Bab 23

133 9 0
                                    

Maya mengusap mata kasar, membanting ponsel kesembarang arah. dia baru saja menelepon Bintang tapi yang terdengar hanya suara operator. Tidak hanya Bintang, Surya maupun Noah juga tidak bisa dihubungi, bisa dipastikan mereka semua sengaja mengganti nomor untuk menghindari komunikasi.


Arimbi tidak tahan melihat kondisi sang putri, sudah satu minggu mereka tinggal di kampung halaman suaminya dan tidak satu hari pun terlewat tanpa airmata.

"Gimana kalau kita liburan dulu" lirih Arimbi dengan pandangan fokus pada putrinya.



Gustav langsung menangkap maksud yang ingin disampaikan Arimbi. Istrinya itu pasti akan mengajak liburan ke Jakarta, kemudian akan membantu Maya menemui Noah.

"Kita baru sampai disini, suasana baru juga termasuk bagian dari liburan." Jawab Gustav.


"Aku gak tega sama Maya, kelihatannya dia gak suka disini" ujar Arimbi dengan suara sendu.



"Biarin aja. Nanti juga terbiasa. Lagian Kalau gak sekarang kita pisahin mereka, bisa-bisa si Noah itu makin kurang ajar"


Arimbi tidak terima kalimat yang dilontarkan Gustav, Noah sangat baik, sangat mustahil untuk menyakiti Maya.

"Kamu kenapa sih? Kayaknya benci banget sama Noah. Dia ada salah? Atau bagaimana?" Cecar Arimbi.
Jujur dia tidak mengerti kenapa suaminya itu sampai harus mengambil langkah sejauh ini hanya untuk menjauhkan Noah dan Maya.

"Kamu gak ngerti. Noah itu bermasalah, semua keluarganya juga sejenis, Kalau kita membiarkan Maya bersama pria itu, sama saja kita ini membiarkan putri kita memasuki neraka." Imbuh Gustav dengan ekspresi kesal, dia tidak suka Arimbi memberikan pembelaan untuk Noah.

Meski tidak setuju dengan opini suaminya, Arimbi memilih bungkam, untuk sekarang dia butuh kondisi tenang.



Dimalam hari saat Maya sudah tertidur, Gustav memasuki kamar sang putri, seperti biasa dia akan memegang tangan Maya, dan merenung dalam diam. Seperti Arimbi yang tidak tega melihat kondisi Maya, demikian pula perasaan Gustav. Dia hanya menyembunyikan kesedihan.

Gustav mengelus kelopak mata Maya. didalam hati berbagai umpatan dilayangkan kepada Noah, dia benci bahwa kenyataannya pria yang pernah di anggap sebagai anak sendiri menjadi sumber penyakit untuk putri tunggalnya.




Setelah resmi pindah dan meninggalkan ibu kota, belum satu hari pun Gustav tidur dengan tenang, pikirannya penuhi dengan siasat melengserkan Noah dari kehidupan sang putri.




"Gimana keadaan Maya" tanya Arimbi, saat merasakan pergerakan Gustav telah berbaring.


"Kamu belum tidur" Gustav membalas dengan pertanyaan lain.

"Hummmm......aku gak bisa tidur. Masih kepikiran dengan Maya"

Gustav langsung membawa Arimbi dalam pelukan. " Jangan terlalu dipikirin, Maya akan Baik-baik saja" ungkap Gustav.


"Gimana gak dipikirin, Maya tiap hari jerit-jerit begitu." Lirih Arimbi.


"Mulai besok aku akan mengambil alih perkebunan. kita bisa ajak Maya supaya dia ada kegiatan, dia juga harus bersosialisasi dengan masyarakat disini" respon Gustav.

Arimbi sedikit kesal kepada Gustav, Maya bahkan tidak mau keluar kamar, tapi sudah berpikir untuk membawa sang putri keperkebunan.

"Kamu yakin ini yang terbaik. Aku takut Maya marah, kamu tau sendiri keluar aja dia gak mau apalagi di ajak keperkebunan" ujar Arimbi dengan nada ketus.


Gustav memunggungi Arimbi, istrinya itu tidak pernah manut barang sebentar saja. Arimbi selalu mendebat, seakan dia bukan ayah yang menyayangi putrinya. Arimbi terkesan ragu atas keputusan dan kasih sayang seorang ayah.

NOAH LOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang