42

34 4 0
                                        

"Jek, liat yang disebelah degem. Itu siapa ya?"

"Itu orang yang sama yang ngira aku tuna rungu waktu ngojol tau." Bian menyenggol lengan Jek.

"Oh si dia yang ngira kamu tuna rungu. Gak heran sih."

"Tapi cakep banget buset." Jek menatap Bagas intens. Namun Bian menutup matanya agar tak menatap terus menerus.

"Ini jatah ku."

Bian langsung mendekati Kala dan Bagas yang sedang mengobrol berdua. Tujuannya basa-basi saja, dan siapa tahu Kala memperkenalkannnya dengan lelaki itu.

"Woi tunggu. Giliran bening-bening aja gak pernah diajak aku." Jek mengejar langkah Bian yang berjalan sangat cepat itu.

"Eh degem. Lagi ngapain."

"Eh kak Bian. Lagi ngobrol aja kak." Awalnya Bagas tak menghiraukan, namun ia rasa ia tak asing dengan suara ini.

"Loh ini kenalan kamu ta Kal? Ini mas-mas ojol yang aku ceritain yang aku kira tuna rungu itu loh." Lagi dan lagi, mulut Bagas kampas rem nya sedang tak berfungsi, kata-kata yang muncul dari mulutnya tak ada rem sama sekali.

"Oh, ini mas Bian. Temannya kak Raja. Dan itu mas Jek. Temannya kak Raja juga."

"Salam kenal kakak-kakak. Aku Bagas, temannya Kala dari Jakarta." Bagas menyalami satu persatu dari mereka.

"Salam kenal juga. Ternyata kamu temennya degem, pantes kemarin waktu aku anter kamu ke kost sini aku kira kamu anak kost baru." Bian menyahuti.

"Eh mas Bian emang ngapain tiba-tiba ngojek mas?" Kala bertanya pertanyaan yang seharusnya. Pertama kali ia mengetahui jika Bian melakukan pekerjaan sambilan sebagai driver ojek online.

"Oh, aku biasanya ngojek sesuka hati. Kebetulan kemarin aku lagi bosen."

"Kamu kok gak ngajak aku, aku kan juga mau nyambi." Jek menyerobot Bian.

"Ya kamu mah bukannya jadi driver, malah ngintilin aku mulu. Jadilah gak pernah dapet penumpang akunya." Begitulah kira-kira bahasan mereka pagi ini. Sesekali di selingi oleh candaan dari Jek itu.

"Aku boleh minta nomor kamu?" Bian menyodorkan hp nya yang sudah ia buka aplikasi add contact itu. Bahkan dirinya sudah menamai contact nya, tinggal Bagas mengisi nomor hp nya saja.

"Buat nanti kalau aku minta testi sebagai mantan penumpang aku. Biar gampang hubungi nya." Jelas Bian. Yang tentu Kala dan Jek tahu jika itu hanya modus belaka, bahkan Bagas pun pasti tahu perkara itu.

"Boleh, nanti hubungi aja kalau mau request review." Bagas menambahi.

Selesai mendapatkan nomor nya, wajah berseri tampak. Bian seolah sedang berbunga-bunga. Entahlah, ada sesuatu baru dari dirinya itu.

"Kalian mau sarapan bareng? Aku sama Jek mau makan gudeg." Bian menawari Kala dan Bagas itu. Jek pun terheran, sebab sebelumnya tak ada agenda itu. Bahkan Bian sebenarnya bukan tipikal orang yang sarapan dengan makanan berat.

"Boleh kak. Makasih." Kala dan Bagas mengatakannya serentak setelah mereka menimbang-nimbang harus menolak atau menerima ajakan itu.

"Nanti kamu bonceng degem. Aku bonceng temennya." Bian berbisik pada Jek, meminta kesepakatan itu.

"Boleh, tapi gudeg ku bayarin ya." Jek pun tak ingin merasa rugi, ia kembali membuat kesepakatan dengannya. Hingga Bian mengangkat tangannya dan mengacungkan ibu jarinya. Hati Jek pun ikut berseri. Ia berharap jika dirinya terus terlibat dalam perjanjian seperti ini, sangat menguntungkan kantungnya iu.

Sepanjang jalan, tak ada yang spesial. Dirinya hanya menikmati pemandangan. Sesekali ia merindukan Raja yang kini sedang tak ada di sisi nya itu.

"Degem, kamu masih marahan sama Raja?" Jek membuka pembicaraan, namun karena angin yang terlalu kencang dirinya tak dapat mendengar pertanyaan yang dilontarkannya dengan jelas. Sehingga sepanjang jalan Kala hanya berkata 'hah' saja. Jek paham, ia pun diam.

Raja dan semestanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang