Bab 9

151 6 0
                                    

Happy reading🤗







Noah bolak-balik didepan ruang inap Maya, wajahnya masih memerah, sesekali dia menggigit ujung kukunya, sungguh Noah tidak pernah merasa setakut ini. "pak Heru tolong ambil handphone saya dimobil" ucapnya setelah teringat sesuatu.



Heru segera melaksanakan perintah Noah, dia dengan sigab mengambil handphone atasannya itu.

"Ini pak!" Heru memberikan gawai Noah.

Setelah menemukan nomor yang hendak dihubungi, Noah terdiam sejenak, entah apa yang harus dikatakan, untuk menjelaskan keadaan Maya. Tapi akan jauh lebih fatal jika dia tidak memberitahu Gustav.

Panggilan pertama tidak membuahkan hasil, Gustav, maupun Arimbi tidak mengangkat panggilan. Ini hampir jam 4 pagi, sudah pasti mereka masih tidur. Noah kembali melakukan panggilan.



"Halo" suara Gustav dari seberang.

"maaf, om" Noah tidak sanggup meneruskan kalimatnya.

Gustav langsung terhenyak, dia menyadari telah terjadi sesuatu pada putrinya. "Maya kenapa?" Ucapnya to the point.

"Om. Maya sedang di RS Mitra cahaya, kemungkinan dia Hipotermia" jelas Noah.

Gustav langsung mematikan panggilan.



Gustav mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, dia harus kestasiun, dan mengejar kereta paling awal.

"Maya pasti baik-baik saja" Arimbi sudah berkali-kali melayangkan kalimat penenang untuk suaminya itu.



"Gimana aku bisa tenang, anakku dirumah sakit." Ucap Gustav dengan suara bergetar.


"Ada Noah disana, dia pasti jaga Maya" lanjut  Arimbi, berharap Gustav bisa lebih tenang.

"Ini semua salahmu, aku udah bilang jauhkan Noah dari putri kita. Lihat hasilnya, Noah itu sumber masalah untuk Maya" imbuh Gustav.



Arimbi memilih diam, dia tidak mau berdebat  saat kondisi Gustav tidak stabil, dan lagi suaminya itu sedang menyetir.



"Gimana keadaan adik saya Dok?" Tanya Noah, saat dokter keluar dari ruang inap.


"Dia belum sadar, suhu badannya juga belum stabil. Tapi sangat beruntung dia dibawa tepat waktu, Saudari Maya mengalami Hipotermia akut, jika terlambat sedikit saja hal fatal seperti sesak nafas dan gagal jantung bisa saja terjadi." Jelas Dokter itu.





Noah bernafas lega. Entah bagaimana dia akan hidup, kalau sampai terjadi sesuatu pada Maya.


Heru dan 3 karyawan yang ikut turun dari puncak, Hanya memantau dari kejauhan. Mereka cukup heran dengan sikap Noah yang khawatir berlebihan.




"Dimana anak saya" Gustav yang baru tiba, langsung menanyakan keberadaan putrinya.

"Om, saya minta maaf. Saya......"

"DIMANA ANAK SAYA" teriak Gustav.



Noah menunjuk ruang inap Sarah. Dia sadar Gustav tidak butuh penjelasannya.


Gustav berlalu, dia masuk keruangan yang ditunjuk Noah. Sedang Arimbi dia mengelus pundak Noah. "Noah terimakasih sudah menjaga Maya, dan untuk sikap om Gustav dia cuma khawatir, jangan diambil hati ya!" Ujarnya, yang dibalas anggukan oleh Noah.



Heru dan 3 karyawan lain menghampiri Noah. "Mba Maya anaknya pak Gustav" tanya  seorang diantara mereka.

Noah hanya membalas dengan anggukan. "Kalian bisa kembali ke puncak, lanjutkan semua kegiatan sesuai dengan planning." Lanjut Noah.

"Pak Noah, gak ikut" tanya Heru.


"Saya akan ikut menjaga Maya" jawab Noah.


"Baik pak. Kami permisi." Heru dan kawan-kawan meninggalkan rumah sakit.





Noah spontan berdiri, Gustav sedang berjalan kearahnya.

"Om, saya..."

"Kamu bisa pulang" sela Gustav.

"Om saya minta maaf, saya mau tetap disini" ungkap Noah.


"Buat apa? Kamu mau ngapain disini?"

"Saya mau menjaga Maya" balas Noah.

"Memangnya kamu siapa? Silahkan pergi!" Hardik Gustav.

Noah kehilangan kata. Sampai sekarang dia belum tau, Kenapa Gustav sebegitu benci padanya.

NOAH LOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang