Bab 19

114 6 0
                                    

Selamat membaca 🤗
Votingnya jangan sampai kelupaa🙏



Sudah 5 hari Maya tidak magang, selain masih sakit hati, kondisi mata juga tidak memungkinkan, tidak hanya merah, kedua matanya juga bengkang sampai terlihat  seperti bekas tonjokan, hal itu disebabkan karena wanita itu sempat menampar diri sendiri untuk melampiaskan amarah.

Gustav dan Arimbi duduk dimeja makan, sarapan pagi sudah disajikan, namun Keduanya kompak menutup mulut.

Gustav sudah kehabisan akal, Kondisi putrinya benar-benar diluar kendali. Gustav melihat sendiri bagaimana Maya menyakiti diri sendiri secara sadar, menangis tanpa henti, meraungkan nama Noah.

"Aku akan antar makanan Maya"
Ujar Gustav membuka pembicaraan. tanpa menunggu balasan gustav langsung membawa makanan yang sudah disiapkan PRT.


"Nak, makan dulu yuk"
Gustav menyibak selimut tebal yang menenggelamkan tubuh Maya.

Maya duduk sambil menunduk, dia tidak berani menatap ayahnya.

Melihat Maya sudah menghabiskan setengah makanannya Gustav hendak meninggalkan kamar putrinya itu, namun dihentikan oleh suara kecil Maya.

"Ayah" cicit Maya masih dengan kepala tertunduk.

"Kenapa? Hummmm"
Gustav mengelus kepala Maya. " Kenapa nak,? Ada yang sakit?" Lanjut Gustav.

Maya menggeleng-gelengkan Kepala.
"Ayah, maafin Maya" ungkap wanita itu, dengan suara bergetar karena sambil terisak.

"Sini, lihat ayah. Jangan nangis lagi, matanya masih bengkang banget" Gustav langsung mengusap airmata putri tunggalnya itu.

"Ayah, Maya minta maaf" lirih Maya sambil sesegukan.

"Gustav langsung memeluk Maya. "Lain kali jangan diulangi lagi ya, ayah takut, kemarin kamu membuat ayah ketakutan. Jangan pernah melukai diri sendiri untuk alasan apapun."

Maya mengangguk dalam dekapan Gustav.

"Janji sama ayah" Gustav mengacungkan jari manis, yang langsung dikaitkan jari manis sang putri.

"Maya janji" ujar Maya.

Gustav menggenggam  kedua tangan Maya. "Nak, apapun yang terjadi cerita sama ayah, jangan dipendam sendirian." Kata pria itu.

Dari dulu Maya terbiasa menceritakan segala hal, rutinitas positif itu berhenti setelah mereka sering berdebat mengenai Noah.
Maya seperti menciptakan jarak, dan mulai sering berbohong, beberapa kali juga melawan dengan suara tinggi.

Maya hanya mengangguk, mungkin dia bisa menceritakan beberapa hal secara gamblang, kecuali tentang Noah, kedua orangtuanya terang-terangan menyuruh menjauh dari kehidupan Noah, hal yang tidak akan pernah dia lakukan.

"Besok ngantor sama ayah aja ya" Maya mengalihkan topik.

"Iya, tapi besok udah bisa ke kantor?"
Gustav mengelus kelopak mata Maya yang masih bengkak.

"Besok pagi pasti kempes, nanti aku mau kompres, trus kalau kurang nyusut bisa ditutupin pake Make-up" jawab Maya.



.........

"Mau langsung berangkat, kamu belum sarapan lho" ujar Arimbi, sembari memberikan tas kerja yang sudah dia siapkan.

"Sarapan dikantor aja"

"Kamu baik-baik saja" tanya Arimbi, dia tau gelagat suaminya itu sangat tidak biasa.

"Kalau kita pindah gimana?" Tanya Gustav, beberapa hari ini dia sudah memikirkan ini.

"Ini demi kebaikan Maya, kalau hari ini kita tidak melakukan sesuatu, dimasa yang akan datang bisa saja kita melihat Maya gantung diri hanya untuk si Noah itu" Lanjut Gustav dengan tangan mengepal.

"Mau pindah kemana?"

"Rumah ibu yang dikampungkan kosong, kita akan pindah kesana"

"Aku ikut kamu aja, tapi kalau Maya gak mau pindah gimana? Kuliahnya juga bagaimana" Tanya Arimbi.


"Nanti dipikirin lagi, hari ini rencananya aku mau obrolin sama Surya, biar kerjaan bisa dibawa ke kampung." Balas Gustav.

NOAH LOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang