[53] Pulang🌷

4 1 0
                                    

🌷🌷🌷

Delapan belas menit berlalu, Dhyra baru saja diantarkan kembali ke ruangannya. Di zona lavender pintu nomor dua. Tampak Dhyra yang terbaring lesu dan belum sepenuhnya sadarkan diri.

Syukurlah, dia sudah membuka matanya meski tak begitu lebar. Namun masih belum ada pergerakan lain darinya selain mengedipkan mata. Bahkan nafasnya pun masih terbilang sangat irit.

•••

Siang yang cerah, di keesokan harinya, Dena datang ke rumah sakit. Entah darimana dia tahu tentang Dhyra yang di rawat di Lavender pintu nomor dua.

"Dhyra!" panggilnya saat membuka pintu.

David dengan cepat menghadang sang ibu. "Mama mau ngapain kesini?" tanya David myelekit.

Matanya yang merah di raut wajah yang bingung, Dena menahan tangis. Dia menjawab dengan lantang, "Saya mau ketemu anak saya!" tegasnya menyentak.

Suster yang lewat pun sampai menoleh karena kaget. Tidak lupa memberikan kode jari telunjuk di tengah mulut sambil meniup angin, sssut.

"Kamu mungkin tidak mengakui saya sebagai mama kamu, tapi dia tetap anak saya!" tambah Dena makin mendalam. Mengabaikan sorot mata yang tertuju padanya.

David terdiam tak berkutik, "Empat belas tahun! Kamu meninggalkannya dan dia bersama saya! Asal kamu tau itu!" sentak Dena kembali menaikkan nada bicaranya.

Wanita itu kemudian melenggang masuk ke dalam ruangan. Mengabaikan David yang terdiam mematung di depan pintu masuk.

Dena mendekat pada brankar tempat Dhyra berbaring. "Mama....," lirih Dhyra memanggil wanita di depannya.

Begitu suara lirih lembut itu terdengar, David merasa terpukul. Sejak bermenit lalu dia menemani, namun Dhyra tidak mengatakan apapun padanya.

"Dhyraa, sayang...," sahut Dena kian mendekat. "Kamu kenapa? Kamu gak boleh kenapa-napa ya sayang. Kamu harus sembuh." tutur Dena sambil berderai air mata.

"Mahhh..." Hanya itu yang sanggup Dhyra katakan. Dengan dadanya yang sesak, dengan nafasnya yang pendek, dengan kesadarannya yang belum utuh.

Dena membelai lembut pelipis rambut Dhyra. Sambil mengalirkan aliran dirinya yang emosional. "Maafin mama ya.., mama belum bisa jadi yang mama yang baik buat kamu dan abang kamu." katanya.

Dena mengawali melirik ke arah David. Perlahan, Dhyra mengikuti gerak leheenya, memutar menatap David. "Abang...," lirihnya menyapa.

Setelah lama tidak ada pergerakan dari Dhyra, akhirnya ada pergerakan yang terdeteksi. Yaitu diafragma nya yang mulai terlihat kembang kempis, diiringi matanya yang mulai meneteskan air mata. Ferry tersenyum senang melihat perkembangan itu.

Sebab dokter sempat mengatakan padanya, "Dhyra harus terpancing untuk melakukan reaksi yang akan melibatkan saraf dalam tubuhnya. Dengan begitu, dia akan cepat pulih."

Maka tidak salah Ferry menghubungi Dena untuk datang kemari. Benar saja, setengah jam berlalu, dan Dhyra sudah mulai bisa di ajak bicara.

Nafasnya masih bergemuruh, namun tidak pendek dan sesak seperti sebelumnya.

Sentakkan yang diberikan sang Mama kepada anaknya, membuat David merenung sejenak. Tampak David terpojok di ujung ruangan bersama Ferry.

Ngiiik! Gesekan pintu terdengar saat seseorang berusaha masuk ke dalam ruangan.

Terlihat sepatu hitamnya mulai masuk ke dalam ruangan. Dengan celana hitam dan jas hitam yang membalut kemeja putih. Dia adalah Vano. David langsung menghadang, kala lelaki itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam.

Memories Of Us [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang