Semua pasang mata yang ikut briefing pagi ini melirik waspada ke arah seorang laki-laki yang berdiri sejajar dengan Haikal. Ia hadir di tengah-tengah kegiatan seperti ini kerap untuk menyampaikan satu hal—problem.
"Selanjutnya, Chef Gauzan akan menyampaikan sesuatu yang penting." Haikal mundur selangkah dan merentangkan tangan rendah pada orang yang dimaksud.
Laki-laki yang warna seragamnya sama dengan Haikal head to toe mengambil alih. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Ia menatap nilai satu per satu wajah di kanan-kirinya dengan kliat.
"Selamat pagi semua?" Gauzan membuka suara.
"Pagi, Chef!" seru mereka serempak seraya bersikap siap, kemudian kembali pada mode istirahat di tempat.
"Baiklah! Saya akan langsung saja. Menu croissant cokelat yang semalam disajikan di ballrom II mendapat komplain besar. Cokelat yang digunakan sebagai filling adalah DCC[58]." Sepasang matanya terarah pada laki-laki rambut belah tengah yang paling ekspresif rasa terkejutnya.
Valerie menggeser arah pandang sedikit ke kiri untuk melihat raut Dito. Ia merasa bersalah karena yang mengambil cokelat kemarin adalah dirinya. Jujur, seharian kemarin ia tidak terlalu fokus pada pekerjaan karena inti obrolannya dengan Gita terngiang.
Mengeratkan rahang diam-diam, ia melirik tajam perempuan yang berdiri di seberang barisan dan diapit Lutfi serta Bara. Kedua tangannya yang berada di balik punggung mengepal. Dalam hati merutuki Valerie dan tidak sabar untuk memakinya.
Dugaan Maha atas isi pikiran Dito benar. Ia yang berdiri di sisi kanan Dito melihat tatapan itu. Lantas ia menyenggol lengan laki-laki tersebut untuk memutuskan sorot tidak mengenakkan.
"Tamu kita orang Jawa Tengah yang terkenal menyukai rasa manis. Mereka komplain besar-besaran. Filling croissant yang disajikan terasa pahit. Kami besedia ganti rugi, tapi mereka menolak dengan alasan itu tidak cukup membantu karena sudah tersaji. Mereka sudah telanjur kecewa. Saya tidak akan menyalahkan si A atau si B yang memegang bagian ini. Kalian bekerja dalam tim, jadi ini menjadi tanggung jawab bersama."
"Ya, Chef!"
"Kalian yang sudah menjadi chef dengan spesialisasi tidak hanya 2 atau 3 tahun pengalaman bekerjanya. Untuk itu, saya anggap kalian sudah profesional dan berpengalaman. Bagaimana ini bisa terjadi? Apa kalian belum bisa membedakan jenis cokelat dari warnanya?" sindirnya. "Bagaimanapun juga, saya tidak ingin keteledoran seperti ini terulang lagi. Mengerti?"
"Ya, Chef!"
Satu menit kemudian, Haikal membubarkan briefing. Begitu Executive Chef mereka keluar dari pastry, Dito yang sejak tadi menembakkan tatapan membunuh pun langsung mencekal lengan kanan Valerie.
"Ouch!" Tindakan itu menghentikan kaki dan mengejutkan Valerie.
"Apa sekarang selain cacat lidah, kamu juga buta, ha?!" murka Dito tanpa aba-aba.
Orang-orang yang tadi tidak memperhatikan pun jadi tertarik sehingga menoleh cepat. Membuat sekian pasang mata itu mengarahkan tatapan ingin tahu. Kini perhatian semua orang hanya pada mereka berdua.
Haikal yang dalam perjalanan menuju keran air pun berhenti. Ia memijit pelipis mendengar suara kurang ajar dari arah belakang. Satu hal—kini makin banyak orang tahu kekurangan Valerie, termasuk shift malam—langsung merasuk pikiran dan membuatnya khawatir.
"Dito!" bentak Adnan yang berjalan beriringan dengan Lutfi.
"Sudah pernah kukatakan kalau kamu tidak seharusnya jadi chef, Valerie! Harusnya kamu sadar diri kalau kamu itu cacat! Keras kepalamu itu membuatku dalam masalah besar," tuding Dito dengan wajah tegang hingga otot-otot lehernya timbul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasteless Proposal
ChickLit® Shortlist Winner AIFIL 2023, reading list @WattpadChicklitID __________*___________*____________ Valerie mewujudkan mimpi menjadi chef, tetapi kejadian naas menimpanya dua tahun lalu. Dia kehilangan indra perasa sehingga terpaksa berhenti dari pr...