Bab 53 || Perasaan yang Diketahui

9.8K 961 62
                                    

"What?" pekik Gita begitu mendengar kabar tentang Radit ada di pastry kitchen dari perempuan yang duduk di hadapan.

"Oh! Gitaaa, pekerjaanku benar-benar tamat!" keluh Valerie.

"Ceritakan lebih lanjut!" Perempuan yang baru tiba pukul 22.00 WIB itu merangsek duduk lebih dekat. Valerie yang tidak dapat menahan mulut untuk cerita pun membuatnya mengurungkan niat ganti pakaian lebih dulu.

Valerie mulai membuka mulut tentang kejadian tadi pagi. Bahkan hingga siang ketika mereka di rest room. Lengkap dengan percakapan dan pertengkaran verbal yang hampir menjadi adu fisik.

Gita mendengar dengan saksama dan tidak memotong ucapan supaya cepat selesai dan penasarannya terjawab. Ia menatap Valerie speechless dengan mulut setengah terbuka.

"Fix. Kakakmu gila!" umpatnya setelah dapat menguasai diri dari keterkejutan. "Aku tidak menyangka Kak Radit setega itu. Dia benar-benar kejam. Bagaimana bisa dia setega itu padamu, Val? Kamu itu adik kandungnya, kalian keluarga!"

Yang ditanya mengeratkan bibir sebelum menunduk dan menatap lemah bantal di pangkuan. Ia sendiri pun tidak habis pikir.

Gita mengamati wajah sendu itu. Kemudian, ia berujar, "Val, kurasa ini cara Kak Radit balas dendam padamu."

Valerie mendongak untuk menatap Gita. Ia mengangguk."Aku tahu itu."

Gita termenung sesaat. "Val, aku yakin Kak Radit memintamu keluar dari kitchen itu cuma akal-akalan dia untuk menekanmu."

Valerie menggumam, lalu menyahut, "Aku tahu."

"Aku yakin dia melakukan ini semua karena Kak Radit masih belum bisa memaafkanmu. Ah! Kenapa kamu harus minta maaf? Padahal, kamu tidak melakukannya," tuturnya kesal sendiri menyadari hal tersebut.

"Iya, aku tahu." Valerie memperhatikan wajah Gita tanpa semangat.

Perempuan yang masih dalam riasan utuh itu memukul lengan atas Valerie seraya berdecak.

Valerie yang tahu sebabnya mengaduh. Ia mengusap-usap di mana telapak tangan Gita mendarat. "Iya, iya. Habisnya, memang yang kamu katakan itu aku tahu semua."

Meskipun percaya, Gita tetap kesal. Namun, ia mengalah. "Oke, oke."

Valerie mencebik, lalu menyelipkan rambut tergerainya ke belakang telinga.

Gita kembali berkelana menggunakan pikiran. Ia mencerna lebih dalam lagi pada apa yang harus dilakukan Valerie dari sudut pandang Radit. Dirinya cukup mengenal laki-laki itu, jadi ini terasa ada sesuatu mengganjal yang entah apa. Merenung dua-tiga kali, ia menemukan sebuah jalur permasalahan yang kemungkinan akan terjadi.

"Val?" panggilnya yang hanya disahut gumaman. "Kalau dengan kamu keluar dari Dellacato dan berhenti mencintai Chef Haikal adalah permulaan untuk mendapatkan maaf Kak Radit, lalu ke depannya akan seperti apa? Maksudku, pasti Kak Radit akan menuntutmu untuk melakukan sesuatu yang lain lagi sampai dia merasa puas."

"Aku tidak pernah mengatakan kalau mencintai Chef," sangkalnya.

Gita tergelak lirih. "Val, akui saja! I can see his name in your eyes." Ia mengacungkan telunjuk pada sepasang indra yang dimaksud.

Valerie menurunkan kelopak mata secara refleks. Bibirnya manyun karena ketahuan dan tidak dapat mengelak lebih jauh. Pikirannya langsung melayang pada mereka yang setiap hari melihat di kitchen. Apa mereka juga tahu?

Membuka mata, ia mengembuskan napas panjang. "Aku tidak akan mengakuinya. Memalukan!" ucapnya dengan tatapan tegas.

"'Memalukan' katamu?" kutip Gita. Sedetik kemudian, ia tergelak tawa dan berhenti setelah menyadari Valerie menghadiahi tatapan protes. "Val, maksudku, mengaku padaku sekarang. Kalau mengaku ke Chef, itu sih urusanmu."

Tasteless ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang