Jakarta di Malam Hari

43 2 0
                                    

View city light kota Jakarta memang tidak pernah gagal. Dahulu ia hanya mendengar indahnya kota Jakarta, namun kali ini ia baru tahu perasaan itu. Bertahun-tahun ia tinggal di Jakarta, yang merupakan kampung halamannya sendiri namun ia baru merasakan kebahagiaan ini. Entah perasaan apa yang cukup untuk menggambarkan situasi ini. 

Menaiki motor, berlalu melaju melewati jalanan yang tak pernah sepi. Lampu-lampu perkantoran yang tak sedikit masih menyala, papan reklame yang bervariasi, dan tak sedikit orang masih berlalu lalang, yang masih sibuk mencari nafkah demi kehidupan mereka. Hati Kala menghangat melihat semua itu. Melihat city light kota Jakarta sering Kala lakukan namun tak pernah ia temukan hal seperti ini. Biasanya ia hanya menikmati nya lewat balkon kamar hotel. Namun malam ini semua hal ini berbeda dari biasanya.

Dilewatinya kota tua, kota yang pasti banyak orang akan setuju jika keindahannya saat malam hari yang teramat sangat. Bangunan yang penuh dan kental akan arsitektur belanda, lampu remang-remang yang menjadi pencahayaan menambah kesan tua nan antik itu. 

"Makan dimana mal jadinya." 

"Makan taichan. Gw tau tempat taichan enak. favorit gw itu." 

Sampailah mereka pada tempat tujuan, warung yang berada dipinggir jalan, kesan sederhana. Warung tenda, yang piringnya msih menggunakan daun pisang, dengan pemandangan lalu lalang orang melintas. Tak lupa kursi plastik ciri khas warung tenda yang tak memiliki sandaran,berwarna biru, merah, dan hijau. 

"Bang bro pesen satenya 2 porsi ya." Santai Malik memesan pada lelaki yang sepertinya usianya hanya terpaut berapa tahun.

"Siap mas bro." Jawab abang sate itu yang tak kalah santai nya.

"Widih langganan banget nih sampe udah akrab gitu sama abangnya." cibir Kala.

Malik hanya menjawab dengan anggukan kepalanya dengan matanya yang masih menatap lekat layar ponselnya.

"Eh mal, lupain ya yang tadi lo denger dirumah gw. Gw jadi nggk enak sama lo jujur aja nih." Sambung Kala.

"Santai aja Kal, gw juga udah lupa suara desah nyokap lo begimana tadi."  Jujur Malik, seolah membahas hal seperti ini sudah biasa.

"Husst, bisa pelanin dikit nggk sih. minimal sensor lah anjing." Kala sambil mencubit paha Malik

"Sakit anjing, pake cubit-cubit segala." Malik setengah meringis

"Lah kalau disensor ngomonganya jadi gimana tuh, M-bintang-n-d-bintang-s-bintang-h. gitu?" Malik sambil tertawa terbahak-bahak akan celotehannya sendiri, mengejek Kala mungkin menjadi sebuah hobi baru baginya. Kala yang memang menjadi sasaran empuk untuk kaum seperti Malik.

FYI maksud yang M-bintang-n-d-bintang-s-bintang-h itu (m*nd*s*h) biasanya kan kalau sensor pake bintang, nah si Malik bintangnya itu diucapin lisan gitu hehehe semoga paham jokes nya.

Mereka menimati dengan khidmat makanannya itu, dengan mengobrol hal-hal ringan sesekali untuk memecah kecanggungan diantara mereka. 

"Gimana kira-kira so far belajar sama gw. Kira-kira makin siap nggk nih buat UTBK."

"Gtw siih gw mal, masih ragu sendiri. Jujur aja waktu gw gagal SNMPTN kmrn aja sampe sekarang masih kecewa ke diri sendiri."

"Lo pinter Kal, masalah kemaren mah emang  bukan hoki lo aja."

"Emang lo mau daftar ke kampus mana sih?" Tanya Malik yang ingin sedikit mengetahui tujuan muridnya itu.

"UGM, gw udah jatuh cinta." 

"Oh lo nggk coba daftar ke UI aja gitu, kan deket tuh di Depok. Ngapain jauh-jauh ke Jogja."

"Nyokap nyuruh gw disana biar sama kayak kakak gw, tapi gw nggk mau merelakan kampus impian gw gitu aja. Kemarin gw daftar aja tanpa sepengetahuan nyokap. tapi ujung-ujungnya ttetep tau juga sih, at the end gw tetep kena semprot."

Raja dan semestanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang