Bab 52 ǁ Keluarga Tanpa Ikatan Darah

9.8K 995 33
                                    

Seorang laki-laki yang poninya hampir menutupi alis menghentikan gerak tangan Valerie. Ia tidak tahan melihat perempuan dengan tatapan kosong di hadapannya terus mengaduk-aduk isi dinner plate tanpa minat. "Berhenti memainkan makan, Val!" pintanya datar.

Valerie mengangkat kepala dan menatap Adnan. Ia mendapati sorot lembut , tetapi ada goresan kekhawatiran. "Ah! Aku tidak nafsu makan, Kak." Ia meletakkan sendok dan garpu, mendorong sedikit piring itu, lalu melipat kedua tangan di atas meja.

Lutfi yang duduk di samping kanan Adnan menyahut, "Kalau sama aku nafsu tidak?" Senyum semringah disuguhkannya untuk Valerie seorang.

Valerie mendelik galak dan ingin rasanya melayangkan satu pukulan. Ada saja ide Lutfi untuk menggodanya.

Haikal berhenti menyendok, lalu menoleh ke arah Valerie yang ada di sebelah kanannya. "Makan!" pintanya lirih, tetapi tegas. Ia lantas ingat perkataan Gita tadi pagi ketika mereka bertemu di lift khusus karyawan. "Tadi kamu tidak sarapan."

Valerie meneliti wajah Haikal dari samping sejenak. Laki-laki itu sudah kembali memasukkan makanan. "Ya, Chef," balasnya lirih.

"Waah! Chef bisa ta—mmph!"

Maha menutup mulut laki-laki bermulut rem aus yang duduk di sebelah kanannya itu menggunakan tangan. Ia tanggap jika Lutfi sudah mengeluarkan kata "wah!" dalam situasi seperti ini, berarti ada kalimat bersifat meledek yang menyertainya.

Sementara itu, Adnan memasang wajah biasa saja dan kembali menikmati makanan. Padahal, hatinya mencelus menyadari Valerie yang menurut setelah Haikal bersuara.

Baru dua suapan, Valerie menghentikan aktivitasnya. Ia meneguk air di botol yang selalu dimasukkan ke kulkas supaya tetap dingin. Selesai dengan urusan rasa haus, matanya bergerak cepat pada semua wajah laki-laki yang terjangkau oleh pandangan. Dirinya butuh mengatakan sesuatu yang mengganggu pikiran.

Valerie berdecak kesal, lalu berucap, "Ah, kalian seharusnya tidak ikut campur sejauh ini! Kalian bunuh diri namanya. Iish, kalian tidak tahu siapa yang kalian tantang! Kak Radit bukan orang yang mudah asal kalian tahu."

Seorang laki-laki dengan tatanan rambut belah pinggir mengangkat kepala. Ia mengulas senyum pada Valerie. "Kami melakukannya demi kamu."

"Aku tahu dan justru karena itu, aku merasa marah, Maha," sahut Valerie frustrasi. Ia diam sesaat untuk menghela napas panjang. "Aku membuat kalian terseret masalah sampai mau mempertaruhkan karier yang sudah bertahun-tahun kalian bangun di sini."

"Bagus deh, kamu sadar. Secepatnya saja kamu keluar dari sini kalau tidak mau egois."Sosok yang sejak tadi diam karena tidak peduli apa pun tentang Valerie akhirnya buka suara. Ia tersenyum miring dan mengarahkan mata lurus ke depan pada Maha. Namun, ucapannya jelas tertuju untuk perempuan tersebut.

Adnan menatap tajam laki-laki di samping Haikal. Ia masih memiliki cukup kesabaran untuk tidak melayangkan bogem mentah pada mulut tidak tahu aturan itu.

Namun, tidak dengan orang di hadapan Lutfi. Ia dengan cepat melepas jemari pada sendok dan garpu, lalu mengepal erat. Kekesalannya menyalur ke kedua tangan. Jangan kira ia tidak mendengar adu mulut Dito-Lutfi tadi pagi sebelum briefing! Dirinya tidak tahan mendengar Valerie terus diolok-olok.

Valerie menoleh ke kanan untuk menatap Dito, tetapi terhalang oleh Haikal. Membuatnya melihat jelas raut murka laki-laki tersebut, kemudian beralih pada reaksi tangan yang kentara.

"Chef, jangan!" pekiknya setelah sepersekian detik menangkap gerakan berdiri Haikal dengan mengangkat kepalan tangan kanan. Ia menahan lengan itu dengan gesit sebelum Haikal berhasil berdiri sempurna dan menonjok Dito.

"Chef!" Lutfi ikut bereaksi sama seperti Valerie. Ia berdiri dan sedikit mencondongkan badan ke depan. Tangannya menahan bahu kanan Haikal untuk kembali duduk. Lewat kontak mata, dirinya menyuruh Haikal tenang sebelum menjadi bahan tontonan orang-orang yang juga sedang menikmati makan siang di rest room.

"Egois mana dibandingkan orang yang melaporkan kekurangan rekan kerja demi memuaskan ego sendiri?" tanya Maha yang juga menahan kesal.

Lutfi yang baru duduk tersenyum puas karena menilai Maha cukup berani melontarkan pertanyaan seperti itu. Maha memang paling muda, tetapi pikirannya lebih bijak daripada ketiga rekannya.

"Maksudmu—"

Valerie buru-buru meraih sendok. Lengan kirinya melintang dan menekan dada Haikal supaya sedikit memundurkan badan. Ia lantas memutar badan ke kanan dan mengacungkan benda itu pada Dito. "Jangan katakana apa pun!" ancamnya.

Haikal antara kaget dan kesal atas tindakan Valerie ke Dito yang tiba-tiba dan seenaknya itu. Ia pun agak terganggu dengan Valerie yang membuatnya dalam posisi tidak nyaman seperti ini. Matanya fokus pada wajah galak gadis itu yang terlalu dekat dengannya. Ia menahan napas dan berharap itu dapat membuat jantungnya rehat bertingkah tidak wajar.

Dito menatap tajam dan penuh kebencian pada Valerie. Ia tidak merespons dengan suara. Yang lain pun tidak berniat untuk menyahut.

"Oh, maaf!" Valerie tersadar atas tindakannya pada Haikal. Ia menjauhkan lengan dari laki-laki itu secepat kilat. Juga menurunkan acungan sendok dan meletakkan kembali ke atas piring, kemudian kepalanya menunduk dan berdeham. Dengan suara dibuat ceria yang diiringi sebuah senyum, ia berkata, "Bisakah kita bersikap biasa seperti hari-hari lalu sebelum nanti aku keluar? Kenangan bersama kalian belum cukup."

"Val?" Kali ini Lutfi memberinya tatapan lemah.

Valerie menatap Dito. "Jadi, Kak Dito, untuk sekaliii ini saja. Bisakah kamu bersikap layaknya teman akrab? Kali ini saja sampai aku keluar." Hatinya mulai menangis saat mengatakan ini. Detik selanjutnya, ia dikejutkan oleh usapan lembut di pundak. Saat menoleh, matanya yang memerah dan pedih bertabrakan dengan milik Haikal. Mata elang laki-laki itu memberinya sorot ketulusan.

Haikal. Sosok laki-laki yang tidak bisa membiarkan perempuan yang dicintainya meneteskan air mata di hadapan laki-laki lain. Ia berharap usapannya dapat membendung tangis Valerie yang ingin meluap.


15.38 WIB, 20 Februari 2024

Kiss kiss,

Fiieureka

Tasteless ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang