Bab 35 ǁ Kecurigaan Haikal

9.8K 1K 27
                                    

"Chef!" teriak Valerie begitu masuk di lobi rumah sakit. Ia kaget melihat sosok laki-laki berkaos putih berlapis jaket hitam berdiri tegap di sebelah kiri meja pusat informasi.

Haikal mengangkat tangan kanan untuk menyapa, kemudian berjalan menuju lift yang hanya enam langkah dari posisinya. Valerie pun berjalan cepat mendekat. Satu tepukan keras membuatnya mengaduh dan menatap perempuan yang berdiri di sisi kanan.

"Chef terlihat sehat. Saya kira Chef sakit parah sampai harus dirawat. Aaah! Saya sampai belum salat Isya karena buru-buru dan memberanikan diri ngebut di jalan, menyebalkan!" cecarnya.

"Kamu mencemaskan saya?" Haikal berkata datar, tetapi matanya tidak dapat berbohong bahwa ada rasa gembira ketika mulut berisik itu bersuara.

"Tidak!" Valerie memalingkan wajah cepat ke arah lift dengan bibir cemberut.

Tubuhnya yang lebih tinggi memudahkan Haikal menangkap ekspresi itu. Ada rasa menggelitik di dada saat melihatnya. Namun, ia hanya mengulas senyum tipis alih-alih tergelak. Kemudian, ia menghadap kiri dan memasukkan kedua tangan di saku jaket. "Ayo, salat dulu!" Ia memberi isyarat Valerie lewat tatapan untuk balik badan dan berjalan mendahului.

Perempuan itu mendengkus, lalu menurut. Mereka keluar melalui pintu lobi dan mengambil jalan ke kanan. Sekitar 300 meter dari lobi, berdiri sebuah bangunan musala terbuka. Tanah yang tertutup rumput hijau sempurna, beberapa pepohonan perdu dan bonsai, serta tanaman hias membuat udara di sekitar terasa sejuk. Beberapa burung dalam sangkar pun makin menambah suasana alamiah.

Tepat ketika jarum pendek berada di angka 8 dan menit menunjuk angka 3, mereka kembali masuk menuju ruang rawat seseorang. Lift berdenting menunjuk angka 4, mereka keluar. Valerie mengekor Haikal hingga tiba di ruang VVIP yang berada di paling ujung koridor.

Kelopak mata perempuan itu naik sempurna ketika retinanya menangkap bayangan perempuan yang terbaring di atas ranjang elektrik. Sepersekian detik dirinya menahan napas, lalu melemparkan sorot tanda tanya besar pada laki-laki di sampingnya. Ia ingin tahu apa hubungan Haikal dengan sosok yang dikenalnya itu.

Haikal membaca ekspresi Valerie. "Dia kakak saya."

"Apa?!" pekik Valerie hingga membangunkan sosok yang mereka bicarakan.

Perempuan berambut sebahu itu sedikit mengangkat kepala. "Valerie?"

Dua wajah saling berhadapan itu menoleh. Mereka berjalan mendekat. Valerie mengesampingkan sejenak rasa terkejutnya untuk menyapa Noura.

"Kakak mengenalnya?" Giliran Haikal yang penasaran. Ia menekan tombol pada bagian pegangan tangan di sisi kiri Noura untuk menaikkan bagian kepala ranjang.

Bibir pucat itu mengulas senyum lembut. "Begitulah," sahutnya lemah.

Valerie tertawa canggung, kemudian berucap, "Tentu saja. Bu Noura adalah orang yang mewawancarai saya."

"Secara informal," tukas Noura yang melihat tatapan selidik juga heran Haikal. Ia tidak ingin ada kecurigaan yang timbul. Beruntung dirinya dan Valerie sudah ada kesepakatan saat itu.

***&***

"Kita adalah tim yang menjadi satu keluarga. Kalian tidak akan benar-benar bisa bekerja tanpa rekan. Saya harap hari ini lebih baik dari kemarin." Haikal mengakhiri briefing Minggu pagi pukul 07.00 WIB.

"Ya, Chef!" Semua orang ber-chef jacket putih seperti dirinya, tetapi dengan kancing hitam yang baris di kiri-kanan berseru semangat.

Sebelum balik badan, Dito melirik sinis pada perempuan di seberang barisan dan berdiri di sebelah Adnan. Jangan harap dirinya akan berubah baik hanya karena kemarin mendapat panggilan dari Chef Gauzan.

Tasteless ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang