Haikal merasakan apron sebelah kanannya diremas oleh seseorang. Kepalanya yang lurus menatap pintu office area menoleh dan menangkap sepasang mata bening bersorot cemas. Ia menghela napas pendek.
"It's OK," ucapnya mencoba menenangkan.
Valerie menatap pintu yang tertutup rapat berjarak 3 meter dari mereka berdiri. Di balik benda bercat cokelat itu, ada sosok laki-laki berkumis cukup lebat dengan chef uniform sama dengan milik Haikal. Tangan kirinya yang lembap oleh keringat dingin makin kencang meremas kain berwarna hitam milik Haikal. Makin mendekati ruangan, rasa takutnya pun makin menumpuk.
Haikal menjauhkan tangan Valerie perlahan. Menggantikan dengan miliknya yang menggenggam tenang tangan. Jelas sekali ia dapat merasakan dingin dari telapak tangan gadis tersebut. Ia pun paham kecemasan yang tengah Valerie rasakan.
Gadis itu terkejut dan seperti tersengat listrik saat kulit mereka bertemu. Ia mendongak dan mendapati sorot tegas, tetapi menenangkan di dalam netra elang Haikal.
"Breathe in!" lirih Haikal sebelum akhirnya menarik Valerie masuk.
Berjalan menuju meja di sebelah Timur ruangan, terlihat sosok laki-laki yang menyuruh mereka menghampiri ketika briefing 35 menit lalu. Orang itu duduk dengan wajah serius sementara telunjuk kirinya mengetuk meja kaca. Sesekali kerutan di dahi jelas tercetak. Menandakan bahwa atasan mereka tengah berpikir keras.
"Terima kasih karena sudah datang," ucap Gauzan seraya menatap keduanya bergantian.
Haikal dan valerie berdiri bersampingan dengan posisi istirahat di tempat. Benaknya menerka apa yang akan Executive Chef itu sampaikan.
Valerie diam-diam meremas sisi samping apron untuk menyalurkan kegugupan yang tengah menyerang, sedangkan laki-laki di sampingnya terlihat tetap tenang.
"Saya mendengar sebuah rumor tentang kamu, Valerie." Gauzan membuka topik.
Tindakan sang atasan itu terkesan to the point. Membuat Haikal dan Valerie saling melirik, kemudian menatap waswas dan penasaran. Mereka menantikan apa yang akan disampaikan selanjutnya.
"Saya mendapat laporan dari rekan kerja kalian bahwa kamu, Valerie, mengidap penyakit taste disorder[59]," tuturnya dengan jari telunjuk yang mengarah pada Valerie.
Perempuan itu langsung menegakkan kepala dan menatap kaget Gauzan. Menahan napas beberapa detik, jantungnya terasa lolos dari rongga. Apa yang ia takutkan terjadi. Detik ini, ia merasa dikepung oleh suhu panas yang tiba-tiba melingkup.
Haikal sendiri pun menggeram kesal dalam hati. Ia yakin ucapannya pada Dito dua hari lalu diabaikan. Mengingat perangai Dito dan semua hal yang terjadi, batinnya berkata bahwa rekan sebayanya itu adalah si pelapor.
"Che-Chef, sa-saya me—"
Haikal menghentikan ucapan itu dengan menarik Valerie sedikit untuk berdiri di belakangnya. Ia maju setengah langkah, lalu berkata, "Chef, saya mohon rahasiakan ini!"
Gauzan mengernyitkan dahi dan menatap penuh selidik pada laki-laki yang datang bersama Valerie itu. "Haikal, kamu tidak berniat menyembunyikan ini, kan?" tanyanya curiga.
"Maaf, Chef. Sayangnya, saya berniat seperti itu dari awal," aku Haikal tanpa gentar.
"Haikal, kamu jelas tahu apa yang sedang kita bicarakan," tukas Gauzan tegas.
"Saya tahu. Risikonya sebesar apa, saya tahu, tapi saya tetap meminta Chef merahasiakannya. Chef cukup menutup telinga dan pura-pura tidak tahu," tutur haikal sungguh-sungguh.
"Haikal, tidak seharusnya seperti itu! Kamu menyalahi aturan perusahaan. Kariermu di sini bisa terancam. Kamu jangan menyepelekan!" Gauzan memberi pengertian. Berharap bawahannya itu mau mempertimbangkan dan mendengarkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasteless Proposal
ChickLit® Shortlist Winner AIFIL 2023, reading list @WattpadChicklitID __________*___________*____________ Valerie mewujudkan mimpi menjadi chef, tetapi kejadian naas menimpanya dua tahun lalu. Dia kehilangan indra perasa sehingga terpaksa berhenti dari pr...