Kaki panjangnya melangkah cepat ke sumber suara. Ia meletakkan plastik oranye berlogo sebuah restoran di lantai dasar berisi makanan dan dua botol air mineral ke atas meja. Namun, arah pandang tetap tertuju pada Valerie. Anakan rambut yang menghias garis tepi wajah gadis itu sudah lepek oleh keringat. Kedua kakinya tidak lagi menjuntai seperti tadi.
Leguhan sarat ketakutan itu membuat Haikal makin cemas. Ia sedikit menempatkan pantat pada pinggir sofa. Kedua tangannya memegang wajah perempuan tersebut. "Val, Valerie?"
Valerie tergagap dari tidur. Mata basahnya terbuka lebar, sedangkan mulutnya menganga setengah sehingga ujung gigi kelincinya terlihat. Mengatupkan bibir, ia menelan saliva untuk membasahi tenggorokan yang tercekat.
"Che-Chef?" gagapnya, lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling.
Haikal membuka botol air dan memasukkan sedotan, lalu menyodorkannya pada Valerie yang tengah mengambil posisi duduk. "Minum dulu!"
Perempuan itu mengusap sudut mata untuk menghilangkan jejak cairan bening. Juga menyeka keringat menggunakan lengan blazer. Masih dengan gemetar kuat, jemarinya melingkar pada benda bervolume setengah liter itu. Haikal membantunya dengan menopang botol dari bawah supaya tidak tumpah. Ia menghabiskan sepertiga bagian sekali minum.
Valerie mengusap bibir, lalu menunduk. Ia meremas kuat sisi pinggir blazer. Masih ada desakan dari dalam dada hingga kelenjar air matanya terus memproduksi cairan bening. Ia menggigit bibir bawah untuk mencegah getaran. Mimpi itu masih meninggalkan sesak.
"Mimpi buruk?" Haikal melepas jaket hitamnya. Menyisakan kaos putih dengan warna biru melingkar di bagian lengan.
Bagi Valerie, itu lebih terdengar sebagai pernyataan. Ia mengangguk lemah masih dengan menyembunyikan wajah kacau. Merutuk dalam hati, kenapa harus ketika tertidur di sini?
"Ma-maaf. Seharusnya Chef tidak melihat saya seperti ini," cicitnya hampir tidak terdengar.
Haikal terdiam sambil menatap intens perempuan di sampingnya. Ia sadar bahwa sekarang dirinya melihat sisi Valerie yang lain. Di balik tingkahnya yang selalu penuh semangat, tersembunyi kerapuhan.
"Apa mimpimu itu sangat tidak menyenangkan?" Haikal tidak dapat menahan rasa ingin tahunya.
Valerie tidak merespons selama 3 detik. Butiran cairan bening kembali jatuh, tetapi Valerie cepat-cepat mengusap. Lantas ia kembali mengangguk lemah.
"Ke-kecelakaan itu ...." Valerie tidak kuasa meneruskan kalimatnya.
Meskipun demikian, Haikal sudah paham. Ia membiarkan Valerie dalam diam untuk sejenak sambil masih dengan menatap.
Noura yang terlihat tidak bergerak dalam posisi tidur sebenarnya mendengar. Ia sempat membuka mata ketika Valerie mulai meracau akan alam mimpi. Dirinya melihat Valerie bergerak gelisah, tetapi tidak dapat membantu apa-apa. Kondisi tubuhnya masih sangat lemah meski sekadar untuk mengangkat kepala semenit saja. Ia pun kembali memejamkan mata ketika mendengar Haikal masuk dengan tergesa.
Valerie menekuk kaki. Membuat Haikal sedikit menggeser pantat lebih ke pinggir. Ia juga melipat kedua lengan di atas lutut. Suara isakan lolos ketika ia menenggelamkan kepala di celah lutut.
Tangan kanan Haikal bergerak ragu di udara. Antara ingin mengusap punggung bergetar itu atau membiarkan hingga tenang sendiri. Ia bingung karena baru pertama kali menghadapi seorang perempuan menangis sepilu ini.
Valerie mengangkat wajah setelah merasa lebih baik. "Chef?"
"Hm?" Haikal menegaskan tatapan. Ia tadi sempat melamun.
"Chef, saya mau menginap di sini malam ini saja. Boleh, ya?" Mata merah Valerie mengikuti tangan Haikal yang bergerak mengambil sekotak tisu di meja kayu berlapis kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasteless Proposal
ChickLit® Shortlist Winner AIFIL 2023, reading list @WattpadChicklitID __________*___________*____________ Valerie mewujudkan mimpi menjadi chef, tetapi kejadian naas menimpanya dua tahun lalu. Dia kehilangan indra perasa sehingga terpaksa berhenti dari pr...