan pembatas satu dan yang lain.


Rintikkan air masih terdengar. Meski tak begitu deras menderu layaknya beberapa waktu lalu. Basah air menggenang di atas jalanan. Hadirkan suasana dingin yang menyelimuti kota.

Garis polisi terpasang membentuk lingkaran yang tak begitu sempurna. Beberapa orang bersinggah di tempat itu, pastinya petugas. Kecelakaan yang terjadi, tak membawa perubahan yang signifikan. Hanya kesedihan bagi beberapa orang.

Jahat, tapi nyatanya memang begitu. Bahkan bisa jadi, hanya Dhyra yang menangisi kepergian itu. Kini, jenazah Dena di serahkan pada pihak terkait untuk di urus pemakamannya.

Masih di dekat halte Stovia Plaza, dekat taman kota, tak jauh dari sana, di sebuah kursi tepi trotoar. Alka terduduk bersama Ratu di sebelahnya. Datang seseorang dengan langkah penuh amarah.

Begitu sampai di hadapan, orang itu langsung menarik Alka kasar. Kerah seragam menjadi sasaran tangannya. Orang itu ternyata David. Datang dengan wajah marah, rahangnya mengeras, matanya membulat merah, rautnya tampak garang.

"Lo ngapain bawa adek gue kesini?! Hah?!" tuntut David menyentak Alka.

Alka yang jadi sasaran amukan David hanya terdiam menatapnya tanpa ekspresi. David melayangkan tangannya, melontarkan pukulan keras ke sekujur badannya. Sambil terus mengamuk.

"Harusnya, Dhyra gak liat kejadian itu! Lo gak tau gimana hancurnya dia, Alka!"
"Andai Dhyra gak ikut sama lo! Dia pasti baik-baik aja di rumah!"

Tidak peduli sekeras apapun pukulan yang dibenturkan David, Alka menerimanya dengan lapang dada. Di sisi lain, Ratu baru tersadar beberapa menit lalu. Dia merasa panik dan cemas melihat kedua lelaki didepannya.

Mau dilerai? Dia juga takut. Mau dibiarin, kasihan Alka, Ratu tidak tega melihatnya. Setelah mengumpulkan banyak keberanian, dan siap menerima resiko, Ratu memulai langkah atas keputusannya.

"Bang David! Cukup! Alka gak salah!" Ratu memberanikan diri menyela. "Kita lagi belanja buat tugas besok. Jangan pukulin Alka lagi." tambahnya lirih. David sama sekali tak mengacuhkannya.

Namun Alka justru tersenyum. Dengan wajahnya yang selalu santai dan tenang, Alka tersenyum manis pada David. "Pukul gue sepuas lo, bang. Sekarang lo gak punya pelampiasan lagiー selain gue." ucapnya membenarkan perbuatan David.

Percakapan itu menjadi jeda. Dari ganasnya David saat mengamuk. Alka tertunduk dan berkata, "Sekalian hukuman buat gue karena gagal jagain Dhyra."

Mendengar ucapan Alka barusan, David mendelik tajam. "Gue gak pernah minta lo jagain Dhyra!" sentaknya membantah.

"Pernah." balas Alka masih dengan santainya. "Dan gue janji sanggup waktu itu."

Semarah apapun David, tidak ada artinya di depan Alka. Masih ingat julukan David untuknya? 'Pengkhianat yang mukanya paling sopan'.

Mungkin David tidak ingat, tapi Alka masih hafal betul percakapan mereka saat itu. Di teras depan rumah Alka, David yang duduk tersandar tiba-tiba menatap Alka. Dia berucap,"Al! Gue punya adek cewek." ujarnya tiba-tiba.

Kalau tidak salah, Alka masih 13 tahun waktu itu. Berarti sekitar 4 tahun yang lalu. Alka tersenyum tipis. Sejak dulu wajahnya tidak pernah absen untuk tersenyum.

"Kayanya seumuran sama lo. Gue ga inget. Namanya Dhyra Anantasya. " tambah David menceritakan sosok adik dalam ingatannya. David meminta, "Kalo nanti dunia mempertemukan kalian, gue nitip ya. Itupun kalo lo sanggup. Dia polos, baik, kayanya cocok sama lo."

Memories Of Us [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang