Valerie terenyak. Pertanyaan Noura yang tiba-tiba dan tidak terkira membuat bibirnya membentuk garis lurus. Ia menelisik ingin tahu ke dalam mata Noura. Namun, tidak menemukan arti tatapan perempuan itu untuknya.
"Kenapa Kak Noura menanyakan hal itu?" Ia balik bertanya setelah seorang pelayan mengantarkan gelas berisi caramel nut dan orange squash.
"Jujur saja, Valerie. Ini tidak akan mengubah apa pun dalam rencana," ucapnya, lalu meneguk minuman berwarna cokelat.
Valerie duduk di kursi, seperti ada sumbu di bawah yang menyala dan membakarnya. Namun, kedua tangannya yang kini berada di pangkuan saling terkait terasa begitu dingin. Lagi-lagi, dirinya terjebak dalam situasi seperti ini.
Ah! Rencana itu pasti pernikahan, batinnya setelah sekian detik mematung.
"Mengakui perasaanmu bukanlah sebuah dosa, Valerie."
Perempuan tersebut menahan sebuah senyum. Cara bicara Noura mirip dengan Haikal.
Valerie membasahi tenggorokan, lalu berdeham. Ia memperbaiki posisi duduk supaya lebih nyaman. "Kak Noura benar."
"Sejak?"
Valerie menggeleng. "Aku tidak tahu pasti."
Pembicaraan itu terinterupsi oleh kedatangan waitress yang membawa dua porsi beef cordon bleu with mashed potatoes and mix vegetables. Noura mengucapkan terima kasih, lalu menyuruh Valerie mengobrol ringan dan menyingkirkan topik barusan karena dirasa cukup.
Setengah jam kemudian, mereka selesai dan langsung keluar. Valerie menuju musala mal untuk salat Magrib lebih dulu. Sementara itu, Noura yang sedang halangan memilih langsung menuju parkiran lantai tiga.
Noura melihat seorang laki-laki berada di dalam mobil putihnya. Ia bergegas masuk dan duduk di kursi samping pengemudi.
"Kakak tahu kamu tadi di sana," ujarnya seraya memasang seat belt.
"Aku cuma jalan-jalan," sahut Haikal asal.
Noura melirik tidak terima dengan jawaban tersebut. "Setiap hari bertemu apa belum cukup?"
Laki-laki itu mulai memanasi mesin dan tidak ada niatan menjawab.
"Ahh, iya! Kamu menjauhinya. Kakak tahu itu."
"Kak?" Haikal menoleh dan menatap tajam pada perempuan yang tengah memamerkan senyum miring. Ia meminta Noura diam.
Kedua tangan Noura terangkat. Jemarinya bekerja sama mengumpulkan rambut ke belakang, kemudian menoleh pada Haikal. "Giliranmu pergi ke Italia. Bukan sekadar untuk singgah seperti kemarin."
***&***
Kedua kaki Valerie yang menginjak ambang pintu kitchen berhenti. Bibirnya setengah membuka diiringi kelopak mata yang enggan kedip. Satu-satunya orang yang memakai chef jacket hitam dan apron merah darah itu tengah mengobrol ringan dengan Maha dan Lutfi. Jika ini hanyalah mimpi semata, Valerie tidak ingin terbangun hingga rindunya terkikis habis.
"Ouch!" Sebuah lengan kokoh menyenggol bahu kanannya. Ia goyah hingga dadanya terantuk sudut pintu. Beruntung tangan kirinya menapak dinding untuk menahan tubuh supaya tidak tersungkur.
Beberapa pasang mata menoleh ke arahnya. Adnan yang juga melihat jelas karena posisi berdiri menghadap pintu pun bergegas mendekat.
Laki-laki beralis hitam lebat itu menoleh. Ia memberikan tatapan mengusik. "Tidak punya sarapan di rumah? Badan lemas amat."
"Aku kan sudah di pinggir. Pintu lebar begini." Valerie menunjuk ke samping kanan dengan sewot Sebelum mendesis karena merasakan nyeri di dada.
Dito menatap ketus. "Berdiri di pintu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasteless Proposal
ChickLit® Shortlist Winner AIFIL 2023, reading list @WattpadChicklitID __________*___________*____________ Valerie mewujudkan mimpi menjadi chef, tetapi kejadian naas menimpanya dua tahun lalu. Dia kehilangan indra perasa sehingga terpaksa berhenti dari pr...