30

43 4 0
                                    

Sebenarnya sore ini ia sudah berjanji pada Kala, bahwa dirinya ingin melanjutkan pembicaraanya yang kemarin itu. Namun rencananya harus meleset sedikit dari perkiraan, sebab tiba-tiba Cakra meminta untuk rapat di rubem hari ini hingga jam yang belum ditentukan. Ia sudah mengirimkan pesan pada Kala bahwa dirinya akan sedikit terlambat. Mungkin sekitar 30 menit, jadi Kala bisa mulai berangkat setelah 30 menit dari kesepakatan awal.

"Ja, aku minta tolong kamu gantiin aku hari ini ya. Kalau diundur terus lama approve nya nanti." Begitulah kata pertama yang Cakra ucapkan di Rubem itu kepada Raja dihadapan anggota lainnya.

Menerima amanat, tentu ia lakukan. Rapat berlangsung semestinya, berjalan dengan lancar bahkan point-point yang pada rapat sebelumnya kini sudah tuntas. Termasuk masalah staffing.

"Jadi untuk PSDM setuju ya kalau ada penambahan anggota, untuk departemen lainnya masih tetap sama seperti biasanya. Jadi pembagian staff sudah clear dan gak ada iri-iri an dan rebutan saat bidding nanti ya." Begitulah kira-kira kalimat penutup yang Raja ucapkan sebelum menutup pertemuan kali ini. Na'asnya, kini sudah lewat pukul 9 malam, yang mana sudah lebih dari 30 menit yang dijanjikannya. Ia juga lupa untuk mengabari Kala saking hectic nya hari ini.

Dengan tergesa-gesa ia pergi meninggalkan rubem dan bergegas menuju restoran yang mereka sepakati. Hingga sampai disana ia tak menemukan sosok Kala, bahkan meja yang ia reservasi telah diisi oleh pengunjung lain. "Huft, untung Kala pulang dan gak nunggu aku." Ucapnya sedikit lega. Hingga ekor matanya menangkap sosok itu. "Kala."

"Kak, Udah selesai rapatnya."Kala menghampiri Raja yang berada diambang pintu itu.

"Kamu masih nungguin aku? Aku kira kamu udah pulang duluan."

"Maafin aku, aku lupa kabari buat suruh kamu pulang aja." Sambung Raja.

"Nggk papa kak, ini aku baru mau pulang eh kak Raja muncul. Aku juga udah kirim pesan ke kak Raja kalau aku pulang." Kala berusaha menenangkan Raja, walaupun dirinya memang sedikit kecewa. Namun wajarlah, ia harus memiliki rasa empati sedikit. Mengingat jadwal Raja yang selalu padat.

"Maaf ya." Yang hanya dibalas deheman oleh Kala. "Kak, lain kali daripada kak Raja ke kejar sama janji sendiri, kalau dirasa gak bisa nepatin mending dibatalin aja kak." Tentu ia bukan marah atau apapun, hanya memberikan nasihat saja sesama manusia. Toh saling menasihati tak memandang umur.

"Iya makasih nasihatnya, lain kali gak aku ulangi." Kini giliran Kala mengusap-usap kepala Raja seperti yang biasa dia lakukan padanya, walaupun dirinya sedikit berjinjit agar menyamakan tinggi nya dengan Raja. "Anak baik, utututu." Tangannya masih mengusap acak rambut Raja. Reaksi Raja yang selalu mengapresiasi atau menerima itulah yang selalu Kala suka darinya. Seolah menjadi pelengkap ketampanannya.

Sebelum memustuskan untuk pulang, mereka menyempatkan makan di tempat ini. Mereka berdua sama-sama belum makan malam, dan sebagai penebus rasa bersalah Raja kepada Kala.

"Jadi kak, apa yang mau kak Raja omongin?" Kala membuka percakapan langsung ke intinya, dengan posisi ia masih mengunyah makanannya. 

"Kal, terakhir kali aku bilang kamu kasih lampu hijau gak ke aku?"

"Iya, nah itu masalahnya kak lampu hijau tuh maksudnya apa? Kala mikir itu sampe susah tidur tau." Senyum tipis tersungging di wajah Raja saat mendengar Kala bercerita jika dirinya tak bisa tidur memikirkan hal itu.

"Aku minta izin buat seriusin kamu, can i?" Diam, Kala yang awalnya sibuk makan kini diam. Sendok dan garpu tetap berada di tangannya namun tak ia gunakan. Tentu tak bodoh ia untuk mengetahui maksud perkataan Raja, namun tak dipungkiri mungkin ada maksud lain darinya.

"Sebenarnya kalau ditanya kapan dan bagaimana pemikiran dan perasaan muncul, aku jujur gak tahu. Tapi semakin aku mengenal kamu, disaat itulah aku tahu bahwa kamu layak untuk diseriusin." Kedua netra Raja menatap Kala intens, begitupun dengan Kala.

Raja dan semestanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang