Kali ini Malik menginjakkan kakinya di Rumah yang megah bertingkat 3 tersebut. Tak lain itu rumah Gavriel, sang sahabat. Malik mengetuk pintu dan langsung masuk sembari mengucap salam. Seolah ini rumahnya sendiri.
"Eh tante, apa kabar tan?" Sapa Malik saat menyadari tante Rita yang tak lain adalah ibu dari El.
"Kayak biasa lah Mal, kamu udah jarang nginep disini."
"Iya tan, beberapa hari yang lalu Malik ke Jogja soalnya, nyusul kak Raja."
"Yaudah, itu el ada di kamarnya. Langsung aja masuk. Itu kalau kamu belum makan juga ada masakan di meja makan ya. Kamu ambil sendiri." Tawar tante Rita.
"Siapp tan, makasih. Btw itu tante yang masak sendiri hahaha." Goda Malik.
"Nggk sih, bi atuy yang masak itu mah."
Malik memang sangat akrab dengan keluarga El, bahkan orang tua El sempat menawarkan jika Malik mau memanggil mereka papa dan mama. Se-akrab itu hubungan mereka, hingga tak usah ditanya kedekatan El dan Malik. Sangat dekat. Sampai-sampai jika Malik mengunjungi kediamannya, para ART, satpam, hafal dengan wajah Malik. Belum lagi sikapnya yang masuk keluar, makan seolah-olah ini rumahnya sendiri.
Kedekatan El dan Malik bermula saat mereka duduk dibangku kelas 10. El yang merupakan anak "orang kaya" sebab orang tuanya donatur tetap sekolah itu, belum lagi dirinya yang selalu menjuarai tiap pertandingan bola basket, ditambah dengan paras nya yang rupawan membuat semua gadis terpikat padanya. Tak jarang ia ikut olimpiade. Sebab itu ia dapat mengenal Malik.
Sebenarnya El yang mendekati Malik utnuk mengajaknya berteman. Malik tidak meng-iyakan, namun ia juga tak menunjukkan penolakan. Jadilah mereka sahabat yang tak terpisahkan, bahkan sirkel mereka menjadi paling populer satu sekolah, tak jarang sekolah lain pun mengenalnya. Siswa pintar, tampan, kaya, anak eskul basket. Incaran dan sosok yang di idamkan para gadis pastinya.
"El, keluar yuk?" Ucap Malik saat membuka pintu kamar El.
"Kemana? Gw mau namatin game nih." El menjawab dengan netranya yang terpacu dengan layar komputer di depannya.
"Bar."
"Bar? Ngapain? Kalau mau minum bokap gw simpen banyak tuh di lemari ruang kerjanya."
"Gw suntuk aja."
"Napa? Bertengkar lo sama Kala?"
"Lah kok bawa-bawa Kala?"
"Ya kan lo akhir-akhir ini akrab sama Kala. Dan kalau lo ajak gw ke bar pasti lo lagi pusing sama manusia."
"Gw udah hafal mal, kenal berapa tahun kita."
"Perasaan tadi subuh gw liat lo fine sama dia nyet. Bahkan kalian sampe tidur bareng bukannya?" Sambung El.
"Kok.." Malik belum menyelesaikan kata-katanya.
"Santai aja, gw tahu kok. Tadi pagi gw anter makanan ke apart lo. Karena gw tahu pass apart lo, gw langsung masuk like usually. And i found you making love with him." Suasana menjadi canggung sepersekian detik, sampai Malik membuka suara.
"Yaudah ayo nge-bar."
"Wait, gw selesaiin dulu." El masih asyik beradu dengan komputernya.
Tak menunggu waktu lama, Malik langsung mencabut stop kontak agar layar komputer El mati. El yang kesal, serasa ingin menonjok Malik.
"Sebenernya lo kenapa sih. Harusnya lo sekarang sama si Kala bukan sama gw." El membuka pembicaraan saat Malik masih sibuk minum beer nya.
"Maksud lo apa nyet?" Malik tahu maksid dari ucapan El, ia hanya menegaskan kembali.

KAMU SEDANG MEMBACA
Raja dan semestanya
Romansa"Sialan, gimana ini bisa-bisanya gw kelewat stasiun. Mana ini malam lagi. Apes gw emang bener kata orang jangan melawan restu mama papa." Berawal dari kelewatan stasiun, ternyata menjadi awal mula pertemuan Kala dan Raja. Awal yang mungkin menurut...