Bab 20 ǁ Satu Rahasia Lain

12.4K 1.2K 10
                                    

Netra Valerie menangkap sosok laki-laki berkemeja putih dipadu jas silver yang familier. Sepasang kakinya yang terbalut sneaker putih berhenti membuat tapak di lantai lobi hotel. Ia yang sedang bercakap-cakap pada seorang front office staff pun menjadi tidak terlalu mendengar.

".... Aku kira ka—"

"Eh! Fa?" Valerie menepuk bahu orang tersebut yang ternyata adalah teman SMP-nya. Setelah mendapatkan tatapan tanya, ia lanjut berkata, "Maaf, aku tiba-tiba ingat ada perlu penting. Kita lanjut mengobrol besok lagi, ya?"

Valerie tidak sempat mendengar sahutan karena langsung melesat keluar dari sudut yang terbentuk karena pertemuan meja marmer hitam dan dinding krim. Ruangan lega dan luas seperti ini memudahkannya menemukan kembali sosok itu. Ia berlari kecil untuk mengejarnya, tetapi kehilangan jejak.

Ia mengatur napas sejenak dan berpikir, lalu mengangkat lengan kiri untuk melihat arloji. Jam delapan. Kakak kemungkinan akan ke parkiran, pikirnya setelah ingat terakhir mereka bertemu. Tanpa berpikir panjang lagi, sistem koordinasi memerintahkan kakinya menuju lantai lima gedung Alpa Tower menggunakan lift lain.

Di dalam kotak besi tersebut, Valerie mulai merapalkan doa untuk bertemu di parkiran. Juga memohon diberi kekuatan menemui Radit atau minimal menyapanya sejenak. Ia tidak ingin kejadian di depan restoran beberapa waktu lalu terulang.

Perempuan tersebut menerobos kerumunan orang ketika keluar lift. Ia mempercepat gerak kaki hingga membuat rambut tergerainya bergerak mengikuti ayunan. Begitu pintu kaca otomatis yang menghubungkan area parkiran dengan bagian belakang mal, ia belok ke kanan. Setelah melangkah kurang dari 30 meter, ia mengedarkan pandangan untuk menemukan sebuah mobil Fortuner hitam dengan nomor polisi yang sudah dihafalnya.

"Mana, ya?" gumamnya hampir tidak terdengar. Tangan kirinya bertolak pinggang ketika berjalan menyusuri deretan kendaraan beroda empat di area penguasa gedung ini. Ya, seperti itulah kebijakan di Alpha Tower—orang dalam dan pengunjung atau tamu parkirannya terpisah.

"Dua hari lagi, Jumat, proposalnya bisa Bapak kasih ke sekretaris saja karena saya masih di Lombok."

"Lalu kapan kita bisa mendiskusikannya?"

"Jika sesuai jadwal, Senin saya sudah balik."

Percakapan tersebut sayup-sayup, lalu makin jelas terdengar di telinga Valerie. Ia menoleh ke arah sumber suara. Kedua tangannya refleks terangkat menutupi mulut yang menganga. Matanya melebar, lalu melirik kiri-kanan dengan cepat. Ia akhirnya geser ke kiri dan bersembunyi di balik sebuah mobil sedan putih.

Radit dan seorang laki-laki setengah botak mengkilap berusia lima puluh tahunan terlihat mendekat. Valerie ingin mencegat, tetapi keberaniannya menciut lagi karena bayangan kejam itu kembali menyapa. Dan ketika langkahnya terdengar makin jelas, ia mundur hingga berada di belakang mobil. Pandangannya tidak lepas pada Radit hingga hilang di balik pintu mobil.

Tubuh Valerie hampir merosot. Keringat dingin membanjiri pelipis dan leher. Tangan kirinya meraba-raba badan mobil untuk tetap berdiri, sementara tangan kanan memegang dada yang terasa dipukul kencang dari dalam. Reaksi tubuh membuat Valerie sadar bahwa rindu yang tertimbun selama tiga tahun ini tidak cukup untuk membangkitkan keberaniannya.

"Tapi kamu jangan sampai ceroboh—melakukan hal berisiko, Val! Ingat! Dampaknya nanti bisa berujung membahayakan posisi Chef Haikal atau bahkan semua chef di pastry."

"Jangan sebut-sebut tentang kitchen!"

Pesan Gita malam itu sebelum mereka benar-benar mengakhiri obrolan membuat kepala Valerie makin berat. Seperti ada dua batu besar mengimpit kepala hingga membuat matanya berkunang-kunang. Ia menggeleng, berharap sakit itu terlempar dan hilang dari kepala. Ia juga memejamkan mata sejenak, lalu mengatur napas yang mulai berat. Dirinya tidak boleh lemah seperti ini!

Tasteless ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang