Bab 10

166 5 0
                                    

Gustav dengan sabar menyuapi Maya. "Nak, ayo Dimakan lagi" ucapnya.

"Ayah, aku bukan anak kecil lagi" balas Maya.

"Iya ayah tau! Makan lagi ya?" Gustav kembali menyodokkan sendok yang berisi bubur.


"Aku udah kenyang"

"Baru beberapa suap lho! Masa udah kenyang." Sahut Gustav.

"Ayah, kenapa kak Noah belum kesini?" tanya Maya, mengeluarkan isi hatinya.


"Dia gak akan kesini" jawab Gustav.


"Kak Noah baik-baik saja gak ya? Dia juga gak tahan dingin" lirih Maya.




"Yang gak baik-baik saja itu kamu, Noah udah pasti lagi happy-happy" ungkap Gustav.



"Ayah, aku mau pulang aja" gumam Maya.

"Iya, besok kita pulang, ayah sudah pesan tiket. Kita pulang pake kereta aja, mobil ayah juga distasiun" jawab Gustav.






Setelah perjalanan cukup panjang, Gustav dan keluarga kecilnya sampai dirumah.

"Kamu duluan aja, biar aku yang bangunin" ucap Gustav pada sang istri. Arimbi keluar lebih dulu, dia membawa beberapa kantong belanja, dan barang lain yang sebelumnya dibawa dari rumah.



Gustav mengelus kepala Maya. "Nak, bangun. Kita sudah sampai" ucapannya.



"Kuat gak jalannya, biar ayah bantu" ungkap Gustav, saat putrinya itu berjalan sedikit goyang.



"Kuat ayah, aku udah sehat" Sahut Maya.




Arimbi makan sendirian, sedang Gustav masih menemani Putri mereka minum obat. Kalau boleh jujur dia sedikit iri dengan kedekatan Maya dengan ayahnya. Dia ibu yang mengandung dan melahirkan Maya, tapi putrinya itu jauh lebih dekat dengan Gustav. Seperti sekarang ini, dia sudah berusaha membujuk Maya meminum obatnya, tapi tidak berhasil, sampai akhirnya Gustav turun tangan, dan bisa dipastikan Maya sudah mengonsumsi obat-obat itu.


"Kenapa?" Tanya Gustav, saat melihat istrinya melamun.


"Maya sudah minum obatnya?" Arimbi balas bertanya.


Gustav menggangguk. "Mungkin dia sudah tidur, salah satu obatnya mengandung penenang" lanjutnya.



"Kalau sama kamu, dia Langsung nurut. Padahal aku bujuk lama banget, dia gak mau minum obatnya" lirih Arimbi.


"Maya lagi gak mood, biasanya juga dia nurut sama kamu."

"Iya sih!" Gumam Arimbi.





"Ayah aku juga mau ngantor" ujar Maya, saat ayahnya itu hendak berangkat kerja.

"Istirahat dirumah dulu, kamu masih pucat begitu"

"Aku udah sehat!" Seru Maya.


"Iya, udah sehat, tapi ditingkatkan lagi kesehatannya"

"Ayah....." Panggil Maya mengadu. 'memangnya pelajaran ditingkatkan segala' monolognya.


Sebelum terlibat drama baru bersama putrinya, Gustav buru-buru menyalim Arimbi "ayah berangkat" imbuhnya. memberikan ciuman dikening sang istri, lalu segera pergi.



"Ibu, masa ayah bilang libur 2 hari lagi" tutur Maya.


"Itu karena ayah sayang sama kamu, coba kalau ayah gak perduli, pasti dari kemarin langsung disuruh ngantor" sahut Arimbi, sambil membersihkan meja makan.



Maya menghentakkan kakinya, percuma meminta bantuan ibunya, jelas-jelas mereka satu tim.

Maya menyusul sang ibu yang membawa piring kotor ke dapur. "Bu, aku nginap dirumah mami Bintang ya?" Ucapnya dengan ekspresi memohon.

"Kamu masih sakit lho!" Seru Arimbi. "Lagian ayah gak bakal kasih izin" lanjutnya.

Maya mengerucutkan bibirnya. "Bu, aku mau ke rumah mami bintang" lirih Maya.


"Nanti, ayah marah lho"

"Bu, sekali ini aja. Ya....ya" Maya berusaha merayu sang ibu.




"Ya, sudah. Tapi obatnya harus dibawa dan diminum. Jangan lupa" peringat Arimbi.


Senyum Maya langsung merekah. "Siap ibu" ucapnya, sambil berdiri dengan sikap hormat.



Selama perjalanan Maya tak henti-hentinya bersenandung. Kalau begini Dia tidak keberatan libur setiap hari, asal bisa satu atap dengan Noah-nya.

"Wah, lagi happy banget ya non" tanya supir yang mengantarnya.

Maya tersenyum malu, dia bahkan tidak menyadari ada orang lain yang mengemudi mobil.

"Biasa pak, masalah anak muda" kekehnya.

NOAH LOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang