Bab 23 ǁ Usaha Melawan Mimpi Buruk

12.2K 1.1K 17
                                    

"Tidak hari ini." Valerie berbohong karena tidak ingin nanti ketahuan Adnan lagi.

Hari ini Valerie berniat menemui Radit. Sekarang Senin, jadi kakaknya sudah kembali dari Lombok dan datang ke hotel jika sesuai jadwal seperti yang didengarnya waktu itu.

"Lalu?" tanya Adnan sebelum menjauhi meja kerja dan berjalan ke kanan di mana dough mixer berada.

"Aku tidak akan memberi tahu Kakak." Valerie sedikit menaikkan volume suara karena berlomba dengan bising mesin pengocok meskipun jarak mereka hanya beberapa meter.

Adnan melihat mentega di dalamnya sudah lembut, lalu kembali ke meja untuk mengambil gula kastor. "Kamu bisa memberi tahuku."

"Tidak."

Valerie membuat bahan kedua untuk kue yang berasal dari Austria tersebut. Ia menggunakan dough mixer dengan ukuran lebih kecil dari yang dipakai Adnan. Tangannya menuangkan putih telur dengan hati-hati, lalu menekan tombol hijau. Suara kedua mesin itu seolah beradu. Setelah hasil kocokannya naik, ia menuangkan gula kastor sedikit demi sedikit. Pekerjaannya selesai setelah dua bahan itu tercampur semua serta kaku.

"Val?" Haikal melambaikan tangan rendah.

Tahu akan isyarat itu, ia yang akan mengambil whipping cream pun urung. Kakinya melangkah gesit ke meja marmer di seberang ujung kiri. Ia menaikkan sudut bibir dan matanya berbinar ketika melihat banyak bulatan hijau, putih, merah muda, dan kuning tersusun di sana.

"Saya akan menemui Chef Gauzan sebentar. Tolong lanjutkan ini dulu!" pintanya.

"Oke." Valerie mendongak dan memberikan huruf O menggunakan ujung ibu jari dan telunjuk yang menyatu.

"Oh, jangan sampai ada adonan mentah secuil pun yang lari ke mulutmu!" Haikal yang sudah balik badan dan siap melangkah keluar pun ingat kebiasaa perempuan tersebut. Ia mengacungkan telunjuk dan menatap Valerie memperingatkan. Ia lantas melirik seorang middle shift yang ada di hadapan mereka. "Candra, tolong awasi dia!"

Valerie menangkis tangan Haikal dan berdecak, kemudian mendorong lengan kiri atasannya itu untuk segera pergi dan berkata, "Chef cerewet. Sudah, buruan pergi sana!"

Pengusiran terang-terangan itu membuat Haikal menatap tidak terima dan mendesis kesal. Rekan kerjanya yang satu itu memang perlu perlakuan ekstra.

_________***__________

Valerie dan seorang rekan sebayanya yang masuk jadwal middle shift mengobrol ringan sambil membentuk adonan macaron. Dan di sela-sela pekerjaan itu, Valerie tidak menggubris perkataan Haikal tadi.

"Seenak itu, ya, memangnya?" Lawan bicara Valerie heran. Ia dua kali ini memperhatikan Valerie ketika adonan itu masuk ke mulut. Meskipun wajahnya terlihat datar, tetapi sorot cerah di dua netra itu mencerminkan perasaan Valerie.

Perempuan itu menggumam pasti dan mengangguk hingga membuat posisi hat chef merah darahnya sedikit miring. Ia kemudian melepas plastik bening yang membungkus tangannya untuk membenarkan posisi topi. "Awas kalau ngadu ke Chef!" peringatnya galak.

Laki-laki itu sudah tahu perangai Valerie sehingga hanya terkeke-kekeh kecil.

Sepuluh menit menjelang Asar, laki-laki yang mereka bicarakan sekilas kembali. Ia melihat tinggal seperempat adonan yang belum dibentuk.

"Chef, stok susu cokelat dan essence pandan hampir habis." Maha melintas dan memperlihatkan bahan tersebut yang ada di kedua tangannya. Ia baru saja mengambil dari gudang untuk bahan es krim. Beberapa hari ini ia membuat es krim dalam jumlah lebih banyak dari biasanya.

"Oke." Haikal menyahut singkat dan datar, lalu berkutat dengan filling macaron.

Melihat laki-laki berambut hitam belah tengah itu sudah kembali dan berdiri di kanan Valerie, Adnan menghampiri. "Chef, saya butuh Valerie." Ia melirik perempuan yang tengah menikmati pekerjaannya.

Tasteless ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang