"Ada apa ini?" bisik Valerie pada Adnan seraya melirik Haikal yang tampak serius.
"Dengarkan saja, berisik!" tegur Dito yang menatap tajam Valerie.
Valerie berdecak.
"OK, attention!" Haikal mengeluarkan aura tegas. Setelah mendapat semua perhatian mereka, ia lanjut berkata, "Ada penambahan pesanan dan harus sudah tersaji dalam 2 jam nanti."
"Éclair dengan filling krim moka dan vanilla, cinnamon chocolate mini cake, dan roti spicy smoked beef masing-masing lima ratus pieces." Haikal dengan lantang membacakan kertas yang tadi diterima dari Gauzan.
"Siap, Chef!" sahut mereka tidak kalah lantang, lalu kembali pada tugas masing-masing.
Valerie masih sering merasa kebingungan jika keadaan kitchen sedang crowded seperti ini, apalagi tiba-tiba. Ia belum terbiasa dengan kondisi yang demikian. Matanya memperhatikan tiga seniornya—Adnan, Lutfi, dan Dito—untuk tahu mana yang paling butuh bantuan. Ia akhirnya mengambil tepung terigu bergluten tinggi untuk membuat adonan roti. Haikal membantu pastry supervisor[16] mereka, Adnan. sementara itu, Lutfi dibantu oleh Maha yang merangkap tugas sebagai asistennya.
Lalu lintas di area kerja makin terlihat semrawut dan memanas. Semua menampakkan wajah serius, kecuali Adnan yang memang selalu terlihat tenang. Keadaan membuat suhu kitchen makin naik.
"Panggang ini!" perintah Dito di detik terakhir meletakkan potongan roti pada loyang setinggi 3 sentimeter di depannya.
Valerie mengembuskan napas melihat loyang kedua yang terisi penuh. Panas ditambah bekerja dengan orang yang tidak menyukai kehadirannya adalah tekanan tersendiri untuknya.
"Kamu mau mengeluh?" sindir boulanger[17] itu tanpa menoleh dari adonan di depannya.
"Tidak!" seru Valerie cepat.
Ia balik badan dan berjalan beberapa langkah di depan pastry oven untuk memindahkan loyang pertama yang ada di bawah ke rak atasnya. Ia lantas mengangkat loyang kedua dan ditempatkan pada rak paling bawah.
Valerie pindah tempat ke sebelah Timur ruangan di mana Adnan terlihat sibuk membagi adonan. Ia menawarkan diri untuk membantu karena Haikal sedang pergi ke gudang untuk mengambil bahan lain.
"Oh, sudah matang!" Senyum Valerie merekah ketika melihat isi di alat pemanggang. Ia bergegas mengambil cake panas itu. "Ouch!"
Adnan yang hanya berjarak 2 meter darinya segera menoleh. Ia melihat Valerie mengibas-ibaskan tangan kiri sementara tangan kanan membawa loyang itu ke meja dengan tergesa. Desisan yang lolos dari bibir Valerie membuatnya melirik tangan bebas itu dan mendekat. Ia menghentikan kibasan itu. Netranya menangkap tanda merah pada punggung tangan perempuan tersebut.
"Ck, ceroboh!" Adnan mengusap sisi pinggir luka bakar itu dua kali. Cemas tergambar jelas di wajahnya, kemudian menarik Valerie menuju keran air untuk mengguyur luka memerah itu sebelum benar-benar melepuh.
Valerie setengah hati mendengarkan umpatan itu. Ia terlalu fokus pada rasa nyeri dan panas akibat kulit yang menyentuh pintu alat pemanggang bersuhu lebih dari 100 derajat Celcius itu. Bahkan matanya sampai memerah akibat menahan perih.
"Sudah kubilang, meskipun kuat menggunakan satu tangan, tetapi kamu harus tetap menggunakan kedua sarung tangan itu. Safety first, always." Adnan berkata hingga dahinya berkerut. Ia menunduk seraya menatap luka yang sedikit lebar dan masih memegang tangan Valerie.
"Apa yang sedang kalian lakukan?"
Suara dingin disertai tatapan intimidasi tepat pada dua tangan yang saling berkaitan itu membuat Valerie dan Adnan menoleh. Valerie terkejut, lalu segera menarik tangannya sementara air muka Adnan terlihat tenang meski masih ada sisa cemas yang tercermin di pendar matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasteless Proposal
ChickLit® Shortlist Winner AIFIL 2023, reading list @WattpadChicklitID __________*___________*____________ Valerie mewujudkan mimpi menjadi chef, tetapi kejadian naas menimpanya dua tahun lalu. Dia kehilangan indra perasa sehingga terpaksa berhenti dari pr...