"Apa yang Chef sukai dari pastry sih?" tanya Valerie setelah setengah jam lebih usai istirahat.
Sekarang agenda mereka adalah membuat adonan puff pastry[37] untuk diolah orang-orang shift malam dan membuat makanan yang sudah habis stock; mini pizza, chocolate cake, dan pandan cake. Begitu matang, makanan tersebut akan langsung diletakkan di sebuah etalase mini yang ada di restoran. Ini menjadi salah satu strategi untuk menarik pengunjung hotel agar membeli karena kue tersebut fresh from the oven.
Haikal meletakkan adonan puff pastry yang baru diambil dari lemari pendingin, lalu membuka pembungkus berupa plastik. "Kue yang kita buat membawa kebahagiaan pada orang. Tapi untuk itu, kita perlu usaha meng-garnish agar mereka terpesona ketika memasuki toko dan melihatnya. Saat memandanginya, kita harus bisa membuat mereka kembali ke masa kecil. Saya belajar itu dari seorang profesor."
Pada sepuluh kata pertama, Valerie menghentikan gerak tangan yang sedang menabur tepung di atas meja kerja marmer. Ia mendongak dan menoleh untuk menatap Haikal. Ia merasa aura dingin laki-laki tersebut sedikit mencair. Agak aneh mendengar bicara panjang lebar dan santai seperti ini padanya.
Apa CDP-nya itu salah makan obat diare?
"Apa saya setampan itu?" Haikal kembali pada mode beku karena menyadari Valerie yang terpaku memperhatikannya drngan bergeming.
Perempuan tersebut mengedip cepat seperti orang kelilipan. Itu terdengar seperti teguran. "Bukan itu. Cuma ... saya merasa ini perkataan terpanjang Chef yang pernah saya dengar," ungkapnya dengan wajah yang belum berpaling dsri wajah berahang tegas itu.
Haikal tersenyum miring. Selain mudah percaya, Valerie cukup jujur. Sesaat kemudian, ia mengambil rolling pin, alat untuk menggiling alias mendatarkan permukaan adonan. "Haruskah saya tidak menjawabmu?"
"Tidak, jangan!" Valerie menyahut dengan cepat kilat.
Haikal menutupi tawa kecilnya menggunakan punggung tangan kiri. Namun, itu percuma karena Valerie masih memperhatikannya.
"Chef menertawai saya?" Valerie bertanya sambil memberi tatapan tajam. Ia merasa aneh ditertawakan oleh orang seperti Haikal.
Laki-laki itu membuang wajah ke kanan—berlawanan dengan posisi berdiri Valerie—dan berdeham. "Lupakan!" ucapnya kemudian dengan suara datar.
Valerie dan Haikal mulai menggiling adonan secara satu arah. Mereka harus membentuk adonan tersebut menjadi persegi panjang dengan perbandingan panjang kali lebar adalah 3 : 1. Sebab, adonan tersebut akan dilipat menjadi tiga.
"Val, bantu saya masak topping!" Dito memukul sudut atas meja Valerie menggunakan benda tajam yang harus dimiliki para chef, paring knife[38].
Dentingan pisau berbahan stainless steel yang beradu dengan marmer cukup membuat Valerie berjengit. Ia langsung menghadiahi tatapan protes pada Dito. "Minta tolong baik-baik dong!" serunya.
Mendapat sahutan tidak mengenakkan itu, Dito balas menatap tajam ke arah Valerie yang bermuka kusut. "Kamu siapa? Memangnya aku harus sebegitu hormatnya padamu?"
Valerie memejamkan mata dan merapatkan bibir dengan kencang. Ingin sekali dirinya mengeluarkan sumpah serapah. Namun, kewarasan masih sanggup memberi benteng. Ia memgembuskan napas dengan kasar, lalu menggebrak meja menggunakan tangan kanan. Gerakannya cukup kencang sehingga menimbulkan pedih di telapak, tetapi tidak ia hiraukan.
"Astaga! Aku hanya meminta bicara baik-baik. Apa itu susah?"
Dito tersenyum miring tanda mengejek. "Untuk kamu, iya," tanggap Dito, kemudian berlalu dan kembali berkutat dengan adonan pizza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasteless Proposal
ChickLit® Shortlist Winner AIFIL 2023, reading list @WattpadChicklitID __________*___________*____________ Valerie mewujudkan mimpi menjadi chef, tetapi kejadian naas menimpanya dua tahun lalu. Dia kehilangan indra perasa sehingga terpaksa berhenti dari pr...