32

51 6 4
                                    

Setelah berfikir, ia tahu fakta bahwa dengan dirinya diam saja tak akan mengubah apapun. Ia menyakiti dirinya, orang terdekatnya, dan kini Kala. Padahal belum lama ini ia memiliki niat untuk mencoba serius pada Kala. Karena keterpurukannya ia tak ingin menjaidkan ini kesalahannya yang kesekian kali. Cukup masalah ini hanya dengan Kanaya saja, Dengan Kala tak perlu ada. Toh Malik mengirim email itu hanya untuk memberitahu fakta sesungguhnya, mengingat email itu Malik kirim sepertinya ia sudah berdamai. Jadi dirinya tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Bergegas ia bangkit dan keluar dari kamarnya untuk pertama kali guna bertemu dengan Kala.

Tok...tok..tok

Ia mengetuk pintu Kala segera

"K-kak Raja." Betapa terkejutnya ekspresi Kala saat melihat Raja berada di ambang pintu.

"Kal." Ia mengambil jeda persekitan detik."Permintaan aku untuk seriusin kamu masih bisa kan?"

"Bahkan setelah aku baca dan kamu juga pasti udah baca email itu?" Raja menatap lekat, menuntut jawaban dari lawan bicaranya. 

"K-kak." Ia berusaha menenangkan dirinya, mengambil nafas dalam. "Kak Raja baca semua email itu."

"Yes, i saw it."

"Do you still love him, Kal?" Raja bertindak agresif, ia tak ingin kehilangan semuanya saat ini. At least yang ada dipikirannya saat ini adalah menyelesaikan kesalahpahaman yang terdekat lebih dahulu.

"K-kak." Kala tak tahu dirinya harus menjawab apa, Raja menuntut jawaban atas dirinya, sedangkan perasaannya sendiri belum tertata. Raja tahu jika dirinya tak dapat memaksa Kala untuk menjawab semuanya sekarang, ia paham bahwa kini perasaannya sedang bimbang. "Kamu bisa kasih aku jawaban kapan aja Kal, perlu kamu ketahui aku serius sama kamu." Raja meninggalkan kamar itu segera, tak ingin membuatnya semkain bimbang. Dirinya berbicara dengan Kala hanya bermodal nekat, sebab dirinya tak ingin bingung sendiri akan perasaannya. Ia pikir perasaan dapat ia tata bersama secara perlahan, asalkan sudah ada kemauan dan komitmen di dalamnya. Terlepas status apapun itu.

Dirinya hanya dapat melihat punggung Raja yang kian menjauh itu, masih terlalu dini untuk mencerna semua itu. Namun satu hal yang ia percayai yakni perasaannya. Kini ia bergerak mengikuti kata hatinya. Hingga sampai pada kesimpulan dimana dirinya berlari dan memeluk Raja dari belakang. "Kak, maaf ya." Raja diam, mendengar kalimat itu terlontar dari mulut Kala membuat dirinya pesimis. Sebab ia pikir jika Kala kini lebih memilih untuk melepaskannya.

"Kita jalani sama-sama. Aku udah komitmen sama kak Raja kan kalau kita jalani aja apapun statusnya." Mendengar itu, dirinya merasa lebih lega dari sebelumnya. Pelukan Kala dan tangannya yang melingkar di pinggangnya memberikan kesan hangat. Seolah beberapa jam yang lalu dirinya dipenuhi rasa gelap dan dingin, namun kini seolah itu semua telah usai.

"Makasih ya Kala." Raja mengusap-usap tangan Kala yang melingkar di pinggang nya itu. "Kak, sebelum itu aku mau kak Raja selesaikan semuanya. Kak Raja selesaikan masalah dengan kak Kanaya. Jangan merasa bersalah dan menyalahkan diri terus. Kak Raja gak salah."

"Kak Raja gak kasihan sama diri kak Raja sendiri. Berapa tahun kak Raja mengatasi trauma itu. Berapa tahun kak Raja hidup berdampingan dengan obat-obat itu?" Kala mengambil jeda sebentar.

"Kini semua makin runyam. Waktunya kak Raja untuk menyelesaikan semuanya. Aku rasa sudah cukup 3 hari kak Raja menata diri sebelum menghadapi itu semua."

"Aku ada disamping kak Raja. Apapun yang terjadi aku ada disamping kakak." Raja mengurai pelukan itu, lekas ia berbalik arah menghadap Kala. Ditatapnya mata Kala yang penuh cinta dan keberanian yang menggebu-gebu itu. Perlahan ia menangkup pipi dan tengkuk leher Kala. Kemudian ia mendekatkan bibirnya ke bibir Kala.

Raja dan semestanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang