Bab 19 || Jika Terlambat ...

12.3K 1.2K 7
                                    

Reaksi Valerie berbanding terbalik dengan apa yang ada di bayangan Gita. Perempuan tersebut justru tertawa lepas. Bahkan ia sampai menepuk-nepuk paha kanan terbalut celana city short putih tulang. Hal itu membuat Gita sedikit tercengang sepersekian detik, lalu mengembuskan napas.

"Ya ampun, Git! Kukira kamu mau bilang apa," ungkapnya setelah reda dari tawa.

Gita mengambil bantal sofa putih yang ada di belakang untuk memukul Valerie. Ia sudah susah payah mengumpulkan rasa tega untuk menyampaikan hal tersebut dan Valerie justru menanggapinya dengan sangat santai.

"Aku sudah menduganya kok," timpal Valerie.

"Kamu harus segera baikan dengan Kak Radit sebelum aku menikah, Val!" Gita kali ini memperingatkan. Tentu saja diiringi wajah yang serius.

Raut wajah perempuan yang sedikit tembam itu berubah datar. Ia bergeming dan menatap Gita bingung.

"Ah, benar!" Valerie tiba-tiba tepuk tangan. Membuat Gita berjengit kaget karena sedang menerka isi pikirannya lewat wajah.  Ia lantas menatap Gita dengan lesu dan berkata, "Tapi ... kamu tahu bagaimana sulitnya itu."

"Aku tidak mau kamu kesepian nantinya," aku Gita sembari menatap iba ke arah Valerie.

Valerie tahu arti tatapan itu, kemudian menepuk lengan Gita. "Tolong jangan menatapku seperti itu!"

Seketika ekspresi Gita berubah cerah. Padahal, ia baru saja ditegur oleh Valerie. "Ah! Atau mau kucarikan kekasih saja?"

Valerie menembakkan tatapan galak. "Kamu gila, ya? Mana sempat aku memikirkan hal sejauh itu. Mendapatkan cara supaya Kak Radit segera kembali ke rumah ini saja sudah membuatku pusing. Yang ada nanti aku makin terbebani karena tidak bisa kencan dan akhirnya diputuskan sepihak olehnya. Yaah, seperti Chef Haikal."

Gita memegang pundak Valerie secepat kilat begitu telinganya menangkap nama Haikal.
"Apa Chef Haikal membagi kisah cintanya padamu?"

Valerie menelisik ke manik mata Gita. Sedetik ia belum mengerti maksud pertanyaan itu. Namun, detik selanjutnya itu semua menjadi jelas.

Valerie menggeleng. "Tidak! Untuk apa aku perlu tahu?"

Gita mencebik. "Lalu dari mana kamu tahu?"

"Hhh!"  Valerie mengusap wajah. "Kamu sudah tahu kalau Kak Lutfi itu Biang Gosip, kan?"

Gita mengangguk.

"Ya sudah!" respons Valerie dengan cuek.

"Maksudmu, dia yang memberi tahu?" Gita butuh klarifikasi.

Valerie mengangguk.

"Dan Chef Haikal tahu atau tidak?"

Valerie tidak tahu, entah apa yang ada di pikiran Gita sampai bertanya terus seperti ini. Tidak ada kata lain selain "iya" sebagai jawaban karena memang tadi ada orang tersebut saat sedang mengobrol masalah kencan.

Gita bengong sejenak, lalu bertepuk tangan tiga kali. "Waaah! Ini rekor baru dalam sejarah Dellacato."

Valerie mengerutkan dahi.

"Val, satu hal penting yang harus kamu tahu! Chef Haikal itu anti kalau membahas kisah pribadinya." Gita seperti gemas sekaligus takjub.

Dua perempuan tersebut makin larut dalam obrolan. Mereka mengabaikan acara box office malam yang sedang disiarkan pada salah satu stasiun TV. Jam dinding bulat putih dengan ukiran silver melingkar penuh yang tergantung di dinding ruang tengah menuju ruang makan sudah menunjukkan pukul 23.20 WIB.

Lalu lintas di otak Valerie terus berjalan dan hanya diisi oleh Radit. Dirinya sangat paham. Jika tidak sesuai hati, Radit akan menjadi orang yang keras kepala. Dulu sifat itu selalu membuat Valerie kesulitan membujuknya untuk pulang ke rumah dan tinggal bersama. Juga berarti dirinya harus berusaha lebih keras meruntuhkan kebencian dan dendam kakaknya. Dan waktu yang dimiliki Valerie untuk berusaha enam bulan kurang.

"Aku cuma bisa menemuinya di hotel, tapi jika aku menampakkan diri di sana, Kak Radit akan curiga. Mungkin, sekali dua kali tidak masalah, tapi jika berulang ...." Valerie sengaja menggantung karena yakin Gita paham.

Gita menurunkan kaki kiri untuk memudahkannya mengambil air putih di meja kaca. Ia sedikit mencondongkan badan ketika meraihnya. Isi satu gelas bervolume seperempat liter itu segera pindah ke pencernaan. Otaknya membutuhkan tambahan oksigen untuk melanjutkan percakapan berat tersebut.

"Atau ...." Valerie melirik penuh arti.

Gita menyipit dan menatap selidik. Dalam detik pertama saja dirinya tahu hal seperti apa yang sedang merasuki pikiran Valerie. "Atau apa? Kamu jangan melakukan hal aneh-aneh lagi deh!" Ia kembali memukul menggunakan bantal dan kali ini lebih keras.

Valerie mengaduh lirih dan mendengkus kesal. Ia belum mengatakan lebih lanjut, tetapi sudah dilarang.

"Apa, ha?!"

"Aku berniat meminta nomor ponsel Kak Radit pada orang hotel." Valerie berkata jujur.

Radit memblokir nomornya sehari setelah pergi. Ia sudah mencoba menghubungi Radit menggunakan nomor lain, tetapi ketahuan juga. Pastilah kejadian itu yang membuat laki-laki lebih tua dua setengah tahun darinya mengganti nomor ponsel.

"Kamu ini!" Gita kembali memukul. Kegemasannya naik signifikan. "Kamu kira mereka tidak akan bertanya-tanya kenapa orang biasa sepertimu sampai mau meminta nomor orang penting dan sibuk di Dellacato? Perempuan pula."

Valerie menjatuhkan tubuh ke belakang hingga kepalanya terantuk lengan sofa dengan kaki masih sila. Ia mengacak rambut frustrasi dan mengerang kesal. Waktu makin mendesaknya untuk memberanikan diri muncul dan bicara dengan Radit.

Jika terlambat, dirinya akan ditinggal sendiri dan itu adalah hal yang dibencinya. Ia juga harus segera menghilangkan mimpi buruk. Dan menurut dokter konsultannya, itu akan terjadi jika hubungan mereka kembali baik. Semua itu membuat pikirannya berputar tanpa arah. Sampai sekarang saja ia belum menemukan titik terang untuk memperbaiki hubungan persaudaraan ini.

"Lalu aku harus bagaimana?" Ia menghempaskan kedua tangan di atas perut.

Gita tidak menyahut dan hanya menatap Valerie.

"Kalau aku muncul di sana dan sampai ketahuan, Kak Radit akan memecatku detik itu juga karena tahu aku cacat; sementara di sana aku sudah mulai merasakan lagi kalau itu adalah hidupku, Git. Dan—"

"Kamu tidak cacat, Valerie," potong Gita tajam.

Valerie diam sejenak, lalu mengabaikannya. Ia meneruskan ucapan yang belum selesai. "Itu berarti, aku akan makin susah untuk menemuinya. Kalau tidak di hotel itu, lalu di mana lagi? Aku pengin memata-matainya, tapi kamu tahu sendiri jam kerjaku seperti apa; berangkat pagi dan hampir tiap hari pulang malam."

Dua perempuan itu sama-sama berpikir keras hampir setengah menit. Lantas salah satu wajah di antaranya memamerkan senyum puas.

"Aku ada ide." Suara santai penuh arti yang dibarengi jentikkan jari membuat Valerie menatap harap.

Dan selama obrolan panjang itu, satu hal luput dari perhatian Gita, yaitu Valerie yang kecewa dan sedih karena waktunya bersama Gita dipersingkat. Sebab, Valerie menyembunyikan itu dengan apik. Ia tidak ingin membuat Gita yang akan mempersiapkan hari bahagia harus memikirkan masalahnya. Baginya, sudah lebih dari cukup apa yang Gita berikan padanya selama ini.

 Baginya, sudah lebih dari cukup apa yang Gita berikan padanya selama ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

___________^
23.00 WIB, 20 Oktober 2023

Regards,
Fiieureka

Tasteless ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang