Bab 27

122 6 0
                                    

Voting!!!





Sudah satu minggu setelah pertikaian diantara anak dan orangtua. Gustav dengan paksaan Arimbi sudah meminta maaf, dan Maya masih diam, tidak bilang memaafkan, namun tak juga menunjukkan ekspresi merenggut seperti biasa kala pertengkaran terjadi. Maya hanya tak habis pikir Gustav berbohong, dan menciptakan skenario palsu, membuatnya harus meninggalkan proses magang.


Hubungan Arimbi dan Gustav juga ikut memburuk, tidur saling memunggungi, mereka bahkan sudah seminggu tak bertegur sapa.

Gustav marah pada Arimbi, kenapa juga istrinya itu mengacaukan keadaan.

...........



Mely menyikut lengan Shinta.

"Kenapa sih" pungkas Shinta.
Mereka sedang makan dan Mely dengan kekuatan penuh mendorong lengannya yang hendak menyuap makanan. Ala hasil makanan belaratan kemana-mana.

"Sorry" Mely cengengesan, dia tidak melihat sahabatnya itu hendak menyuapkan makanan ke mulut.

"Noh" Mely mengarahkan dagu ke meja Maya yang sedang duduk bersama Sean.

Sedang Golda merutuki tingkah Mely. Udah tau si Shinta naksir berat sama Sean, bisa-bisanya Mely terang-terangan menunjukkan Sean yang sedang PDKT dengan Maya. 'Apa dia tidak memikirkan perasaan Shinta?' pikir Golda.



"Tak kirain tipenya Sean perempuan dewasa, pintar dan berpendidikan. Ternyata semua laki-laki sama saja, yang paling penting cantik" Shinta berucap sangat lembut, namun makna dari setiap kalimat yang keluar penuh dengan penghakiman.

Golda yang tak ingin berujung konflik buru-buru membuka topik baru.
"Eh paket yang kemarin belum lunas kan? Mely sini bayar, kurangnya RP 132000"



"Apaan sih. Kemarin bilang santai aja, baru satu hari udah nagih. Kayak rentenir aja"
Tak ayal Mely tetap mengeluarkan uang, kemudian membayar sambil bersungut-sungut.


Namun pandangan Shinta tak lepas dari Sean yang entah mengapa terlihat seperti seseorang yang berbeda. Maya dengan wajah murung, dan Sean nampak lebih ekspresif. Hal yang tidak pernah Shinta lihat sebelumnya. Sean cukup tertutup, melihat pria itu dengan luwes bercerita kepada Maya cukup menyita perhatian.

Mely menoel Shinta. "Cemburu ya"  ujarnya sembari menaik-turunkan alis.

Golda mendelik. Mely ini kelewat dungu, apa sengaja ingin memanas-manasi Shinta. Sudah berhasil mengalihkan pembicaraan, malah kembali memprovokasi.

"Ngapain cemburu" elak Shinta, namun siapapun yang melihat ekspresi wanita itu tau kalau Shinta sedang cemburu.

"Syukur deh, kalau gak cemburu. Soalnya pak Sean benaran serius sama Maya." Celetuk Mely.

"Sok tau banget sih. Lagian pak Sean itu tipe yang sama siapa aja akrab. Apalagi Maya kan lagi sedih, pasti Sean cuma iba dan mencoba menghibur Maya"

Golda buru-buru memblokir opini yang sedang Mely bangun.

"Dih. Sejak kapan pak Sean Akrab sama siapapun. Coba hitung pake jari selama tinggal disini pak Sean Akrab sama siapa aja." Mely langsung menyangkal. Semua yang dijabarkan Golda tidak lah benar, jelas-jelas Sean itu manusia aneh, boro-boro akrab, mengeluarkan suara saja pelit.

Kalau sudah begini Golda angkat tangan, mendebat Mely sama saja memperbesar masalah.

"Kira-kira mereka lagi ngomongin apa ya. Kelihatannya seru banget" tambah Mely.

Tidak ada yang menyahut Mely. Shinta dengan ekspresi dongkol, sedang Golda pura-pura sibuk dengan gawai.




Maya dengan wajah memerah menghindari tatapan Sean. Pria itu tersenyum sembari mengelus kepalanya.

"kamu lucu banget" ujar Sean.
Pria itu tanpa rasa malu memuji Maya.

Maya salah tingkah, untuk pertama kali dia mati kutu hanya karena sebuah pujian.

"Jadi sekarang masih sedih gak?"  Tanya Sean.

"Hah" Maya gelagapan, dia bahkan lupa kalau baru saja dia curhat pada Sean.

"Kamunya masih sedih gak?" Ujar Sean mengulangi.

Maya kepalang malu, jadi dia hanya menggelengkan kepala sebagai respon.

Sean sangat gemas dengan tingkah Maya.
Entahlah setiap pergerakan gadis itu seperti mangnet yang menarik. Sean tidak bisa melepaskan pandangan barang sebentar.

NOAH LOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang