Bab 37

133 9 0
                                    

Guys Tolong follow tiktok aku yang di bio ya. Bantuin promosi dong🙏🙏






Sean menepuk pundak Maya.
"Kenapa? Kamu punya masalah" tanya pria itu.
Hampir 3 bulan Maya terlihat murung. bukan cuma itu saja, Maya juga terkesan menjaga jarak, beberapa  kali menawarkan tumpangan pulang bersama, namun selalu ditolak.





"Aku gak apa-apa, pulang duluan ya kak" jawab Maya.


Sean menahan tangan Maya . "kakak antar aja ya, ini  sudah malam." meski tau pasti ditolak, Sean tetap menguji keberuntungan.


Maya menggeleng. "Aku kan bawa motor, maaf kak, aku pulang dulu" jawabnya.



Maya Sudah sampai di kost. dia menghela nafas kasar, dengan berat hati memasuki hunian yang dulu nyaman.


Maya melewati Noah yang berkacak pinggang didepan pintu.



"Mau langsung makan, atau  mandi dulu" kata Noah.


Maya tidak menyahut, dia ke kamar, melewati Noah begitu saja.



Noah mengikuti Maya ke kamar.
Dia menatap Sarah yang mengeluarkan setelan tidur dari lemari.


"Mandinya jangan lama-lama ya, kakak sudah lapar" ujar Noah.



Maya berhenti sejak. Banyak keluhan yang ingin disemburkan, namun tetap mengatupkan mulut.
Maya melanjutkan langkah, kemudian memasuki kamar mandi.






Noah menunggu sampai kamar mandi terbuka, pria itu tetap berjaga sampai Maya keluar.




Noah dengan sigab mengambil handuk kecil, kemudian mengeringkan rambut Maya.



Mata Maya sudah berkaca-kaca, dia muak dengan situasi ini.
"Kak, ngeringinnya pake hairdryer aja" cicitnya.




Noah menulikan telinga, dia tidak suka Maya protes, ataupun menolak semua kebaikannya.



"Lagian, kamu kenapa harus kerja sih, pulangnya malam lagi. Hari ini ketemu sama si Sean itu gak?"

Bukannya mendengarkan keluhan Maya, Noah malah membuka topik sensitif.

Beberapa bulan terakhir Noah sudah memporak-porandakan hidup Maya, tidak ada lagi sosok kakak yang menatap lembut seorang adik. Dimata Maya, Noah adalah predator yang setiap saat mengancam nyawa.

Maya tidak pernah tau dibalik wajah tenang itu, bisa menyembunyikan jiwa yang begitu sakit. Noah sakit jiwa.


Noah tidak suka diacuhkan. Dia sedang bertanya, dan Maya dengan kepala tertunduk.

Noah meletakkan handuk kecilnya, kemudian  mencium leher Maya dari belakang.


Maya langsung menjauh. "Kakak" lirihnya, akan tetapi tidak berani menatap Noah.


"Kenapa? Kamu tidak suka?" Tidak ada nada ancaman, suara Noah begitu tenang.

Maya sudah meneteskan air mata, kepala yang tertunduk, menggeleng sebagai respon.


Noah berdecih. "Dulu bilang suka banget sama kakak, kamu juga janji akan terus mengikuti kemanapun kakak pergi. Kenapa berubah? Kenapa hanya karena Si Sean yang baru kamu kenal, kamu melupakan kakak."



Tangis Maya semakin kencang. Dia sangat takut kepada Noah. Suara tenang pria itu terdengar seperti kalimat ancaman.




Noah mengepalkan tangan, dia tidak suka Maya menangis, apalagi tangis itu adalah ekspresi ketakutan terhadap dirinya.

"Diam kamu" hardik Noah.

"Kamu dengar kakak. Sekarang hapus airmata mu, dan berhenti menangis" tampah Noah memerintah.

Maya mengusap kedua mata, suara diredam, matanya sebisa mungkin menghindari manik Noah yang memang terang-terangan menatapnya.



Noah menuntun Maya ke meja makan.

"Sekarang makan" perintah pria itu.



Noah tidak pernah melepaskan pandangan, Maya adalah objek favorit. Seberapa besar otak mensugesti tetap saja matanya tidak bisa berpaling.




"Kamu resign aja."  Kata Noah.



Maya tersedak. Dia buru-buru menggapai gelas, lalu membasahi kerongkongan.
Maya tidak akan resign, Noah tidak berhak mengatur hidupnya. Namun dia tidak punya keberanian untuk sekedar menyampaikan keinginannya, atau barangkali dia pernah menyampaikan, tapi berakhir dengan hukuman.



"Aku tidak mau" Cicit Maya.



"Karena laki-laki itu kan? Kamu melupakan kakak, dan berpaling pada dia" tuding Noah.

Maya dengan tangan bergetar, mengelus jemari Noah.
"Kakak, aku mau pulang aja, aku mau ketemu ayah" ungkap Maya.


"Supaya apa? Kamu mau ngadu? Kenapa kamu gak pernah nurut?"


Maya menggeleng.
Kalau mau jujur Maya juga berencana resign, dia mau pulang ke kampung Bustak Nabirong. selain ingin menghindari Noah, Maya juga harus memperbaiki mental.


"Kamu gak bisa ninggalin kakak, kakak cinta banget sama kamu" pungkas Noah.


Kalau dulu Maya mendamba pengakuan cinta, kini menjadi momok menakutkan.

"Aku kangen ayah" lirih Maya.


"Udah, jangan nangis lagi, kan ada kakak. Lagian ayahmu itu orang jahat" kata Noah.




Noah kehilangan kontrol diri. Kalau dulu dia menutupi kekurangannya, sekarang malah mewajarkan hal-hal tabu itu, dan itu semua karena Maya Pitara.
Noah tidak lagi konsultasi, psikis yang sakit tak lagi diobati, dibiarkan begitu saja hingga melahirkan sosok baru dalam dirinya.

NOAH LOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang