Telinga Valerie yang tertutup rambut menegang. Saraf auditorinya merespons sebuah warna suara yang dirasa tidak asing. Ia berhenti melangkah dan dengan cepat menoleh ke belakang. Matanya mengedarkan pandangan ke penjuru arah. Lima detik kemudian, berhenti pada satu titik.
Ia menajamkan penglihatan di jarak kurang dari 10 meter pada seseorang yang tengah berdiri dan berbicara dengan dua orang asing di lantai 37 Alpha Tower ini. Setelah sekian hitungan mengamati, lekukan wajah yang terlihat dari samping mengantarkan ingatannya pada seseorang yang dirindukan. Jantungnya terasa terjun bebas ke perut ketika yakin telah mengenali pemilik postur tubuh itu.
Itu dia!
Mulut Valerie membuka dan siap mengeluarkan satu kata, tetapi tidak berhasil. Seperti ada seonggok daging yang menyumbat tenggorokan. Kakinya pun hanya mampu bergerak selangkah—terlalu kaku untuk lari. Ia ingin memanggil orang itu, tetapi seperti ada sesuatu tidak kasat mata yang membekukan tubuh.
Sosok itu kemudian berbalik, berjalan sejauh kurang lebih 5 meter, lalu menghadap lift. Ia menekan tombol anak panah ke bawah dan menunggu hingga pintu besi di hadapannya terbuka. Dirinya sama sekali tidak tahu ada Valerie yang terus memperhatikan. Sebenarnya, tahu pun ia tidak akan peduli—enggan untuk bertemu muka.
"Ouch!" Perempuan berjaket denim hijau army itu tersungkur. Seorang perempuan sekitar berusia tiga puluh tahun berlari kecil dan tidak sengaja menabraknya. Orang tersebut sedang mengejar anak laki-lakinya yang lari entah ingin ke mana.
"Duh!" Ia berhenti mengejar, lalu menunduk ke arah Valerie. Ia buru-buru membantu Valerie berdiri dan berkata, "Mbak, maaf, ya? Saya tidak sengaja. Mbak tidak apa-apa, kan?"
"Ti-tidak apa-apa, Bu." Mulut Valerie tidak lancar menjawab karena pusat pikirannya masih pada orang yang berdiri di depan lift.
Ibu tersebut minta maaf sekali lagi, lalu kembali mencari anaknya yang sudah tidak terlihat saat Valerie sudah berdiri sempurna. Valerie memusatkan penglihatan pada kerumunan orang di depan pintu besi berjalan, tetapi sosok itu sudah tidak ada. Ia mendesis kesal dan menelan kecewa karena yakin itu adalah orang yang dicarinya.
Meskipun demikian, Valerie tidak putus asa. Ia bergegas menuju lantai dasar. Rasa sabar menipis karena butuh waktu 20 menit untuk kedua kaki jenjangnya menapak di sana. Ia berjalan cepat dan bahkan berlari saat mendapati cukup ruang—tidak banyak orang yang berlalu lalang—hingga berada di luar gedung.
Udara malam menyambut wajah tanpa polesan make up itu. Ia berhenti tidak jauh dari taman berbentuk elips besar yang terdapat air mancur setinggi 5 meter di tengah. Kakinya lelah melanjutkan langkah di sekitar pelataran lobi Alpha Tower yang luas ini. Kedua tangannya bertumpu pada lutut sehingga membungkuk. Ia mengatur napas yang memburu. Sisa tenaganya pun hampir habis.
Detik itu, Valerie baru sadar apa yang dilakukannya adalah hal sia-sia. Ia merutuki kebodohan sendiri. Bagaimana ia bisa menemukan orang itu dalam durasi sebentar di bangunan bertingkat 44 ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasteless Proposal
ChickLit® Shortlist Winner AIFIL 2023, reading list @WattpadChicklitID __________*___________*____________ Valerie mewujudkan mimpi menjadi chef, tetapi kejadian naas menimpanya dua tahun lalu. Dia kehilangan indra perasa sehingga terpaksa berhenti dari pr...