Bab 47 ǁ Huru-Hara Hari Ini

9.7K 969 14
                                    

"Kamu masih tanya kenapa aku melakukan ini? Kamu tidak ingat, hah? Dulu, kamu itu manja dan pemaksa sampai membuat Papa Mama meninggal! Sofie juga meninggalkanku gara-gara kamu, Valerie! Kamu tahu betapa meyedihkannya aku yang saat itu harus wisuda tanpa mereka semua? Cuma keluarga Noura yang paling peduli saat itu."

"Kali ini tidak akan kubiarkan kamu menghancurkannya lagi, Valerie."

Di hari pesta kelulusan itulah untuk pertama kali Radit bertemu Haikal. Hingga pada akhirnya mereka berada di satu perusahaan, yaitu Hotel Dellacato tanpa direncana.

Deretan kata itu kembali terngiang di benak Valerie. Suara Radit dalam kepalanya bagaikan pecutan api yang memberikan bekas luka bakar, panas dan pedih.

"Apa yang terjadi?" tembak Lutfi begitu Valerie keluar dari office area. Dalam sekali tatap, ia tahu sesuatu yang buruk telah menimpa.

Lima detik tidak ada sahutan dari bibir kering dan pucat itu. Valerie mengedarkannya ke penjuru kitchen. Wangi room butter menguar dan menggelitik indra penciuman. Bergeser pada lawan bicaranya, Valerie melihat piping bag dengan spuit polos di ujung berada pada genggaman tangan Lutfi. Ah! Rupanya, Lutfi sudah mulai memanggang cookies untuk coffee breaks.

"I'm fine," sahutnya irih seraya mengulas senyum.

"Bohong. Mukamu jelas menandakan sebaliknya. Kenapa Pak Radit bisa memanggilmu?"

Haikal mucul dan berjalan mendekat, sedangkan Radit sudah keluar 5 menit sebelum adiknya. Haikal menatap lemah Valerie. Ia masih syok mengetahui kenyataan hubungan Radit dengan kakaknya. Pikirnya, selama ini Noura hanyalah teman dekat Radit. Noura tidak pernah menceritakan tentang hubungan spesial itu padanya. Ia kecolongan!

Dan apa itu tadi?

Menikah?

Jadi, sudah sejauh itukah hubungan mereka berdua?

Valerie mendongak. "Chef, saya tidak bisa bekerja hari ini. Kalau Chef tidak setuju, Chef Gauzan yang akan mengizinkannya."

"Tapi, Val-"

"Aku pulang, Kak." Untuk pertama kalinya, Valerie memotong ucapan Haikal. Ia menepuk lengan atas laki-laki berwajah bingung itu sebelum meninggalkan mereka. Tidak lupa ia memberikan seulas senyum yang gagal menyembunyikan kegetiran.

"Lo, lo! Kamu mau ke mana, Val?" Lutfi menunjuk punggung Valerie menggunakan piping bag berisi adonan cookies cokelat. Karena tidak dihiraukan, ia menatap Haikal yang juga memperhatikan kepergian Valerie. "Chef, kalian apa-apakan Valerie, ya?"

Haikal memukul pelan lengan yang masih terulur itu dan mendesis. Sesaat kemudian, ia berjalan ke meja kerja Dito di mana adonan pastry berada.

Adnan yang sedang menuangkan adonan brownis ke loyang untuk dikukus mendengar suara tanya Lutfi pada Valerie.

"Valerie dalam masalah, Nan," celetuk Lutfi.

Adnan tidak perlu repot-repot bertanya lebih dulu rupanya. "Ceritakan!" pintanya tanpa mengalihkan mata.

"Aku tidak tahu tepatnya, tapi Valerie tidak akan bekerja," jawab Lutfi lesu.

Adnan menoleh cepat dan sedikit membelalak. "Maksudmu?"

Lutfi mencolek adonan yang menempel di spatula, memasukkan ke mulut, lalu mencecap dua kali. "Enak juga .... Kita interogasi Chef saja nanti," sahutnya sebelum beranjak.

Laki-laki yang hari ini memakai ikat kepala senada dengan chef jacket putihnya kembali mengerjakan cookies. Lima menit kemudian, ia membawa seloyang adonan dan memutari meja kerja menuju oven yang 15 menit lalu diisi adonan tersebut. Telinga kelincinya menangkap suara tidak menyenangkan.

"Biang masalah ke mana, Chef?" Dito buka suara.

Belum sempat laki-laki yang sedang mengiris adonan puff pastry itu menyahut, sebuah suara dari arah belakang mereka menyambar.

"Yang pantas jadi biang masalah itu kamu, Dit!" serunya menghadap oven. Ia menaikkan loyang paling bawah karena hampir matang, kemudian diisi dengan yang baru.

"Jadi, ke mana dia, Chef?" Dito menganggap Lutfi tidak pernah mengatakan apa-apa. Ia melirik Haikal di sisi kiri.

"Cuti," sahutnya singkat.

Dito menarik sudut bibirnya sebelah. "Bagus deh! Kitchen jadi damai tidak ada Valerie."

"Dit?" sergah seseorang tanpa keramahan.

Laki-laki tersebut menoleh ke sumber suara. Ia disambut sabetan sebuah lap tanpa permisi.

"Apa yang kamu lakukan, Fi?" gertak Dito naik darah. Ia mengusap mata kirinya yang pedih karena ujung lap Lutfi mengenai bola mata.

"Lalu apa yang berusan kamu ocehkan?" Lutfi balik bertanya dengan raut menantang.

Suara saling bersahutan itu membuat beberapa pasang mata memperhatikan. Dua di antaranya menggeleng pelan dan tidak heran karena sudah memaklumi. Tentu orang itu adalah Adnan dan Bara. Satu anak PKL dan steward baru yang belum terbiasa menatap mereka ingin tahu.

Haikal mengambil tindakan cepat. Adu mulut keduanya membuat kepalanya makin pusing. Ia memutar badan, lalu menyuruh Lutfi kembali ke meja kerja setelah mengurus panggangan.

Satu jam tanpa Valerie terasa setahun di kitchen, terutama bagi Lutfi yang merasa kehilangan teman bercanda. Juga Adnan yang gatal ingin memberikan perhatian meskipun sekadar menyediakan telinga dan duduk bersama Valerie yang membagi masalahnya.

"Oh! Kenapa Valerie harus tidak masuk, sih?" keluh Lutfi di setengah jam sebelum istirahat.

"Valerie tidak masuk?" tanggap Candra.

"Ma-"

"Izin pulang cepat dan mau cuti tiga hari," sambar Haikal buru-buru sebelum mulut ember Lutfi meluapkan informasi yang tidak diperkenankan.

"Apa? Tiga hari?" Lutfi heboh.

"Tanya saja Chef Gauzan!" titah Haikal dingin.

"Oooh, tidak! Kithcen akan berubah jadi kuburan." Lutfi menengadahkan kedua tangan dan kepala mendongak. Wajahnya persis seperti anak yang tengah merengek serta memohon. Menurunkan tangan dan menunduk, ia mengubah air muka kesal. "Ck! Aku tidak akan bekerja saja."

"Mau saya SP?" ancam Haikal dengan melemparkan tatapan tajam.

"Eiits! Ampun, Chef." Lutfi menyajikan senyum sopan. Kedua tangannya menangkup di depan dada.

Haikal langsung terfokus pada tangan itu. Sorot matanya melemah. Ia teringat akan kebiasaan Valerie seperti itu jika sedang meminta maaf padanya. "Kamu meledek saya?" tukasnya.

"Meledek apa sih, Chef?" balas Lutfi santai.

Haikaltidak membalas. Ia memilih mendekati anak PKL yang sedang memipihkan adonan puffpastry. Bukan, dirinya tidak membantu. Ia hanya berdiri dengan tatapanentah ke mana, pikirannya melayang dari kenyataan.

 Ia hanya berdiri dengan tatapanentah ke mana, pikirannya melayang dari kenyataan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


15.20 WIB, 13 Februari 2024

Jinsimuru gomawoyooo,

Fiieureka

Tasteless ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang