Bab 48 || Keakraban Valerie dan Haikal

10.2K 1K 12
                                    

"Kamu sedang menangis?"

Valerie berdeham. "Tidak, Chef," sangkalnya kemudian.

"Oh! Habis makan biji kedondong?"

Perempuan berkaos putih lengan pendek yang tengah duduk di teras belakang rumah itu menegakkan punggung. "Sikat WC, Chef," celetuknya asal.

"Oh!" sahut Haikal datar.

Hening selama 5 detik. Valerie menatap permukaan air kolam renang yang bergerak mengikuti tiupan angin menjelang tengah hari. Menyilangkan kedua kaki terbalut sandal jepit putih, ia berkata, "Chef-"

"Bisa kita bertemu siang ini?"

"Kapan?"

"Setelah Zuhur. Saya tunggu di Aboji, oke?"

"Oke!" Valerie menyahut dengan semangat sembari menyusut sisa air mata.

"Saya tutup. Assalamualaikum."

"Hmm, waalaikumsalam."

Sepasang mata cokelat muda perempuan itu menatap layar ponsel yang masih menyala. Dari detik pertama Haikal bicara, Valerie tidak menangkap suara dingin seperti biasanya. Itu justru membuatnya merinding-karena seperti bukan sosok Haikal yang dikenalnya. Ia juga bertanya-tanya tentang hal apa yang membuat Haikal memintanya bertemu. Percakapan barusan membuatnya termenung hingga telinganya merespons panggilan Bi Musti.

"Iya, Bi?" Valerie menoleh, lalu membenarkan sandal yang lepas dari kaki kanan sebelum beranjak mendekat.

"Non mau dimasakin apa buat makan siang?" tanya Bi Musti ketika melihat majikan mudanya sudah berada di pintu menuju dapur.

"Tidak usah, Bi. Aku makan di luar."

"Non habis menangis?" Bi Musti memegang lengan atas Valerie. Ia sedikit mendongak dan meneliti dua bola mata yang masih menyisakan sorot sendu.

Perempuan tersebut tersenyum tipis, lalu mendapat sebuah pelukan. Setelah lima hitungan, ia mengucapkan terima kasih. Bi Musti selalu tahu dirinya butuh perlakuan seperti itu ketika menangis. Kemudian, ia membantu Bi Musti beres-beres rumah, masak, dan hal lainnya. Baru saat jarum pendek sedang menuju angka 12, ia bergegas mandi dan rapi-rapi diri untuk menemui Haikal.

Tepat pukul 12.30 WIB, Valerie keluar ke Aboji dengan berjalan kaki. Baru keluar dari gerbang perumahan, sebuah pesan masuk. Ia tersenyum samar ketika membaca dari balik kacamata bahwa Haikal sedang di pom bensin dan sebentar lagi sampai.

"Mau pesan apa, Mbak?" Seorang pelayan perempuan yang empat tahun lebih muda darinya mencolek bahu kiri Valerie.

Perempuan yang baru 5 detik mendaratkan pantat di meja favoritnya-dekat dinding kaca menghadap jalanan-yang baru saja di-clear up[62] menoleh. Ia menyapa ramah orang tersebut karena memang sudah saling kenal. "Shift pagi kamu?"

"Harusnya libur sih, Mbak. Ada teman yang tidak masuk," jawab perempuan bernama Poppy itu.

Valerie menggumam dan mengangguk pelan. "Aku pesan cold expresso coffee dulu saja. Nanti yang lain menyusul."

"Menunggu teman?" tebak Poppy.

"Iya. Kopinya taruh di cup saja, jangan gelas!" Valerie berpesan.

"Siap."

Setelah Poppy beranjak, Valerie membuka kacamata. Menampilkan bekas mata sembapnya. Ia mengembuskan napas panjang untuk membuang perasaan berat yang masih menggantung. Memutar kepala ke kanan, ia menatap pemandangan di luar bangunan. Tidak butuh waktu lama setelah jemari kiri menggenggam cup kopi, pikirannya menjauh dari kenyataan.

Tasteless ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang