Seorang perempuan bergaun warna champagne dengan model high neck menatap orang di hadapannya dengan mata berkaca-kaca. Senyum bahagia dan haru tidak luput menghiasi wajah yang tengah menjadi ratu sehari. Bahan gaun yang menutup sepanjang kedua lengannya menyentuh kulit putih orang tersebut.
"Terima kasih banyak, Kak," ucapnya tulus.
"Kamu pantas mendapatkan pria sebaik dia," balas lawan bicaranya seraya mengusap punggung sang pengantin perempuan.
Lutfi yang berdiri di sisi kiri dan berhadapan dengan Adnan memperhatikan dengan intens. Ia menarik lengan orang yang berada dalam pelukan itu. "Sudah, ah! Pengantin kok cengeng."
Dito yang berada di sebelahnya menepuk gemas. Istrinya terkekeh sekilas ketika melihat Lutfi menghadiahi tatapan protes dan sorotnya seperti berkata, apa sih?
"Lima bulan lagi kamu merasakan sendiri lo. Awas kalau menangis!" Dito setengah mengancam.
"Aku pria sejati. Tidak mungkin menangis," celetuk laki-laki berdasi hitam panjang yang senada dengan setelannya.
"Alaah!" cibir Valerie.
"Justru pria sejati menangis, Kak," timpal Maha.
"Why?" Lutfi menoleh padanya dan menaikkan kedua bahu. Ia menatap penuh tanya.
"Ingat perjuangan orang tua membesarkan kita." Dito menjawab dengan cepat.
"Hei!" Suara berat dari arah belakang menghentikan percakapan mengasyikkan itu. Mereka menoleh serempak hingga memutar badan. Ia mengedikkan dagu ke arah barisan para tamu di sisi kirinya. "Kalian tidak kasihan pada tamu yang mengantre mau bersalaman?"
Laki-laki yang berdiri sekitar 3 meter dari depan panggung menatap mereka heran, tetapi juga takjub. Tidak cukupkah waktu lima sekawan itu bertemu sehari-hari di kitchen untuk mengobrol panjang?
Tentu jawabannya tidak. Hati mereka sudah saling terkait bagaikan keluarga sebenarnya. Semua situasi tidak mengenakkan maupun sebaliknya telah mereka lewati bersama-sama selama ini. Hal ini cukup untuk menempa rasa kekeluargaan mereka.
Mereka mengikuti arah Dito pada deret antrean. Reaksi kikuk mulai dari cengiran milik Valerie dan Lutfi hingga Dito yang mengusap tengkuk membuat Radit geleng-geleng kepala disertai tarikan bibir ke atas. Maha yang paling normal di antara mereka pun hanya terkekeh-kekeh.
"Ayo, Val, kita turun!" Lutfi melingkarkan lengan kanan pada leher perempuan tersebut. Matanya mengarah pada Adnan dan Poppy bergantian. Ia pun memasang wajah pura-pura kesal. "Akhrinya, kalian berdua selesai menyiksa adikku. Bye!"
"Thanks." Adnan mengabaikannya dan justru memberi Valerie sebuah senyum seraya mengangkat tangan kanan.
"Kak, sekali lagi terima kasih. Kamu sudah banyak membantuku." Poppy kembali menarik Valerie dalam pelukan singkat.
"Tidak masalah. Kamu seperti sama orang lain saja sih!" ujar perempuan ber-dress putih model A line di bawah lutut itu.
Berawal dari perkenalan tidak sengaja di Aboji Resto sekitar tiga tahun lalu dan Valerie tahu rumah mereka tidaklah jauh. Kesamaan nasib hidup tanpa kedua orang tua lagi membuat Valerie dan Poppy menjadi akrab.
Namun, Valerie merasa lebih beruntung. Ia memiliki kakak yang sehat dan mau menerimanya kembali dengan suka cita. Sementara itu, Poppy hanya tinggal berdua bersama neneknya yang sering sakit-sakitan di sebuah rumah kontrakan.
Valerie jugalah yang mengenalkan Poppy pada Adnan. Itu terjadi ketika perayaan ulang tahun Valerie. Sebenarnya, Poppy sudah mengaku tertarik lebih dulu pada Adnan. Hanya saja setiap kali Valerie mengajak rekan-rekan, terutama Adnan ke Aboji, Poppy jadi malu. Dengan sedikit bantuan verbal dari Radit saat itu, mulailah mereka berdua terlibat komunikasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasteless Proposal
ChickLit® Shortlist Winner AIFIL 2023, reading list @WattpadChicklitID __________*___________*____________ Valerie mewujudkan mimpi menjadi chef, tetapi kejadian naas menimpanya dua tahun lalu. Dia kehilangan indra perasa sehingga terpaksa berhenti dari pr...