Bab 54 ǁ Menjauh Sebelum Tersakiti, Mendekat Setelah Terabaikan

9.4K 979 29
                                    

Lutfi mencolek bahu Adnan yang tengah berdiri memunggungi karena sedang memperhatikan seorang anak PKL yang sedang belajar membuat hiasan di atas kue ulang tahun. Ketika Adnan menoleh, ia mengendikkan dagu ke arah pintu. "Pak Kumis datang bawa tagihan."

Laki-laki itu mengikuti arah pandangnya. Tagihan yang dimaksud bukanlah kata sebenarnya, melainkan tambahan pesanan.

"Extend ngaret," komentarnya santai, lalu kembali pada anak PKL di sisi kiri.

"Alhamdulillah. Pemasukan rekening membengkak," tambah Lutfi sembari tersenyum semringah hingga matanya hampir tertutup.

"Tinggal ngumpet yuuk!" teriak Valerie yang berjarak 3 meter dari mereka berdiri. Ia tengah membawa mixing bowl berisi telur.

"Attention!" Suara lantang Haikal memenuhi penjuru ruangan. Membuat semua rekannya memusatkan perhatian terutama pendengaran padanya.

"Ya, Chef!" tanggap mereka kompak.

"Tambahan pesanan tiga ratus pax untuk Ballroom I; pandan cake vanilla cream, tarlets, dan es teller. Extend sampai jam 9," terang laki-laki yang berdiri di ujung meja kerja dekat pintu.

"Ya, Chef!"

Mata Valerie bergeser pada dinding samping pintu di mana sebuah jam berwarna monokrom berlambang Dellacato tergantung. Jarum pendek menuju ke angka empat. Waktu mereka mepet untuk menyelesaikan semuanya.

Lantas pandangannya beralih pada laki-laki yang warna chef uniform-nya berbeda dengan mereka. Orang itu tengah mengolesi korsvet[63} pada adonan pastry untuk dipakai besok pagi. Ada perasaan tidak nyaman seiring lamunan yang makin dalam.

Haikal menghindari kontak mata dengannya. Ia juga merasa Haikal jaga jarak karena tidak mengawasinya seperti biasa. Mereka pun belum saling bertukar suara meski hanya satu patah kata. Ia menyimpulkan bahwa Haikal tengah menjauhinya.

Ah! Tentu itu adalah hal wajar. Ia dan Haikal sudah tahu perasaan masing-masing. Namun, kenyataan tentang hubungan kakak mereka membuat rasa itu harus terkubur. Dirinya tidak dapat menyalahkan Haikal yang bersikap dingin tidak tersentuh seperti ini.

Sadar, Valerie! Bukankah kalian akan menjadi saudara ipar? Perempun itu menggeleng untuk mengenyahkan pikiran menggangu. Ia harus kembali fokus dalam bekerja.

"Belum kamu pisahin?" Lutfi menghampiri ketika tangannya baru memegang sebutir telur.

Perempuan itu meringis, lalu berkata, "Baru mau aku kerjakan."

Lutfi mengedarkan pandangan ke sepanjang meja kerjanya dan juga milik Adnan yang bersebelahan. "Kamu bantu Adnan saja sana! Biar aku yang pisahin kamu dan Chef Haikal."

Valerie langsung memasang wajah garang. Ia memelotot, lalu memukul lengan Lutfi. "Apa maksud Kak Lutfi mau misahin aku dan Chef ...." Bibirnya berhenti gerak karena tersadar keceplosan.

Valerie mengedarkan pandangan ke setiap sudut yang dapat dijangkau mata tanpa menggerakkan kepala. Candra yang sedang membanting-banting adonan di atas meja marmer yang berada di hadapan mereka melirik dan menahan senyum. Lantas ia juga menangkap pergerakan Haikal yang baru saja menoleh ke arahnya.

Ia berdeham dan kembali pada Lutfi. "Aku dan Chef—maksudku, Kak Adnan ... tidak ada apa-apa," lanjutnya lantang seraya menutupi kegugupan. Ia menunjuk laki-laki yang tengah menatapnya kebingungan karena tiba-tiba disebut.

"Ahhh!" Lutfi menyeringai jail selebar-lebarnya. "Jadi, kamu maunya ada apa-apa sama Adnan?"

Valerie menggeram kesal mendengar ucapan ngawur Lutfi. Ia memilih beranjak—meskipun hanya beberapa langkah menuju meja Adnan—daripada meladeni Lutfi lebih jauh.

Tasteless ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang