Bab 1ǁ Selamat Datang di Neraka

35.9K 2.5K 30
                                    

"Mulai sekarang, kamu harus hati-hati, Val!" Seorang perempuan berusia 26 tahun berdiri seraya melipat kedua tangan di depan dada. Ia menatap Valerie serius.

Valerie mengambil guling di sisi kiri tubuh, lalu meletakkan di atas perut secara melintang. "Aku tahu. Tenanglah!" sahutnya santai.

Kasur di sisi kiri Valerie bergerak pelan. Gita ikut merebahkan tubuh di atas ranjang kamarnya. Kedua kaki itu menjuntai dan menyentuh lantai seperti yang dilakukannya.

"Aku tidak menyangka kamu akan mengambil langkah ini." Pandangan Gita tertuju pada langit-langit. Menerawang pembicaraan mereka sekitar dua bulan lalu mengenai beberapa lowongan pekerjaan di Hotel Dellacato Jakarta itu.

Saat itu Gita berniat menawari pekerjaan lebih baik dari pada florist untuk menjadi staff front office. Postur dan rupa Valerie yang mumpuni dapat menjadi nilai plus untuk diterima karena memang salah satu syaratnya adalah berpenampilan menarik. Namun, itu ditolak dan Valerie memilih untuk melamar menjadi chef pastry meskipun tahu akan ada risiko besar yang siap menghantam.

"Kabar yang kudengar waktu itu terbukti benar dan ini kesempatanku untuk bisa masuk ke hotel itu. Meskipun bahaya, but it's okay." Valerie ikut menerawang ke atas. Ia sudah memantapkan hati untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan mengancam kariernya di sana.

Sudah cukup baginya untuk tidur dari mimpi selama dua tahun lebih ini. Kini ada kesempatan langka untuk ia membuktikan diri akan kemampuannya meskipun dalam keterbatasan. Ia percaya Tuhan akan membantunya. Entah bagaimana cara yang Tuhan berikan, tetapi dirinya yakin. Perpaduan usaha dan niat akan melahirkan keberhasilan.

Perempuan yang sudah menjadi sahabat Valerie sejak kuliah termenung sejenak. Ia tidak heran dengan kegigihan Valerie untuk mendapatkan keinginannya. Bayangan di mana dirinya sering menemani dan menyaksikan perjuangan Valerie setelah sembuh dari koma berputar seperti film hitam-putih. Mengingatkan betapa besar semangat sahabatnya itu untuk sembuh dan terbebas dari pusat rehabilitasi.

Namun, semangat itu hanya bertahan dalam hitungan hari sebelum luruh tak bersisa. Setelah dirasa membaik pascakoma, Valerie akhirnya tahu bahwa kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan beruntun hari itu. Pecutan takdir seolah-olah belum berhenti menyiksa sampai di situ. Sebab, kakak tunggalnya pergi setelah Valerie bebas dari pusat rehabilitasi medik dan hanya meninggalkan rumah peninggalan kedua orang tua mereka.

"Aku tidak bisa membantumu jika kamu sudah masuk ke ruang neraka itu, lo," tukas Gita setelah imaji dalam kepalanya selesai berputar. Ia menoleh ke sisi kanan dan meneliti lekuk wajah sahabatnya yang terlihat dari samping.

"Haaa! Aku tahu itu. Tenanglah, aku tidak akan bertindak ceroboh!" Valerie menepuk-nepuk guling berlinen putih dengan ukiran batik modern mendominasi.

"Jadi, bagaimana menurutmu Chef Haikal itu?" Gita mengubah posisi badannya menjadi telungkup. Jemarinya mengoperasikan gawai yang sejak tadi hanya berada di dalam genggaman.

Valerie memiringkan badan menghadap Gita. Tangan kanannya melingkar pada guling. "Kamu mau tahu?"

Gita hanya menggumam dan mengangguk. Tatapannya tidak putus dari layar datar menyala itu.

Valerie mengambil posisi duduk dengan cepat dan bersila. Raut wajahnya yang setenang air berubah kesal. "Chef itu ... mengerikan! Dia memiliki tatapan dingin yang seolah-olah punya kekuatan membekukan dan bahkan membunuh. And you know what? Sejak awal aku berada di dapur itu, matanya tidak mau belok menatapku," cerocosnya berapi-api. Telunjuk dan jari tengah bahkan ikut mengekspresikan dengan menunjuk ke sepasang matanya.

Gita meletakkan ponsel, lalu ikut duduk. Ia menatap Valerie yang memancarkan sorot layaknya sedang menghadapi tantangan seorang musuh.

"Nah! Benar, kan, kataku?" Ia menjentikkan jari.

Tasteless ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang