Bab 13 ǁ Rindu Takut Bertemu

14.1K 1.3K 15
                                    

Valerie mengambil bantal dan meletakkan di pangkuan, lalu menghela napas panjang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Valerie mengambil bantal dan meletakkan di pangkuan, lalu menghela napas panjang. Serius juga gemas kini terpancar di kedua bola matanya. "Tidak, Git. Aku tidak mau melakukannya karena yakin Chef Haikal bukan orang seperti itu. Kalau misalnya Kak Lutfi, aku bisa percaya mengingat mulut embernya."

Gita menghela napas pasrah. "Val ...?"

"Ekhm, sekarang kamu coba bayangkan! Tadi setelah mengatakan itu—kue tertukar—, dia sama sekali tidak bicara. Dengan sikap dingin dan diamnya itu, sulit membuatku menerka apa yang sedang dia pikirkan dan direncanakannya." Kedua tangannya kembali mengentak udara ketika memaparkan.

Meskipun Gita lebih dulu bekerja di Hotel Dellacato, Valerie yakin Gita belum kenal benar bagaimana seorang Haikal ketika menghadapi masalah. Sebab, mereka berdua tidak dalam satu divisi. Gita hanya mendengar cerita orang-orang tentang Haikal dan belum pernah berhadapan langsung, terutama saat berada di lapangan. Berbeda dengannya yang setiap hari melihat sepak terjang laki-laki yang ... ya, jika bersikap hangat, pasti akan menjadi buronan emak-emak untuk dijadikan menantu. Bahkan bisa jadi antara anak-ibu akan ada perebutan tahta di hati Haikal.

Gita termenung sejenak. Ia membuang wajah ke kiri. Menatap jendela lebar yang tertutup gorden berwarna silver. "Lalu apa rencanamu?"

Suara tersebut membuyarkan pemikiran absurd Valerie. Ia kembali mengacak rambut frustrasi dan untuk kedua kalinya berkata, "Aku tidak punya rencana apa pun, Gita."

"Hanya itu yang bisa aku sarankan untuk kamu lakukan. Selain itu, aku tidak ada bayangan,Val."

Perempuan yang akhir Februari nanti akan lamaran itu pun menatap miris Valerie. Ia tidak mengerti kenapa Tuhan memberikan cobaan seperti ini pada sahabatnya; kedua orang tuanya meninggal, kakaknya pergi dan tidak mengakui keberadaan Valerie lagi, kehilangan kemampuan indra perasa, dan kini ada masalah baru di saat sudah mendapatkan pekerjaan impiannya sebagai pastry chef.

"Berhenti menatapku seperti itu, Gita!" Valerie yang tahu arti sorot itu jadi jengkel. Padahal, Gita tahu ia benci ditatap seperti itu. Membuatnya seperti orang yang paling menderita di dunia ini.

Gita mengangkat tangan dengan jari membentuk huruf V. Tidak lupa sebuah cengiran menghias wajah bersihnya. Detik berikutnya, ada satu hal yang melintas di benak.

"Val, tadi kamu tidak berniat menunjukkan diri di depan Kak Radit, kan?" selidiknya.

Valerie menunduk untuk menyembunyikan getaran suara dan mata yang mulai pedas. Tangannya memilin-milin renda sarung bantal. "Tadinya tidak. Tapi tiga tahun tidak bertemu Kak Radit dan tadi melihatnya dengan jelas, rasanya jadi terlalu berat. Keinginan untuk sekadar melihat dari jauh juga nyatanya tidak cukup, Git. Aku ingin memanggil dan memeluknya, mengajaknya tinggal bersama lagi. Apa aku terlalu serakah?"

Gita menggenggam tangan Valerie dan memberi senyum lembut seperti seorang ibu pada anak perempuannya. "Sama sekali tidak."

Gita kurang lebih mengerti bagaimana perasaan gadis tersebut. Ia pun juga punya rindu pada orang tua di Pekanbaru. Hanya saja ia masih beruntung karena dapat menemui atau sekadar berkabar lewat ponsel jika sedang rindu. Namun, tidak demikian dengan Valerie karena interaksi kakak beradik itu benar-benar putus. Hubungan mereka berdua menjadi sangat asing.

Tasteless ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang