Sejak tadi pagi, Valerie mencuri-curi pandang ke arah Haikal. Bukan karena naksir, melainkan penasaran dengan emosi Haikal terhadapnya sekarang. Lebih tepatnya sejak kejadian semalam. Valerie meringis ketika melihat Haikal membungkuk dengan tangan kiri memegang punggung untuk mengambil mixing bowl di bawah meja kerja. Apa sesakit itu bekas tendangannya semalam? Ah! Ia lupa dulu kejadian seperti itu pernah terjadi pada seorang teman di grup latihan taekwondonya.
Iris mata cokelat muda Valerie berserobok dengan milik Haikal di jarak 4 meter ketika laki-laki tersebut sudah kembali berdiri tegak. Masih ada sorot sesal di kedua mata Valerie, tetapi Haikal membalasnya dengan dingin. Cukup lama bagi keduanya bergeming demikin hingga Lutfi menyadari ada sesuatu salah yang tercermin lewat air muka mereka.
Lutfi tidak langsung berkomentar. Ia lanjut membagi adonan cupcake dalam cetakan. Namun, sesekali menggulirkan mata bergantian ke arah Valerie dan Haikal. Tidak tahan dengan situasi dua rekan kerjanya itu, ia bersenandung,".... Jam dinding pun tertawa karna 'ku hanya diam dan—"
Tok!
Suara mata pisau yang beradu keras dengan talenan kayu menghentikan nyanyian laki-laki bermata cenderung sipit itu. Valerie menghadiahi tatapan mendelik garang ketika dirinya menoleh. Kedua tangannya terangkat seperti seorang tersangka. "Aku sedang bosan sehingga aku menyanyi saja."
"Terima kasih atas lagunya," tukas Valerie ketus dan masih dengan tatapan tersebut, lalu kembali menargetkan sisi tajam pisaunya pada stroberi untuk garnish[21].
"Aku bisa menyanyikan untukmu lagi." Lutfi menepuk atas rempel high chef hat[22] setinggi 27 sentimeter milik Valerie. Membuat benda hitam penutup kepala itu geser dari posisi. Ada senyum menggoda ketika ia mengucap.
Valerie sedang tidak ingin bercanda. Ia kembali menatap garang, lalu membenarkan posisi topi. Ketika tangannya baru menggenggam gagang pisau untuk melanjutkan pekerjaan, sebuah suara tidak mengenakkan terdengar.
"Sepertinya, kamu sudah tidak banyak pekerjaan. Bantu aku membuat irisan danish pastry[23]!" Dito melirik baskom bergaris tengah 25 sentimeter di hadapan Valerie. Setengah di dalam sana masih ada buah merah utuh golongan beri, tetapi dirinya tidak peduli. Ia kembali ke meja kerjanya yang bersisian dengan pastry oven setelah memerintah.
Tatapan Valerie terarah pada punggung laki-laki tersebut. "Aku tidak mengerti dengan orang satu itu," gerutunya.
Lutfi mendengar, lalu melirik Dito sesaat sebelum kembali fokus pada apa yang dikerjakan. Ia dengan santai menjawab, "Di sini, dia yang paling tidak suka ada karyawan perempuan."
"Aku sudah tahu itu." Valerie menyahut sembari melanjutkan memotong.
"Kudengar, dulu—sebelum bekerja di sini—dia pernah punya rekan kerja perempuan di dapur. Dia dikeluarkan dengan hormat karena dinilai mencelakai perempuan itu." Kali ini Lutfi sedikit mencondongkan kepala pada Valerie dan menurunkan volume suara sedikit.
"Apa?!" Valerie menghentikan gerak tangan dan menoleh.
Lutfi mengangkat bahu dengan santai untuk membalas tatapan kagetnya. Mengisyaratkan entah itu benar atau tidak.
"Waaah! Mengingat kelakuannya seperti itu sih aku percaya!"
"Lukman, bantu Chef Lutfi memotong buah!"
Sebuah suara tegas membuat Valerie berjengit kaget. Ia membalikkan badan dan mendapati Haikal berdiri di belakang persis sambil bertolak pinggang. Laki-laki itu berkata pada remaja berusia sembilan belas tahun yang bekerja sebagai steward[24], lalu beralih menatap dingin ke arahnya.
Buru-buru Valerie merapatkan badan ke Lutfi dan berujar, "Kak, kamu utang cerita padaku tentang Kak Dito."
"Kamu membuat Lutfi suka bergosip." Rupanya, Haikal menguping obrolan mereka sejak beberapa detik yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasteless Proposal
ChickLit® Shortlist Winner AIFIL 2023, reading list @WattpadChicklitID __________*___________*____________ Valerie mewujudkan mimpi menjadi chef, tetapi kejadian naas menimpanya dua tahun lalu. Dia kehilangan indra perasa sehingga terpaksa berhenti dari pr...