Valerie beberapa kali memiringkan kepala ke arah laki-laki yang berjalan di sisi kanan Lutfi. Untuk ketiga kali ketika melakukannya, Lutfi memutuskan mundur satu langkah. Hal itu membuat Valerie mendelik dan menoleh ke belakang.
"Ada yang mau kamu katakan?" tembak Haikal datar dan tanpa menatap.
"Ha?" Perempuan itu menoleh cepat pada Haikal seraya meremas chef hat putih di depan dada. Ia ketahuan memperhatikan diam-diam!
Sebelum terlambat menjadi sasaran kegarangan Valerie, Lutfi melingkarkan lengan di leher Adnan serta Maha yang berjalan di kanan-kirinya. Memaksa mereka mengikuti jejak kakinya menyusuri single loaded koridor bernuansa hangat dan nyaman dengan hiasan lampu tempel warna kuning pada dinding.
"Permisi, permisi? Keturunan nenek moyang pemilik jalan mau lewat," ucap Lutfi cepat dan menerobos celah di antara Valerie dan Haikal. Membuat mereka diam memperhatikan dengan menahan kesal. Ia dan kedua orang itu terus berjalan dengan langkah lebar hingga hilang di tikungan menuju tangga ke lantai 38.
Para penghuni pastry kitchen memang lebih menyukai menggunakan tangga daripada lift. Alasannya adalah karena letak tangga yang out door dengan sisi kiri menampakkan pemandangan deretan tanaman hias. Mensugesti mereka akan rasa tenang dan segar selepas terkurung oleh hawa panas di kitchen.
"Heran deh!" gerutu Valerie masih dengan menatap punggung Lutfi.
Haikal menggerakkan kaki kembali dan meninggalkan Valerie.
"Chef?" Perempuan itu berlari kecil. Empat langkah lebar membuatnya berhasil berada lebih depan. Ia menghadap Haikal dengan kedua telapak tangan bertemu dan terangkat sebatas dada. "Saya minta maaf, ya?"
"Apa yang kamu lakukan?" Haikal setengah menggertak. Ia menekan lengan perempuan itu. Sebab, mereka berada di tempat umum. Tidak lucu jika menjadi tontonan dan objek tatapan penasaran orang-orang.
Haikal kemudian menggeser kaki satu langkah, lalu kembali berjalan. Tidak memedulikan Valerie yang diam dengan wajah ditekuk.
Valerie membalikkan badan. Bibirnya bergerak-gerak karena gatal ingin mengumpat. Namun, rasa bersalah mampu membentenginya.
"Chef, Chef kemarin Sabtu tiba-tiba cuti lagi. Chef masih punya banyak cuti, ya? Memangnya, Chef ada keperluan apa lagi sampai cuti dadakan?" Valerie memberondongnya begitu langkah mereka sejajar menginjak anak tangga.
"Berisik!" Haikal melirik sebal dan menampakkan wajah terganggu.
Namun, tidak sungguh demikian. Dalam hati bersyukur karena Valerie mendapatkan mood mengoceh lagi. Tidak seperti seminggu terakhir ini yang membuat kitchen terasa sepi.
"Chef habis ngapain? Muka Chef terlihat lelah." Valerie menuding wajah beraura dingin itu tanpa ragu.
Ya ampun! Bisakah Valerie tidak sejujur itu mengutarakan isi pikirannya?
Haikal memijit pelipis. Merasa gemas juga kesal di waktu bersamaan.
"Saya kurang tidur. Puas?" Ia kembali memasukkan tangan ke saku celana hitam. Tatapannya tetap lurus ke depan.
Valerie memiringkan kepala hingga kuncir kudanya menjuntai di depan bahu. Ia meneliti sejenak bagian bawah mata elang itu. Hanya sekian detik karena dirinya tidak dapat berlama-lama atau kakinya akan tersandung.
"Ssh, tapi tidak ada lingkaran se—ekhm! Lingkaran hitam." Hampir saja dirinya salah sebut.
"Kak Noura masuk rumah sakit lagi," sahut laki-laki itu datar.
"Kali ini sakit apa? Terus Chef mau ke sana langsung?" Hanya anggukan yang Valerie dapatkan sebagai jawaban. Lantas ia menambahkan, "Kalau begitu, saya antar saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasteless Proposal
ChickLit® Shortlist Winner AIFIL 2023, reading list @WattpadChicklitID __________*___________*____________ Valerie mewujudkan mimpi menjadi chef, tetapi kejadian naas menimpanya dua tahun lalu. Dia kehilangan indra perasa sehingga terpaksa berhenti dari pr...